Oleh kelompok anti-VOC, Mas Garendi yang masih merupakan cucu Amangkurat Mas tersebut dijuluki Sunan Kuning. Artinya pemimpin orang-orang Cina yang berkulit kuning.
Tepatnya pada bulan Juni 1742, kelompok anti-VOC yang dipimpin oleh Sunan Kuning dan mendapatkan dukungan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) menyebu istana Kasunanan Kartasura.Â
Karena istana telah luluh-lantak, Sunan Pakubuwana II dan Von Hohendorf yang tidak berdaya menghadapi para pemberontak itu melarikan diri ke Ponorogo. Peristiwa besar yang mengakibatkan hancurnya Kasunanan Kartasura tersebut kelak dikenal dengan Geger Pecinan. Huru-hara yang diakibatkan oleh pemberontakan orang-orang Cina terhadap VOC.
Masih pada tahun 1742, VOC yang tidak berdaya menghadapi pemberontakan orang-orang Cina itu melakukan serangan balik. Kali ini, VOC yang mendapatkan dukungan dari Adipati Cakraningrat IV dapat memorak-porandakan gerakan orang-orang Cina. Karena keberhasilannya itu, Adipati Cakraningrat IV menyarankan agar Sunan Pakubuwana II dibuang. Namun saran tersebut ditolak oleh VOC. Mengingat Sunan Pakubuwana II masih bisa dimanfaatkan.
Dikarenakan istana Kasunanan Kartasura sudah hancur, Sunan Pakubuwana II memindahkan pusat pemerintahannya di Desa Sala pada tahun 1743. Sekalipun sudah terbangun, namun istana tersebut baru ditempati sebagai pusat pemerintahan oleh Sunan Pakubuwana II pada tahun 1745.
Akibat perpindahan pusat pemerintahan tersebut, Kasunanan Kartasura berubah nama menjadi Kasunanan Surakarta. Dengan demikian, Sunan Pakubuwana II merupakan raja terakhir Kasunanan Kartasura (1726-1742) dan raja pertama Kasunanan Surakarta (1745-1749). Selain itu, Sunan Pakubuwana II pernah menjabat sebagai raja tanpa istana selama 3 tahun. [Sri Wintala Achmad]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H