Mohon tunggu...
Achmad Hidir
Achmad Hidir Mohon Tunggu... -

Pengagum para filsuf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Janda dan Duda dalam Perspektif Gender

26 April 2017   17:21 Diperbarui: 27 April 2017   05:00 1443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka merasa kasihan pada suaminya, apalagi mengingat adanya nilai masyarakat bahwa perempuan itu diharapkan dapat merawat, mencintai dan memaafkan, masih kuat.

Adanya bujukan dari keluarga atau teman yang memin­ta untuk bertahan demi anak-anak

Faktor ekonomi, artinya perempuan akan merasa kesuli­tan bila bercerai dalam hal ekonomi, kecuali jika ada keluarga yang akan membantu. ( Fentiny dan Yuliarto Nugroho, 1991)

Dalam prakteknya, orang tua yang memiliki anak perempuan berstatus jandapun ternyata lebih prihatin daripada ia memiliki anak laki-laki yang berstatus duda. Keprihatinan ini lebih disebabkan karena anaknya menjadi single parents.Menurut Wignyosoebroto (1994), di Indonesia, ditaksir jumlah keluarga demikian (sekalipun tak semuanya terjadi akibat perceraian) berada pada angka 6,5 % dari jumlah total yang ada. Keluarga single parentsseperti ini tentu saja merupakan ajang hidup yang sangat kurang menguntungkan, baik secara ekonomi maupun secara sosial secara sempurna. Dilaporkan di kawasan Asia Pasi­fik, bahwa insiden kekurangan gizi di kalangan anak-anak sering tak hanya disebabkan oleh tingkat kesejahteraan keluarga yang rata-rata rendah, akan tetapi juga disebab­kan oleh penelantaran-penelantaran seperti itu.

Letak ketimpangan stereotype dalam masyarakat terhadap janda juga dapat diamati bila seorang perempuan berfungsi sebagai kepala keluarga (misal karena menjanda) tetapi dalam kenyataan mereka ini sering tidak masuk dalam hitungan dalam konteks pembangunan. Karena konsep kepala keluarga selalu diukur dengan status laki-laki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun