Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendedah Kisah Ki Ageng Mangir Wanabaya

19 Juni 2018   12:28 Diperbarui: 19 Juni 2018   13:29 2428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berjubelan penonton memadati halaman Dalem Mangiran yang cukup luas untuk menyaksikan pertunjukan tayub. Banyak penonton lelaki kaya berkenan ngibing dengan Lara Kasihan. Mereka tidak lagi berpikir berapa banyak uang yang akan digunakan untuk nyawer Lara Kasihan.  Sementara bagi lagi-laki tak berduit, hanya dapat menatapkan pandangan nanarnya pada wajah dan gerakan tubuh menggoda Lara Kasihan saat menari.

Melihat kemolekan wajah dan gerakan erotis Rara Kasihan, Ki Ageng Mangir terpikat. Arkian, Ki Ageng Mangir berkenan untuk menyunting Rara Kasihan. Karena memiliki rasa cimta pada Ki Ageng Mangir, Rara Kasihan yang melupakan tugasnya sebagai rantai mas itu menerima pinangannya.

Hari-hari dilalui dengan bahagia oleh Ki Ageng Mangir, terlebih saat mengetahui Rara Kasihan telah mengandung benih cintanya. Tetapi kebahagiaan itu sirna ketika Rara Kasihan mengakui sebagai putri Panembahan Senapatri musuhnya. Namun berkat cintanya pada Rara Kasihan, Ki Ageng Mangir bersedia menghadap Panembahan Senapati yang merupakan mertuanya.

Dalam Babad Mangir dikisahkan bahwa rombongan pengantin Ki Ageng Mangir dan Rara Kasihan itu diiringi dengan banyaknya emban pembawa ubarampe dan srah-srahan dengan cara dipikul. Karena terlihat pikulan srah-srahan itu mentul-mentul (memantul-mantul), maka lahirlah nama Bantul. Suatu wilayah yang sekarang di bawah pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Setiba di Mataram, rombongan pengantin dari Mangir tersebut dijamu di Bangsal Pecaosan. Sementara Ki Ageng Mangir menghadap Panembahan Senapati di Penangkilan. Pada saat itulah, terjadi peristiwa berdarah. Ki Ageng Mangir tewas di hadapan Panembahan Senapati dengan kepala berlumuran darah.

Analisa

PERSELISIHAN Panembahan Senapati dengan  Ki Ageng Mangir, sungguhpun cenderung bersumber dari cerita tutur ketimbang sejarah, sangat menarik untuk dianalisa. Hal ini agar kita memahami latar belakang dari peristiwa berdarah di istana Mataram yang berkaitan dengan tewasnya Ki Ageng Mangir.

Muncul suatu pendapat bahwa motivasi Panembahan Senapati untuk menundukkan Ki Ageng Mangir IV karena ingin mendapatkan legitimasi sebagai keturunan Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Mengingat Panembahan Senapati dan Ki Ageng Mangir merupakan trah Prbabu Brawijaya V.

Motivasi Panembahan Senapati untuk menaklukkan Ki Ageng Mangir ditafsirkan agar Mataram yang berdiri pada paska surutnya Pajang tersebut tidak mau tersaingi dengan Mangir. Suatu tanah perdikan Majapahit yang dikhawatirkan akan menjadi kerajaan merdeka dan kelak menjadi bayang-bayang-bayang kebesaran Mataram.

Perihal kematian Ki Ageng Mangir di hadapan Panembahan Senapati di penangkilan, terdapat empat versi pendapat yang bersumber dari tutur tinular. Adapun ketiga versi pendapat tersebut dapat dikemukaan sebagai berikut:

  • Pendapat pertama menyatakan bahwa kematian Ki Ageng Mangir karena kepalanya dibenturkan oleh Panembahan Senapati pada batu gilang yang merupakan singgasananya. Bila kisah ini benar, maka berdirinya istana Mataram telah dilumuri darah Ki Ageng Mangir. Sesudah tewas, jasad Ki Ageng Mangir dimakamkan separuh di dalam benteng makam dan separuh berada di luar makam Raja-Raja Mataram di Kotagede, Yogyakarta. Sampai sekarang makam ini bisa dilihat ketika berziarah di makam tersebut.
  • Pendapat kedua mengungkapkan bahwa Ki Ageng Mangir tidak dibunuh, melainkan disingkirkan oleh Panembahan Senapati. Kepada Demang Tangkil, Ki Ageng Mangir dititipkan. Maka ketika meninggal, Ki Ageng Mangir dimakamkan di wilayah Tangkilan, Godean, Sleman. Makam Ki Ageng Mangir yang berdektan dengan Sungai Konteng tersebut sampai sekarang masih bisa disaksikan.
  • Pendapat ketiga menyebutkan bahwa Ki Ageng Mangir tidak dibunuh oleh Panembahan Senapati, namun diusir dari wilayah Mataram. Maka dengan dikawal pasukan Panembahan Senapati, Ki Ageng Mangir meninggalkan ibukota Mataram. Setiba di Desa Banaran, Ki Ageng Mangir dibunuh oleh pasukan Panembahan Senapati. Jasadnya dimakamkan di Tangkilan, Godean, Sleman.
  • Pendapat keempat menyatakan bahwa Ki Ageng Mangir tidak dibunuh oleh Panembahan Senapati, melainkan oleh Raden Rangga. Pendapat ini berpijak pada suatu asumsi bahwa kesaktian Raden Rangga setanding dengan kesaktian Ki Ageng Mangir.

Dari keempat versi pendapat di muka kiranya perlu dikaji lagi. Mengingat semuanya berpijak dari cerita turut yang bisa ditambah dan dikurangi. Selain itu, tidak ada bukti-bukti sejarah yang kuat tentang siapakah pembunuh Ki Ageng Mangir sebenarnya. 

-Sri Wintala Achmad-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun