Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Raden Patah Mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi

31 Januari 2020   06:39 Diperbarui: 31 Januari 2020   06:56 5147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2015/11/14/21401

BERSAMA Wanasalam dan Wanapala, Raden Patah menemukan wilayah yang berbau harum. Di wilayah yang dikenal dengan Glagah Wangi itu, Raden Patah membangun pedukuhan. Lambat laun, pedukuhan Glagah Wangi menjadi ramai. Hingga banyak orang Majapahit berpindah tempat di Glagah Wangi.

Raden Patah mengutus Wanasalam untuk menyampaikan kabar tentang perkembangan Glagah Wangi kepada Sunan Ampel di Ampel Gading. Sesudah mendengar kabar itu, Sunan Ampel beserta para pendherek-nya datang ke Glagah Wangi. Kepada Raden Patah, Sunan Ampel mengusulkan agar Glagah Wangi dijadikan kerajaan. Raden Patah menyepakati usulan Sunan Ampel.

Dengan penyaksian Raden Patah, para wali, beserta orang-orang dari Ampel Denta dan Glagah Wangi; Sunan Ampel memberikan nama Demak pada kerajaan itu. Nama Raden Patah sendiri, oleh Sunan Ampel, diubah menjadi Pangeran Bintara. Atas keputusan Sunan Ampel, semua wali mendukungnya.

Berdirinya kerajaan Demak dengan raja Pangeran Bintara terdengar sampai telinga Raja Brawijaya. Karenanya, ia segera mengundang Patih Gajah Premada dan Adipati Pecatondha dari Terung. Kepada Adipati Pecatondha, Brawijaya menjatuhkan titah, "Hei, Adipati Terung. Bawalah pasukan Majapahit dan orang-orang Palembang menuju Demak! Rangket Pangeran Bintara yang telah berani mendirikan kerajaan tanpa seizinku!"

"Titah Gusti Prabu Brawijaya, hamba laksanakan."

Seusai menghaturkan sembah kepada Raja Brawijaya, Adipati Pecatonda undur diri dari balairung Majapahit. Bersama pasukannya, ia pergi ke Demak. Tak ada yang akan dilakukan selain merangket Pangeran Bintara serta meluluhlantakkan kerajaan Demak.

Setiba di Demak, Adipati Pecatonda terkejut saat ditemui oleh Pangeran Bintara di serambi langgar. Mengingat Pangeran Bintara tak lain adalah Raden Patah, kakaknya sendiri. "Tidak aku duga, Kangmas Patah. Bila Pangeran Bintara yang mendirikan kerajaan Demak adalah kau sendiri, Kangmas."

"Aku akui, Dhimas Kusen." Raden Patah melontarkan jawaban dengan tenang. "Lantas apa tujuanmu datang ke Demak untuk membuat huru-hara?"

"Sebagai seorang abdi di Majapahit, aku tunduk pada titah Gusti Prabu Brawijaya. Kedatanganku di sini untuk meluluhlantakan kerajaan Demak dan merangketmu untuk aku hadapkan pada Gusti Prabu. Kau telah bersalah besar, Kangmas. Glagah Wangi adalah wilayah Majapahit. Kau telah mendirikan kerajaan tanpa sepengetahuan Gusti Prabu."

 "Seorang yang bersalah itu aku, Dhimas. Bukan kerajaanku. Sebab itu, jangan kau luluhlantakkan kerajaan. Bawalah aku ke Majapahit! Aku siap mempertanggungjawabkan kesalahanku kepada Raja Majapahit."

Dengan perasaan yang sangat pedih, Adipati Pecatonda membawa Pangeran Bintara ke Majapahit. Menghadapkannya kepada Raja Brawijaya yang tengah bertahta di balairung. Di hadapan raja, Pangeran Bintara tak menundukkan wajah. Tenang dan tanpa merasa takut akan sanksi apa yang akan dijatuhkan oleh raja Majapahit itu.

"Benarkah namamu Bintara?" Raja Brawijaya memecah suasana balairung yang senyap. "Benarkah kau yang mendirikan kerajaan Demak?"

"Benar, Gusti Prabu."

"Kalau begitu, kau telah berani makar pada Majapahit." Wajah Raja Brawijaya tampak seperti piringan tembaga yang terbakar. "Tidak ada hukuman yang akan aku jatuhkan, selain hukuman...."

"Ampun, Gusti Prabu." Adipati Pecatonda menyela perkataan Raja Brawijaya. "Hamba mohon, hendaklah Gusti Prabu tidak cepat menjatuhkan hukuman pada Pangeran Bintara. Nanti, Gusti Prabu akan merasa menyesal sesudah mengetahui tentang siapakah sebenarnya Pangeran Bintara."

"Katakan, Adipati Pecatonda! Siapakah sebenarnya Pangeran Bintara?"

"Hendaklah Gusti Prabu ketahui bahwa Pangeran Bintara adalah kakak hamba sendiri. Nama, aslinya adalah Raden Patah. Menurut cerita dari ayahanda Arya Dilah kalau Kangmas Patah dilahirkan di muka bumi oleh ibunda bukan dari benih ayahanda, tapi dari benih Gusti Prabu sendiri."

Sontak Raja Brawijaya terdiam tanpa mampu melontarkan sepatah kata. Tubuhnya mematung. Wajahnya dingin. Sepasang matanya berkaca-kaca. Teringat pada sikap kejamnya pada Raden Patah. Sewaktu masih bayi di dalam kandungan putri Cinta harus disingkirkan dari Majapahit ke Palembang. Hanya karena kecemburuan Ratu Darawati kepada selirnya.

"Ampun, Gusti Prabu." Patih Gajah Premada mencairkan suasana tegang di dalam balairung Majapahit. "Hendaklah Gusti Prabu tidak cukup terdiam seribu bahasa. Masalah tidak cukup dihadapi dengan diam. Tapi, kebijakan Gusti Prabu yang akan menyelesaikan masalah ini."

"Baiklah, Kakang Patih!" Raja Brawijaya tampak menenangkan pikirannya yang tengah bergejolak di dalam benaknya. "Sesudah aku tahu kalau Pangeran Bintara darah dagingku sendiri. Maka ia tak akan aku berikan sanksi apapun atas kelancangannya berani membangun kerajaan di Demak tanpa sepengetahuan dan seizinku. Sebaliknya, aku merestuinya sebagai sultan di Demak."

"Apapun yang menjadi kebijakan Gusti Prabu, hamba menyetujuinya."

"Terima kasih, Kakang Patih." Raja Brawijaya mengalihkan pandangnya pada Raden Patah. "Patah, putraku. Kau telah mendengar sendiri bukan kalau aku telah menyetujui tekadmu untuk menjadi sultan di Demak. Sekarang, pulanglah! Kelolalah dengan baik kerajaanmu."

Seusai menghaturkan sembah bakti kepada Raja Brawijaya, Pangeran Bintara undur diri dari balairung Majapahit. Pulang ke Demak. Beberapa hari kemudian, Pangeran Bintara datang ke Ampel Denta untuk menyampaikan berita kepada Sunan Ampel dan para wali bahwa Raja Brawijaya telah menyetujui atas berdirinya Kesultanan Demak. Selain, Raja Brawijaya telah menyepakati bahwa dirinya sebagai sultan Demak. 

- Sri Wintala Achmad -

Catatan:

Kisah ini merupakan kisah adaptasi dari Babad Dipanegara. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun