Mereka merasa kasihan pada suaminya, apalagi mengingat adanya nilai masyarakat bahwa perempuan itu diharapkan dapat merawat, mencintai dan memaafkan, masih kuat.
Adanya bujukan dari keluarga atau teman yang meminÂta untuk bertahan demi anak-anak
Faktor ekonomi, artinya perempuan akan merasa kesuliÂtan bila bercerai dalam hal ekonomi, kecuali jika ada keluarga yang akan membantu. ( Fentiny dan Yuliarto Nugroho, 1991)
Dalam prakteknya, orang tua yang memiliki anak perempuan berstatus jandapun ternyata lebih prihatin daripada ia memiliki anak laki-laki yang berstatus duda. Keprihatinan ini lebih disebabkan karena anaknya menjadi single parents.Menurut Wignyosoebroto (1994), di Indonesia, ditaksir jumlah keluarga demikian (sekalipun tak semuanya terjadi akibat perceraian) berada pada angka 6,5 % dari jumlah total yang ada. Keluarga single parentsseperti ini tentu saja merupakan ajang hidup yang sangat kurang menguntungkan, baik secara ekonomi maupun secara sosial secara sempurna. Dilaporkan di kawasan Asia PasiÂfik, bahwa insiden kekurangan gizi di kalangan anak-anak sering tak hanya disebabkan oleh tingkat kesejahteraan keluarga yang rata-rata rendah, akan tetapi juga disebabÂkan oleh penelantaran-penelantaran seperti itu.
Letak ketimpangan stereotype dalam masyarakat terhadap janda juga dapat diamati bila seorang perempuan berfungsi sebagai kepala keluarga (misal karena menjanda) tetapi dalam kenyataan mereka ini sering tidak masuk dalam hitungan dalam konteks pembangunan. Karena konsep kepala keluarga selalu diukur dengan status laki-laki.