Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Babad Tanah Jawa, Kandungan, dan Generasi Milenial

20 Juni 2019   01:25 Diperbarui: 20 Juni 2019   01:52 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bukalapak.com 

Banyak orang mengakui, bahwa Babad Tanah Jawa telah menyedot banyak perhatian dari kaum sejarawan. Karena menurut ahli sejarah HJ de Graaf, Babad Tanah Jawa mengandung kebenaran sejarah. Terutama peristiwa-peristiwa yang ditulis sejak tahun 1580. Namun peristiwa-peristiwa yang ditulis sebelum tahun itu, de Graaf tidak berani menyebut Babad Tanah Jawa sebagai data sejarah. Mengingat banyaknya campuran unsur mitos dan dongeng.

Karena banyaknya peminat terhadap Babad Tanah Jawa, Meinsma menerbitkan karya tersebut dalam bentuk prosa. Karya gubahan Carik Braja yang dikerjakan oleh Kertapraja tersebut diterbitkan pada tahun 1874. Tak ketinggalan pula, Balai Pustaka menerbitkan 31 jilid naskah Babad Tanah Jawa dalam bentuk aslinya yakni yang ditulis dengan tembang-tembang macapat pada ambang perang dunia II (1939). Selanjutnya, Babad Tanah Jawa terbitan Balai Pustaka ini akan menjadi sumber utama di dalam penulisan buku Babad Tanah Jawa ini.

Kandungan Babad Tanah Jawa

BILA mengacu pada terbitan Balai Pustaka, naskah Babad Tanah Jawa yang terdiri dari 31 (tigapuluh satu) jilid atau 192 bab dimulai dari "Sejarah dari Nabi Adam hingga Para Dewa" dan berakhir pada bab "Meredam Pemberontakan di Kedu, Dusun Sala menjadi negara bernama Surakarta Adiningrat". Berikut adalah bab-bab di dalam Babad Tanah Jawa yang kemudian menjadi sumber penulisan bab-bab di dalam buku ini:

  1. Sajarah dari Nabi Adam hingga Para Dewa (Dhandhanggula).
  2. Prabu Watugunung di Gilingwsi (Asmaradana, Sinom, Pangkur, Durma, Dhandhanggula).
  3. Sajarah Raja-Raja Tanah Jawa dari Batara Wisnu, Batara Brama, hingga Negara Pajajaran (Dhandhanggula).
  4. Kisah Siyungwanara (Dhandhanggula, Pangkur).
  5. Raden Sesuruh Meninggalkan Pajajaran ke Majapahit (Pangkur, Mijil, Durma).
  6. Negara Pajajaran Hancur, Radn Sesuruh Menjadi Raja di Majapahit secara Turun-Temurun (Durma, Asmaradana).
  7. Kisah Arya Dilah (Asmaradana, Dhandhanggula).
  8. Kisah Raden Rakmat atau Sunan Ampeldenta (Dhandhanggula).
  9. Kisah Raden Said atau Sunan Kalijaga (Dhandhanggula).
  10. Kisah Raden Patah dan Raden Kusen (Dhandhanggula).
  11. Kisah Raden Bondan Kejawan (Dhandhanggula).
  12. Kisah Jaka Tarub (Asmaradana, Dhandhanggula, Mijil, Dhandhanggula, Asmaradana).
  13. Prabu Brawijaya Bermusuhan dengan Sunan Giri (Asmaradana).
  14. Majapahit Runtuh, Demak Timbul (Asmaradana, Durma).
  15. Berdirinya Masjid Demak (Dhandhanggula).
  16. Sunan Bonang Mempersiapkan Pusaka untuk Raja Jawa (Dhandhanggula).
  17. Lembu Peteng Menikah dengan Rara Nawangsih (Dhandhanggula, Mijil).
  18. Ki Ageng Pengging, Jaka Tingkir Lahir (Mijil, Sinom, Asmaradana).
  19. Jaka Tingkir Mengabdi ke Demak (Asmaradana, Gambuh, Mijil, Dhandhanggula).
  20. Ki Buyut Banyubiru, Jaka Tingkir Berperang Melawah Buaya (Dhandhanggula, Mgatruh).
  21. Pesanggrahan Prawata Digegerkan Amukan Kerbau (Megatruh).
  22. Ki Ageng Sela Ditolak Menjadi Tamtama (Megatruh).
  23. Jaka Tingkir Menjadi Adipati Pajang (Megatruh, Asmaradana).
  24. Ki Ageng Sela Menangkap Petir (Asmaradana, Dhandhanggula).
  25. Sunan Prawata dan Pangeran Kalinyamat Dibunuh Arya Jipang (Dhandhanggula).
  26. Adipati Pajang Menghadap Sunan Kudus (Dhandhanggula, Mijil, Pangkur).
  27. Arya Jipang Wafat oleh Pemanahan dan Penjawi (Pangkur, Durma, Asmaradana).
  28. Pemanahan Memulai Hidup di Mataram (Asmaradana, Dhandhanggula).
  29. Adipati Pajang Menjabat sebagai Sultan (Dhandhanggula).
  30. Ki Ageng Mataram Wafat, Raden Ngabehi Loring Pasar Berganti Nama Senopati Ngalaga(Dhandhanggula, Asmaradana, Dhandhanggula).
  31. Senopati Ngalaga Membujuk Para Mantri Pajak yang Akan Menyerahkan Upeti pada Pajang (Dhandhanggula).
  32. Senopati Ngalaga Kejatuhan Bintang dan Bertemu Nyai Rara Kidul (Dhandhanggula).
  33. Sunan Kalijaga Datang di Mataram, Memberikan Nasihat tentang Makna Tempat Tinggal pada Panmbahan Senopati (Dhandhanggula).
  34. Sultan Pajang Mengutus Duta ke Mataram untuk Menyatakan Apakah Senopati Akan Membelot dari Pajang (Dhandhanggula).
  35. Raden Pabelan dan Tumenggung Mayang Diusir ke Semarang, Direbut Senopati (Asmaradana, Durma, Dhandhanggula).
  36. Sultan Pajang Mangkat, Kedudukannya sebagai Raja Digantikan Menantunya, Adipati Demak (Dhandhanggula).
  37. Negara Pajang Ditaklukkan oleh Panembahan Senopati, Adipati Demak Dikembalikan ke Demak, Pangeran Banawa Menjadi Sultan di Pajang (Dhandhanggula, Asmaradana, Dhandhanggula).
  38. Kasaktian Raden Rangga, Putra Panembahan Senopati (Dhandhanggula).
  39. Sultan Banawa Mangkat, Panmbahan Senopati Meminta Ijin pada Sunan Giri untuk Menjadi Raja di Tanah Jawa (Dhandhanggula, Durma, Asmaradana).
  40. Panembahan Senopati Menundukkan para Adipati di Madiun (Asmaradana).
  41. Adipati Pasuruhan Tunduk pada Panembahan Senopati (Asmaradana, Durma, Dhandhanggula).
  42. Senopati Kadiri Tunduk tanpa Perang pada Sultan Mataram (Asmaradana, Dhandhanggula).
  43. Mataram Mendapatan Serangan dari Wilayah Timur (Dhandhanggula, Durma, Dhandhanggula).
  44. Adipati Pati Bermusuhan dengan Panembahan Senopati (Dhandhanggula, Durma).
  45. Panembahan Senopati di Mataram Mangkat, Kedudukannya sebagai Sultan Digantikan oleh Adipati Anom Mataram (Durma, Mijil).
  46. Adipati Demak Membangkang pada Mataram (Mijil, Asmaradana).
  47. Pangeran Jayaraga Diangkat sebagai Adipati Pranaraga, namun Memusuhi Mataram (Dhandhanggula).
  48. Sultan Mataram Mangkat, Kedudukannya sebagai Sultan Digantikan oleh Pangeran Martapura, Turun Takhta, Digantikan Pangeran Rangsang Bergelar Prabu Pandhita Hanyakrakusuma (Dhandhanggula).
  49. Kyai Surantani Diutus untuk Menundukkan Wilayah Timur (Durma, Asmarada).
  50. Raja Mataram Berangkat untuk Menundukkan Wirasaba (Asmaradana, Dhandhanggula).
  51. Para Adipati di Wilayah Timur Bersekutu untuk Menyerang Mataram (Dhandhanggula, Asmaradana, Dhandhanggula, Durma).
  52. Negara Lasem dan Pasuruhan ditundukkan oleh Pasukan Mataram (Durma, Asmaradana).
  53. Kuda Bernama Domba Menjadi Penyebab Tunduknya Pajang pada Mataram (Asmaradana, Mijil, Asmaradana).
  54. Negara Tuban Ditundukkan oleh Pasukan Mataram (Asmaradana).
  55. Madura Diserang oleh Pasukan Mataram (Dhandhanggula, Durma).
  56. Surabaya Tunduk pada Mataram (Dhandhanggula).
  57. Adipati Pragola di Pati Membangkang pada Mataram (Durma, Kinanthi, Sinom, Pangkur, Durma).
  58. Pangeran Pekik Menikah dengan Ratu Pandhansari, kemudian Diperintahkan untuk Menundukkan Panembahan Giri (Dhandhanggula, Asmaradana, Pangkur, Durma, Asmaradana).
  59. Adipati Mandura Mendapatkan Perintah untuk Merebut Jakarta (Dhandhanggula, Pangkur, Durma).
  60. Pangeran Slarong Diperintahkan untuk Menundukkan Blambangan (Durma).
  61. Pertemuan antara Sultan Agung dengan Ratu Kidul (Mijil, Kinanthi).
  62. Sultan Agung Mangkat, Kedudukannya sebagai Raja Digantikan oleh Pangeran Arya Mataram Bergelar Sunan Amangkurat I (Kinanthi, Dhandhanggula).
  63. Pangeran Alit, Adik Sunan Amangkurat I Membangkang, Tewas di Medan Perang (Dhandhanggula, Durma).
  64. Tumenggung Wiraguna Bertanding Melawan Pasukan Blambangan (Durma, Asmaradana).
  65. Jurutaman Dibunuh dan Darahnya Menjadi Bisa, Raja Memperistri Anak Dalang Wayang Gedok yang Telah Menikah dengan Ki Dalem (Asmaradana).
  66. Bekisar Betina Berubah Menjadi Jantan, Dipersembahkan pada Raja (Asmaradana, Sinom).
  67. Sahoyi, Perempuan yang Menyebabkan Malapetaka (Dhandhanggula, Mijil, Kinanthi, Dhandhanggula).
  68. Trunajaya Pulang ke Sampang, Mempersiapkan Penyerangan ke Mataram (Dhandhanggula).
  69. Negara Pajarakan Dijarah oleh Prajurit Makassar (Dhandhanggula, Pangkur, Durma, Asmaradana, Pangkur, Durma, Dhandhanggula).
  70. Trunajaya Berganti Nama Panembahan Maduretna ing Surabaya, Memusuhi Mataram dengan Mendapatkan Bantuan Prajurit Makassar (Dhandhanggula, Pangkur, Durma).
  71. Mataram Diserang Trunajaya (Durma, Pangkur, Durma).
  72. Sunan Amangkurat I Meninggalkan Istana, Mataram Ditaklukkan (Durma).
  73. Sunan Amangkurat I Mangkat, Dimakamkan di Tegalwangi (Durma, Asmaradana).
  74. Pangeran Puger Naik Takhta, Bergelar Senopati Ngalaga, Beristana di Jenar atau Puraganda (Asmaradana).
  75. Pangeran Adipati Anom Naik Takhta di Tegal, Bergelar Sri Susuhunan Amangkurat II (Dhandhanggula).
  76. Negara Demak Diserang oleh Orang-Orang Madura (Dhandhanggula).
  77. Sunan Amangkurat II Pergi ke Jepara (Asmaradana, Pangkur).
  78. Sunan Amangkurat II Pergi ke Kadiri untuk Menangkap Trunajaya (Pangkur, Durma).
  79. Trunajaya Tertangkap dan Dibunuh (Asmaradana, Dhandhanggula).
  80. Negara Kartasura Timbul. Sunan Amangkurat II Mengundang Adiknya Sinuhun Ngalaga di Mataram (Dhandhanggula, Pangkur).
  81. Pasukan Kalagan Berperang dengan Pasukan Kartasura (Pangkur, Durma, Dhandhanggula, Durma).
  82. Sinuhun Ngalaga Dibawa ke Kartasura oleh Sunan Amangkurat II (Durma, Asmaradana, Dhandhanggula).
  83. Ki Ageng Wanakusuma yang Masih Keturunan Ki Ageng Giring Ingin Mengahancurkan Istana Kartasura (Dhandhanggula, Durma, Dhandhanggula).
  84. Untung Surapati Diangkat Anak oleh Kapten Mur (Dhandhanggula, Pangkur).
  85. Untung Surapati Meminta Perlindungan pada Sultan Cirebon (Pangkur).
  86. Untung Surapati Mengabdi pada Kartasura (Pangkur, Asmaradana).
  87. Kapten Tak yang Akan Menangkap Untung Surapati Tewas di Kartasura (Asmaradana, Durma).
  88. Untung Surapati Menjadi Bupati di Pasuruhan, Bergelar Tumenggung Wiranagara (Asmaradana).
  89. Tumenggung Martapura di Jepara Dikehendaki Nyawanya oleh Kumpeni (Asmaradana, Dhandhanggula).
  90. Panembahan Rama di Kajoran Membangkang (Dhandhanggula, Pangkur).
  91. Sunan Amangkurat II Memerintahkan Penyerangan ke Pasuruhan (Dhandhanggula).
  92. Sinan Amangkurat II Menikahkan Putranya dengan Putri Pangeran Adipati Puger (Dhandhanggula).
  93. Raden Ayu Lembah Dikembalikan ke Kapugeran (Dhandhanggula).
  94. Raden Sukra Disiksa oleh Pangeran Adipati Anom (Dhandhanggula, Pangkur).
  95. Raden Sukra dan Raden Ayu Lembah yang Ingin Menikah Tewas Bersama (Pangkur, Asmaradana, Pangkur).
  96. Adipati Wiranagara di Pasuruhan Menundukkan Pranaraga (Pangkur).
  97. Sunan Amangkurat II Mangkat, Kedudukannya sebagai Raja Digantikan oleh Pangeran Adipati Anom (Dhandhanggula).
  98. Pangeran Adipati Puger Beserta Istri dan Putra Mendapat Amarah dari Raja (Dhandhanggula).
  99. Negara Kartasura Mendapatkan Serangan dari Kumpeni (Dhandhanggula, Asmaradana).
  100. Pangeran Adipati Puger Melarikan Diri ke Semarang (Asmaradana).
  101. Pangeran Adipati Puger Menjadi Raja di Semarang, Bergelar Susuhunan Pakubuwana I (Asmaradana, Kinanthi, Durma).
  102. Susuhunan Pakubuwana I Menghadiri Pesta Bersama Pasukannya (Mijil).
  103. Tumenggung Jayaningrat Tunduk pada Susuhunan Pakubuwana I (Asmaradana).
  104. Susuhunan Pakubuwana I Memberangkatkan Pasukannya untuk Menyerang Kartasura (Asmaradana, Pangkur, Durma).
  105. Pangeran Arya Mataram Tunduk pada Susuhunan Pakubuwana I, Sunan Amangkurat III Meninggalkan Istana (Dhandhanggula).
  106. Susuhunan Pakubuwana I Menduduki Istana Kartasura (Dhandhanggula).
  107. Sunan Kendang (Sunan Amangkurat III) Meminta Bantuan pada Pasuruhan (Dhandhanggula, Durma).
  108. Adipati Wiranagara Wafat (Durma).
  109. Sunan Emas Tunduk pada Kumpeni, Diperintahkan untuk Pergi ke Betawi (Dhandhanggula).
  110. Kumpeni Menghendaki Tewasnya Adipati Jangrana di Surabaya (Dhandhanggula).
  111. Arya Jayapuspita di Surabaya yang Membangkang Membela Kakaknya (Dhandhanggula, Durma, Pangkur).
  112. Arya Jayapuspita Meninggalkan Kota Menuju Japan (Pangkur, Dhandhanggula).
  113. Pangeran Dipanagara Diangkat sebagai Raja oleh Arya Jayapuspita Bergelar Panembahan Herucakra, Beristana di Madiun (Dhandhanggula).
  114. Susuhunan Pakubuwana I Mangkat, Kedudukannya sebagai Raja Digantikan oleh Pangeran Adipati Mangkunagara (Dhandhanggula).
  115. Pangeran Blitar Naik Takhta di Kartasari Bergelar Sultan Ibnu Mustapa, Bermusuhan dengan Kakaknya Sinuhun ing Kartasura (Durma).
  116. Kudeta Pangeran Pancawati (Durma).
  117. Panembahan Herucakra Bersatu dengan Sultan Ibnu Mustapa (Durma, Asmaradana).
  118. Pasukan Kartasura Menyerang Kartasari (Asmaradana, Durma).
  119. Ngabehi Tohjaya Diundang Kembali ke Kartasura (Dhandhanggula).
  120. Pemberontakan di Tambayat, Pangeran Arya Mataram yang Menjadi Sunan Kuning Dibunuh di Jepara (Dhandhanggula).
  121. Raden Jimat, Putra Madura, Bersatu dengan Sultan Ibnu Mustapa di Madiun (Dhandhanggula, Durma).
  122. Keturunan Untung Surapati Menghadap Panembahan Purbaya di Kadiri (Durma).
  123. Pangeran Blitar, Sultan Ibnu Mustapa Mangkat, Dimakamkan di Imogiri (Asmaradana).
  124. Ki Martayuda Dibuang ke Jakarta (Asmaradana).
  125. Panembahan Purbaya Dapat Dibujuk, Dirumahkan di Jakarta (Asmaradana, Kinanthi, Dhandhanggula).
  126. Raden Brahim, Keturunan Surapati, Membela Saudaranya yang Kena Bujuk Rayu Kumpeni (Dhandhanggula).
  127. Kudeta Orang Nusatembini, Sunan Amangkurat Jawi Mangkat, Kedudukannya sebagai Raja Digantikan Putranya, Bergelar Susuhunan Pakubuwana II (Dhandhanggula).
  128. Susuhunan Pakubuwana II Pergi ke Rumah Kakaknya Pangeran Arya Mangkunagara (Sinom, Asmaradana).
  129. Kelahiran Raden Mas Said, Pangeran Arya Mangkunagara Dikucilkan (Asmaradana, Mijil).
  130. Patih Danureja Diperintahkan Pergi ke Betawi (Pangkur, Kinanthi).
  131. Kanjeng Ratu Kancana Mengidungkan Serat Maljunah (Dhandhanggula, Asmaradana).
  132. Seh Wangsawana Berterus Terang Bakal Lahirnya Raden Mas Sujana dan Raden Mas Saksi (Asmaradana, Sinom).
  133. Patih Danureja Dikucilkan (Sinom, Dhandhanggula).
  134. Keluarga Amangkuratan Kembali ke Tanah Jawa (Dhandhanggula, Asmaradana, Sinom).
  135. Kangjeng Ratu Kancana Wafat (Mijil, Sinom).
  136. Raden Ayu Taman, Orang Cantik di Pati (Sinom, Asmaradana).
  137. Pangeran Purbaya Diturunkan dari Takhta, Dibuang ke Tanah Seberang (Asmaradana, Dhandhanggula).
  138. Ingkang Sinuhun Pergi ke Mataram (Dhandhanggula, Sinom, Asmaradana, Pangkur).
  139. Geger Pecinan di Betawi (Pangkur, Sinom, Pangkur, Durma, Asmaradana, Pangkur).
  140. Cina Pesisir Timur Bersiaga untuk Berperang, Ingkang Sinuhun di Kartasura Berunding mengenai Perang Cina dan Kumpeni (Dhandhanggula, Sinom, Asmaradana, Dhandhanggula, Sinom).
  141. Tumenggung Martapura Menghadapi Pasukan Cina di Puwun (Sinom, Pangkur).
  142. Tumenggung Martapura Mendapatkan Amarah dari Patih (Asmaradana, Maskumambang).
  143. Kumendur di Semarang Meminta Bantuan pada Ingkang Sinuhun (Maskumambang, Pucung, Asmaradana).
  144. Pasukan Cina akan Menyerang Semarang (Asmaradana, Pucung).
  145. Patih Berselisih Pendapat dengan Adipati Cakraningrat di Madura (Sinom).
  146. Tumenggung Martapura Dikabarkan Berbalik Membantu Cina (Sinom, Durma, Pangkur, Sinom, Pucung).
  147. Pangeran Tepasana dan Pangeran Jayakusuma Wafat Diikat dengan Lawe (Pucung, Asmaradana, Kinanthi, Asmaradana, Dhandhanggula).
  148. Pangeran Wiramanggala yang Lolos dari Negara Kartasura Bersatu dengan Cina (Dhandhanggula, Pangkur).
  149. Pasukan Kumpeni di Kartasura Berperang dengan Prajurit Jawa (Durma, Asmaradana).
  150. Pasukan Kumpeni Menyerah pada Ingkang Sinuhun (Asmaradana, Mijil, Dhandhanggula).
  151. Adipati Jayaningrat yang Turun Takhta Memberi Nasihat pada Putra Menantunya, Raden Supama, Peperangan di Semarang (Dhandhanggula).
  152. Pasukan Kartasura Berperang Melawan Pasukan Madura (Dhandhanggula, Durma, Kinanthi).
  153. Surandriya dan Wangsajaya, Abdi Dalem Gandhek, Ditawan Musuh, Dibawa ke Betawi (Kinanthi).
  154. Patih Natakusuma Menjadi Panglima Pasukan Kartasura untuk Menyerang Semarang (Pangkur, Durma).
  155. Susuhunan Pakubuwana II Berdamai dengan Kumpeni (Dhandhanggula).
  156. Patih Natakusuma Merasa Takut untuk Melayani Kehendak Raja (Dhandhanggula, Asmaradana).
  157. Kebulatan Tekad Raden Martapura (Asmaradana, Dhandhanggula).
  158. Raden Mas Garendi Menjadi Raja di Pati, Bergelar Prabu Kuning (Dhandhanggula, Durma).
  159. Pasukan Kartasura Berperang Melawan Pasukan Cina di Demak (Durma, Asmarada).
  160. Patih Natakusuma Mandapat Amarah Raja, Ditangkap Kumpeni di Semarang (Asmaradana, Kinanthi).
  161. Prajurit Kartasura tidak Kuasa Melawan Pasukan Cina (Kinanthi, Pangkur, Durma).
  162. Ingkang Sinuhun di Kartasura Menghadapi Pasukan Cina (Durma).
  163. Ingkang Sinuhun Meninggalkan Istana Kartasura Menuju Magetan (Durma, Kinanthi).
  164. Prabu Kuning menduduki Istana Kartasura (Dhandhanggula).
  165. Susuhunan Pakubuwana II Beristana di Pranaraga (Dhandhanggula).
  166. Susuhunan Pakubuwana II akan Merebut Negara Kartasura (Dhandhanggula).
  167. Prajurit Pranaraga Ditaklukkan Prajurit Kartasura (Dhandhanggula, Durma).
  168. Raden Martapura Berselisih Pendapat dengan Adipati Mangunoneng (Durma, Asmaradana).
  169. Susuhunan Pakubuwana II Bertemu dengan Sunan Lawu (Kinanthi, Pangkur).
  170. Kumpeni Bertempur Melawan Pasukan Cina di Ungaran (Kinanthi, Pangkur).
  171. Susuhunan Pakubuwana II Turun Takhta, Bergelar Panembahan Brawijaya, Putranya Pangeran Adipati Diberi Gelar Prabu Jaka atau Susuhunan Bauwarna, Berangkat ke Kartasura (Dhandhanggula).
  172. Sunan Garendi Memerintahkan Kenang untuk Menundukkan Negara Manca (Dhandhanggula).
  173. Pangeran Madura Mengerahkan Pasukan, Menundukkan Kartasura (Durma).
  174. Kartasura Dapat Ditundukkan, Prabu Kuning Lolos (Dhandhanggula).
  175. Prajurit Madudara Menjarah Istana Kartasura (Dhandhanggula).
  176. Susuhunan Pakubuwana II Beristana di Kartasura (Asmaradana).
  177. Pringgalaya Diperintahkan Membunuh Musuh Cina yang Membangun Barisan di Yogyakarta (Asmaradana, Pangkur).
  178. Kisah Raden Mas Suryakusuma yang Dikenal dengan Pangeran Adipati Arya Mangkunagara (Pangkur).
  179. Prabu Kuning Menggalang Pasukan di Randulawang, Pangeran Buminata Melarikan Diri dari Negara Kartasura (Pangkur, Dhandhanggula).
  180. Sinuhun Pakubuwana Bertayub Bersama Para Opsir dan Seluruh Rakyatnya, Raja Ternate Datang akan Memberikan Bantuan pada Kartasura (Dhandhanggula).
  181. Raden Mas Suryakusuma Bersatu dengan Prabu Kuning, Diberi Nama Pangeran Prangwadana (Dhandhanggula).
  182. Raja Ternate Dihadapkan di Medan laga (Dhandhanggula).
  183. Pasukan di Randulawang Ditaklukkan (Dhandhanggula, Durma).
  184. Raden Pangulu di Tembayat Melakukan Kudeta (Durma).
  185. Mangunoneng Ditangkap, Prabu Kuning Tunduk pada Kumpeni, Diberi Nama Pangeran Selong (Asmaradana).
  186. Komisaris di Semarang Datang ke Kartasura untuk Melakukan Perundingan Baru dengan Ingkang Sinuhun (Asmaradana, Dhandhanggula).
  187. Pangeran Mangkubumi Merebut Tanah Sukowati (Dhandhanggula, Pangkur).
  188. Mengulang Kisah: Tunduknya Prabu Kuning pada Kumpeni (Pangkur).
  189. Martapura Bersekutu dengan Pangeran Prangwadana (Pangkur, Durama).
  190. Memperundingkan Pindahnya Istana Kartasura ke Dusun Sala (Asmaradana, Dhandhanggula, Durma, Asmaradana).
  191. Adipati Cakraningrat Memberi Bantuan pada Pangeran Prangwadana (Asmaradana, Pangkur, Durma, Dhandhanggula).
  192. Meredam Pemberontakan di Kedu. Dusun Sala Menjadi Negara Surakarta Adiningrat (Dhandhanggula, Pangkur, Durma, Asmaradana, Dhandhanggula).

Catatan Akhir

NASKAH Babad Tanah Jawa merupakan mutiara yang tidak ternilai harganya, terutama bagi masyarakat Jawa. Namun banyak masyarakat Jawa yang hanya mendengar tentang keberadaan karya tersebut. Kalau toh mendapatkan karya kuno yang dibilang cukup langka itu, namun banyak pembaca tidak memahami maknanya. Karena naskah asli masih ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa Kawi.

Melihat manfaatnya, naskah Babad Tanah Jawa perlu diperkenalkan dengan cara dilatinkan dan di-Indonesiakan, dikaji baik sebagai karya sastra maupun sumber sejarah kepada generasi milenial. Sehingga mereka dapat memetik nilai-nilai edukasi yang tersurat dan tersirat di dalam naskah tersebut. Sehingga naskah adiluhung yang menunjukkan kepiawaian para pujangga Jawa di masa silam di dalam berkarya sastra tidak dapat dipandang dengan sebelah mata. Semoga naskah Babad Tanah bermanfaat bagi semuanya. [Sri Wintala Achmad]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun