Sementara, ketiga macam ketupat -- Ketupat Luwar, Ketupat Sinto, dan Ketupat Tumpeng -- yang dibuat selongsongnya, dimasak, dan dikendurikan selepas maghrib pula memiliki makna filosofis yang berkaitan dengan Lebaran. Di mana Ketupat Luwar dimakna bahwa Lebaran menandakan terbebasnya dosa umat Islam kepada Alllah serta kesalahan kepada sesamanya. Ketupat Sinto (yoni) dan Ketupat Tumpeng (lingga) mengandung makna bahwa Lebaran telah mendinamisasikan hubungan antara manusia dengan Allah.
Selepas maghrib, seluruh warga datang ke rumah ketua RT dengan membawa ketupat. Mereka berdoa agar ibadah puasa yang dilakukan umat Islam pada bulan suci Ramdhan mendapat anugerah Allah. Semoga ibadah mereka menjadi berkah yang mengarah pada kerukunan warga.
Melakukan TakbiranÂ
MALAM menjelang takbiran, umat Islam tidak lagi menjalankan salat tarawih. Sesudah menunaikan jamaah isya', mereka melakukan takbiran baik dilakukan di masjid maupun dilaksanakan dengan berkeliling kota, desa, atau kampung. Â Â
Refleksi Diri
MUNCUL pendapat bahwa tidak ada kegiatan menjelang Lebaran yang paling tinggi nilainya selain melakukan refleksi diri. Melalui refleksi diri, umat Islam akan meningkatkan ketakwaan dan keimanan pada Allah dan semakin peduli dengan lingkungan sosialnya.
Dengan melakukan refleksi diri, umat Islam akan memahami bahwa ibadah puasa yang hakikatnya untuk mengendalikan hawa nafsu niscaya dilakukan kapan dan di mana saja. Sehingga umat Islam yang berhasil menyatukan spirit Ramadhan di dalam jiwanya tidak pernah merasa ditinggal atau meninggalkan bulan penuh berkah itu.
-Sri Wintala Achmad-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H