Kerajaan terbesar di wilayah Nusantara yang berada di Pulau Sumatera adalah Sriwijaya (Srivijaya, Siwichai, Shi-li-fo-shih, atau San-fo-tsi). Suatu kerajaan maritim dan sekaligus sebagai kerajaan Buddha terbesar di Asia Tenggara yang mengalami perpindahan ibu kota sebanyak empat kali sebelum masa kehancurannya karena serangan Rajendra Chola dari Kerajaan Chola (India).
Awal mula, Sriwijaya yang menurut sebagian sejarawan beribukota di Minanga Tamwan (Riau daratan), kemudian berlanjut ke Muoro Jambi, Palembang, Medang (Jawa), kembali ke Palembang, dan Kadaram (Kedah). Namun urutan ibu kota Sriwijaya tersebut pernah memicu perdebatan dan polemik di antara para sejarawan.
Pusat PemerinthanÂ
Karena nama Sriwijaya mulai dikenal pada tahun 1920, maka fakta sejarah kerajaan tersebut masih dalam polemik di antara para sejarawan. Perdebatan yang sangat menonjol di antara para sejarawan menyoal ibu kota pertama Sriwijaya ketika didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa (prasasti Kedukan Bukit, 605 Saka atau 683 M).
Teori Palembang yang diajukan oleh Coedes dan mendapat dukungan Pierre-Yves Manguin menyebutkan bahwa ibu kota pertama Sriwijaya terletak di tepi Sungai Musi. Berdasarkan hasil observasinya, Coedes menegaskan bahwa ibu kota Sriwijaya berada di sungai Musi antara bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di Sumatera Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang sekarang dijadikan Taman Purbakala Sriwijaya.
Pendapat Coedes di muka berdasarkan foto udara (1984) yang menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta pulau buatan manusia yang disusun rapi.Â
Bangunan air tersebut terdiri atas kolam dan dua pulau berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta jaringan kanal dengan luas areal meliputi 20 hektar. Di kawasan tersebut ditemukan banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan pernah dijadikan pusat permukiman dan pusat aktivitas manusia.
Sementara, Soekmono berpendapat bahwa ibu kota pertama Sriwijaya terletak di kawasan sehiliran Batang Hari antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (sekarang Jambi), dengan catatan Malayu tidak berada di kawasan tersebut. Jika Malayu berada di kawasan tersebut, Soekmono cenderung sependapat dengan teori Moens.Â
Di mana letak ibu kota pertama Sriwijaya berada pada kawasan candi Muara Takus (Riau) dengan asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan I-tsing dan berkaitan dengan berita pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) kepada kaisar Cina.
Teori Moens di muka mendapat dukungan Poerbatjaraka yang menyatakan bahwa Minanga Tamwan disamakan dengan daerah pertemuan sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri, Riau, tempat di mana candi Muara Takus berdiri.Â