Mohon tunggu...
Achmad Hidir
Achmad Hidir Mohon Tunggu... -

Pengagum para filsuf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bunuh Diri

1 Mei 2017   03:49 Diperbarui: 1 Mei 2017   03:58 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Gejala Bunuh Diri.

Menurut laporan  berbagai media massa akhir-akhir ini kasus bunuh diri mengalami peningkatan, bahkan ada seorang yang melakukan bunuh diri dan merekamnya proses tersebut. Harus diakui bahwa fenomena bunuh itu  ibarat bola salju dan gunung es. Artinya, semakin lama semakin banyak dan besar sementara jumlah yang berhasil dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah kasus yang terjadi. Asumsi ini dapat  kita cermati dari amatan akhir-akhir ini di mana hampir setiap media massa dalam rubrik kriminalitasnya selalu muncul berita tentang kasus-kasus bunuh diri. Tampaknya fenomena bunuh diri dalam masyarakat kita kini kian menggejala saja dengan berbagai macam modus dan bentuknya.  Pola bunuh diri yang dilakukan oleh masyarakat cukup bervariasi, mulai dari yang minum racun serangga, loncat dari gedung yang tinggi hingga pola yang paling umum dilakukan seperti gantung diri.

Fenomena ini menjadi paradok di tengah maraknya kontroversi tentang penerapan perlu tidaknya hukuman mati dilakukan terhadap terpidana mati, di mana banyak kalangan yang kontra terhadap penerapan sanksi hukuman seperti ini karena dianggap sebagai pengekangan terhadap hak hidup manusia. Tetapi justru ironinya dalam masyarakat kita banyak terjadi kasus bunuh diri ?.  Bahkan kasus bunuh diri dalam masyarakat kita akhir-akhir ini tampaknya sudah semakin menggejala dan menunjukkan ke arah peningkatan !.

Buktinya,   satu dekade terakhir ada indikasi dari  laporan  buku   “ Mayat Luar “ milik Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo Jakarta hingga akhir februari 2003 lalu di mana tercatat ada 17 mayat dari luar yang dikirim ke rumah sakit untuk divisum dengan gejala kematian akibat bunuh diri. Dari laporan itu, usia mereka yang teridentifikasi sebagai pelaku bunuh diri tidak mengenal istilah tua atau muda baik berkelamin laki-laki atau perempuan. Karena dari beberapa mayat yang dikirim itu ada seorang perempuan tua berumur 62 tahun dan gadis muda berumur 16 tahun.

2. Pola Bunuh Diri.

Dilaporkan lagi, bahwa angka bunuh diri saat ini tertinggi memang terjadi di kawasan konflik seperti di kawasan Timur Tengah (Palestina), namun bunuh diri yang mereka lakukan meminjam istilah Durkheim  cenderung lebih bersifat altruisme ketimbang kasus yang terjadi di Indonesia yang lebih bersifat individual.

Bila demikian halnya, sebenarnya apa yang tengah terjadi di dalam masyakat kita ini ?. Mengapa mereka dengan mudah mengakhiri kehidupan ini ?. Pada hal hidup  ini sebenarnya menurut sebagian orang adalah sesuatu kenikmatan. Buktinya banyak orang dengan rela menghamburkan banyak uang dengan tujuan mencari berbagai bentuk pengobatan sebagai alternatif untuk memperpanjang usia hidupnya. Tetapi di pihak lain justru  ada sebagian lain dari mereka yang nyata-nyata sehat secara fisik tetapi justru mereka tidak mau hidup lebih lama. Mereka bunuh diri !! .

Sebenarnya untuk menganalisis gejala bunuh diri, ada banyak pendapat. Misalnya menurut seorang ahli psikologi klinis dari Universitas Indonesia Kristi Poerwandari, menjelaskan untuk menelaah kenapa seseorang melakukan bunuh diri. Menurutnya  minimal harus memenuhi dua syarat, pertamaadanya faktor pendahulu yang mempengaruhi seseorang melakukan percobaan bunuh diri, dan kedua adanya faktor pencetus dan situasi yang mendorong seseorang melakukan bunuh diri.

Faktor pendorong orang melakukan bunuh diri ini dianggap paling banyak mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan bunuh diri. Apalagi  menurut Ronny Nitibaskara seorang kriminolog yang sama dari  Universitas Indonesia mengatakan bila faktor pendorong yang dimiliki seseorang itu tidak didukung dengan penguasaan eksternal yang kuat, maka perilaku ini akan mendorong seseorang untuk melakukan bunuh diri.

Walaupun sejauh ini dan apapun alasannya, seseorang itu melakukan bunuh diri memang sulit dicari penyebabnya. Namun paling tidak sebagian orang yang telah melakukan bunuh diri, seringkali meninggalkan catatan kecil atau semacam surat terakhir untuk orang yang ditinggalkannya yang memberikan kesan tentang suatu masalah yang dia hadapi sebagai penyebab mereka memutuskan pergi meninggal dunia fana ini. Catatan-catatan kecil itu, hampir semuanya menjelaskan bahwa mereka memutuskan untuk bunuh diri lebih disebabkan oleh faktor ekonomi, kisah asmara dan keluarga.

Fenomena ini sebenarnya pernah dicermati oleh seorang sosiolog bernama Durkheim dalam bukunya Suicide. Durkheim  menganalisa bahwa faktor solidaritas sangat terkait dengan kecendrungan seseorang melakukan bunuh diri. Analisa Durkheim secara implisit, menjelaskan bahwa solidaritas sosial terkait dengan faktor ekonomi dan keluarga. Sebab kekentalan nilai kohesif yang ada dalam setiap individu untuk berbagi rasa sangat mewarnai pilihan untuk melakukan bunuh diri. Durkheim membandingkan antara mereka yang kawin dengan yang tidak kawin, mereka yang memiliki anak dan yang tidak memiliki anak. Kesimpulannya bahwa keajegan hubungan sosial yang dibangun diantara mereka dapat mengurangi angka bunuh diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun