Agus Santoso (selanjutnya ditulis Agus) merupakan seorang penari yang dilahirkan dari Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI), Banyumas, Jawa Tengah.Â
Berbekal pengetahuan akademisnya di bidang seni tari, Agus bukan hanya menjadi penari namun pula sebagai koreografer. Berkat kesadarannya perihal perkembangan seni di daerahnya, Agus mendirikan Sanggar Seni Tari Giyan Lakshita. Â Â Â Â Â
Tokoh-Tokoh Inspiratif
SEMASIH duduk di bangku Sekolah Dasar, Agus yang tidak dilahirkan dari keluarga penari, sudah menyukai seni tari. Pertama kali Agus bersentuhan dengan seni tari berkat bimbingan Bu Tumini. Gurunya itu yang pertama kali mendasari pengetahuan Agus terhadap seni tari.
Tanpa menafikan Bu Tumini, terdapat dua figur lain yang memberikan pengaruh positif terhadap Agus sehingga memilih seni tari sebagai bidang garap kreatifnya.Â
Mereka adalah Bu Kursilah dan Pak Jumakir (almarhum). Melalui Bu Kursilah, Agus termotivasi untuk melanjutkan pendidikan seni tari di SMKI Banyumas seusai tamat SMP.Â
Melalui Pak Jumakir, Agus yang semakin serius belajar seni tari itu bisa manggung di POPDA seni, HUT Kabupaten, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dan beberapa event dan tempat lainya.
Dari ketiga figur yang paling berkesan bagi Agus adalah Pak Jumakir. Melalui beliau, Agus dapat menerapkan teori tari bukan berhenti sebagai teori, tapi teori yang dapat dipraktikan di panggung pertunjukan. Sehingga Agus dapat berinteraksi kreatif dengan penonton, pecinta, dan penikmat tari secara langsung.Â
Terdapat dua figur lain yang tidak dapat dilepaskan dalam proses kreatif Agus di bidang seni tari. Mereka ialah Bapak Atmono (guru SMKI) dan Bapak Untung Mulyono (dosen ISI Yogyakarta).Â
Melalui Mulyono yang pula sebagai pimpinan Padepokan Tari Kembang Sore, Agus belajar menciptakan tari kreasi baru. Melalui beliau, Agus pula belajar hidup yang sederhana.
Menurut Agus, seni tari bukan sekadar media pembelajaran untuk hidup sederhana, namun pula sebagai media interaktif antara koreografer dengan penari dan publik tanpa memandang sekat, perbedaan status sosial, atau agama. Karenanya sangat disayangkan bila publik merespon nyinyir ketika Agus diundang pentas dalam acara agama lain, misalnya perayaan Natal.