SENI lengger di Cilacap tidak bisa dilepaskan dengan sosok maestro lengger Kamyiati. Ia merupakan anak pasangan Sankardi dan Lasidem yang lahir pada Rabu Pahing 29 Desemeber 1962 di Banjarwaru, Nusawungu, Cilacap. Dari tujuh saudaranya, terdapat  dua orang yang menekuni kesenian lengger yakni Kadimin (penabuh calung) dan Nengsih (penari lengger).Â
Darah seni Kamiyati mengalir dari sang ayah Sankardi, seorang pengrawit dan pemimpin grup calung Sekar Ngremboko. Sepeninggal ayahnya tahun 1991, ia menggantikan peran ayahnya sebagai pemimpin grup calung itu.
Kamiyati memeroleh pendidikan hanya sampai kelas 4 Sekolah Dasar, mengingat pola pikir masyarakat desa saat itu belum mengutamakan pendidikan formal. Bagi masyarakat tradisonal pedesaan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena hanya berakhir sebagai kanca wingking (pasangan suami atau istri yang berkerja di dapur).
Berguru pada Kampi dan Tohirin
SEJAK kecil, Kamiyati berguru seni lengger pada bibinya yakni Kampi dan Tohirin. Melalui keduanya, Kamiyati  belajar tari lengger dan vokal sinden. Lantaran terus-menerus pentas, kemampuannya sebagai penari dan sekaligus sebagai sinden lengger semakin meningkat.
Dari Tohirin, Kamiyati yang waktu itu masih duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar sudah berlatih gambyongan lengger, sindhenan, parikan, dan wangsalan. Pelatihan itu menjadi modal dalam pementasan dan sebagai bentuk penggalian, eksplorasi, dan kreativitas.
Menurut Tohirin, Kamiyati memiliki daya serap sekaligus kecerdasan musik yang luar biasa. Gending dengan nada dan cengkok Sunda yang diajarkannya dapat ditangkap dan direpresentasikan oleh Kamiyati. Pembawaan Kamiyati yang ceria dan jenaka sangat memengaruhi gending yang dibawakan menjadi lebih hidup.
Menjadikan Lengger Lebih Menarik
DALAM berkesenian, Kamiyati berupaya menjadikan lengger untuk lebih menarik, di antaranya menggarap elemen artistik mulai dari gerak, kostum, rias busana, iringan, dan perlengkapan. Misalnya kreativitas dari busana meliputi kain berwarana hijau dengan mekak (penutup dada) hijau berhias mote, kain elastis berwarna dasar oranye bermotif loreng dengan mekak kuning berhias mote, atau kain elastis berwarna hijau dengan penutup dada hijau berbentuk kemben.
Dari segi gerak, Kamiyati menggunakan gerak lengger Banyumasan yaitu gerak sesuai struktur lengger baik gambyongan, lenggeran, badhutan, maupun baladewan. Dalam lenggeran, ia masih menggunakan gerak baku yaitu gerak lampah sekar, seblak sampur, miring sekaran, pipilan, lembehan, maju mundur, dan doplang. Sewaktu pentas di panggung, ia melakukan improvisasi gerakan tari mengikuti irama kendangan tanpa pakem. Hal itu ditujukan untuk memeriahkan suasana pentas menjadi lebih hidup dan menarik.
Kamiyati bisa mengreasi beberapa gendhingan, salah satunya mengadaptasi beberapa lagu yang sedang populer dengan mengganti lirik sesuai konteks lokasi pementasan. Seperti saat pentas di lokasi pesantren, ia memainkan lagu Islami seperti Lingsir Wengi, Kecipir, Tamba Ati, atau Dhandanggula Mauludan. Kreasi lainya yaitu menciptakan lagu pembuka pentas bertajuk Mars Surak-Surak yang diadopsi dari bentuk tembang budhalan wayang kulit.
Dari Pandangan hingga Pengembangan
DALAM menekuni kesenian lengger, Kamiyati memiliki pandangan, yakni: pertama, lengger merupakan media ekspresi estetis yang diharapkan dapat dinikmati semua orang. Dengan demikian, seorang penari lengger harus prima sewaktu pentas. Selain itu, kualitas sajian baik tarian, teknik vokal, rias, kostum, tata panggung, teknik iringan, lighting, maupun sound system harus dijaga.
Kedua, berkesenian lengger merupakan satu lahan profesi yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan.
Ketiga, penari lengger dimaknai sebagai seorang yang berupaya mengaktualisasikan dirinya. Karenanya, memresentasikan lengger bukan sekadar sebagai hiburan namun menjadi ruang yang lebih kritis tentang identitas, tradisi, modernitas, dan sejarah tari di Indonesia.
Berpijak pada pandangan yang dimilikinya, Kamiyati dalam berkesenian senantiasa bertujuan memerkenalkan lengger di lingkup masyarakat lebih luas. Ia mbarang (ngamen) dari desa ke desa. Menurutnya, mbarang dapat dimaknai sebagai salah satu ritual yang harus dilakukan oleh calon lengger guna menghilangkan sebel puyeng (kesialan) atau sambikala (cobaan hidup) yang bersumber dari kekuatan gaib.
Sesudah mbarang, Kamiyati melakukan pentas gebyak (pentas pertama kali) dengan tujuan mengukuhkan dirinya sebagai lengger. Dari pentas gebyak itulah, ia mulai dikenal oleh masyarakat. Untuk lebih memopulerkan seni lengger, ia pula membuat rekaman kaset, CD, dan DVD yang dipublikasikan melalui  media sosial seperti youtube. [Sri Wintala Achmad, Nuryanto]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI