BAGI seluruh umat Islam, Ramadhan dianggap sebagai bulan suci penuh berkah. Karena pada bulan itu, mereka beribadah puasa yang ditujukan sebagai laku pencucian dosa agar kembali pada kesucian (fitri). Serupa bayi yang baru saja dilahirkan ibunya di muka bumi.
Karena dianggap waku paling tepat untuk mencuci dosa, kehadiran Ramadhan sangat istimewa. Keistimewaannya tidak hanya siang hari, namun pula malam hari. Waktu yang seharusnya digunakan untuk beristirahat, namun dimanfaatkan untuk beribadah, semisal: tarawih, salat malam, tadarus al-Qur'an, berdzikir, atau berdoa pada Allah.
Malam Ramadhan dalam Kontemplasi Puitik
Malam Ramadhan bukan hanya dimaknai oleh sebagian penyair sebagai waktu untuk berserah diri pada Allah, melainkan pula sebagai waktu untuk melakukan kontemplasi puitik. Sehingga malam Ramadhan disimbolkan sebagai lautan inspirasi untuk menjala ide dalam menggubah puisi yang merefleksikan hubungan transendental (insan dan Khaliq-nya).
Sebagaimana para penyair, saya pun sangat tertarik untuk menangkap hakikat keistimewaan malam Ramadhan ke dalam kontemplasi puitik. Sehingga lahirlah puisi MALAM RAMADHANÂ yang melukiskan perihal hubungan transendental yang dapat dicapai melalui ibadah selama bulan suci Ramadhan. Ibadah yang dapat dimaknai sebagai jembatan yang memersuakan insan dengan Tuhan-nya.
Puisi Malam Ramadhan yang merupakan revisi dari tiga puisi: Sepuluh Hari Malam Ramadhan Pertama, Malam Ramadhan /1/, dan Malam Ramadhan /2/ yang mencerminkan kontemplasi selama bulan suci Ramadhan tersebut dikutip, sebagai berikut:
Pada gatra /2/ puisi Malam Ramadhan, makna yang terimpresikan bawha doa yang dilafalkan umat Islam pada malam Ramadhan niscaya menjadi kunci surga. Hingga ketika mendapat surga Allah, umat Islam tidak akan menjadi penghuni neraka. Suatu tempat yang sering diidentikkan oleh sebagian kaum dengan alam dunia. Alam yang penuh siksaan, duka-cita, dan ketidaktentraman.
Pada gatra /3/ puisi Malam Ramadhan, makna yang tercerap bahwa beribadah pada bulan suci Ramadhan diibaratkan dengan mendaki puncak Thursina (anugerah Allah tertinggi). Suatu anugerah berupa ampunan Allah atas dosa umat Islam selama seribu bulan. Hingga umat Islam yang mendapat Lailatul Qadar niscaya telah menyempurnakan ibadahnya. Karenanya, Ia tidak ingin berbuat dosa lagi di dunia.
Berpeluang Mendapat Lailatul Qadar
KESELURUHAN paparan di muka sekadar menandaskan bahwa malam Ramadhan merupakan malam istimewa. Pendapat ini bukan hanya diungkapkan oleh umat Islam, namun pula dirasakan oleh  sebagian penyair (termasuk saya) yang sering dijuluki sebagai "Sahabat Malam".
Dikatakan istimewa, karena beribadah malam pada bulan suci Ramadhan dihadapkan tantangan luar biasa baik rasa capek sesudah sesiang bekerja sambil berpuasa maupun rasa kantuk. Tidak heran, kalau umat Islam yang sengaja bangun pada malam hari untuk beribadah, niscaya doanya dikabulkan Allah. Berpeluang pula mendapat Lailatul Qadar.
-Sri Wintala Achmad-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H