Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Menguak Makna Tradisi "Padusan", "Punggahan", dan "Nyekar"

15 Mei 2018   10:39 Diperbarui: 18 Mei 2018   13:56 3225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://jateng.antaranews.com

BAGI umat Islam berkewajiban untuk menyempurnakan rukun iman, salah satunya yakni berpuasa di bulan Ramadham. Pelaksanaan puasa ini berdasarkan firman Allah SWT sebagaimana terteta pada surat al-Baqarah ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa."

Disebutkan bahwa berpuasa di bulan Ramadhan ditujukan agar umat Islam semakin bertakwa kepada Allah. Mematuhi seluruh perintah-Nya. Mengutamakan laku kebajikan dan menjauhi laku angkara murka. Suatu laku negatif yang merefleksikan persekutuan dengan iblis hingga berpotensi memicu kehancuran dunia.

Mengacu beberapa sumber, puasa di bulan Ramadhan bukan hanya mampu meningkatkan takwa umat Islam kepada Allah, namun pula dapat mengendalikan empat warna nafsu manusia, yakni: hitam (aluamah), kuning (supiyah), merah (amarah), dan putih (mutmainah). Sehingga, keseimbangan hubungan jiwa dan raga yang dapat menciptakan suasana tenang, tenteram, dan damai niscaya terwujud.

Para ahli kesehatan berpendapat bahwa berpuasa di bulan Ramadhan memiliki sepuluh manfaat, yakni: meningkatkan detoksifikasi, menyehatkan sistem pencernaan, mengatasi peradangan, mengurangi kadar gula darah, meningkatkan pembakaran lemak, mengurangi hipertensi, menjaga berat badan, merealisasikan diet yang sehat, meningkatkan kekebalan tubuh, dan mengatasi kecanduan.

Dengan memahami manfaatnya, umat Islam akan semakin mantab untuk menunaikan ibadah puasa. Namun sebelum berpuasa, umat Islam perlu menyucikan batin dan raga. Menyucikan batin dengan membangun niat dan motivasi yang kuat di dalam berpuasa. Menyucikan raga dengan membersihkan sekujur tubuh dengan air suci yang melambangkan penyucian wadah atas isi (manfaat puasa).

Padusan

DI LINGKUP masyarakat Jawa, tradisi penyucian raga sebelum umat Islam berpuasa dikenal dengan padusan -- mandi dengan tujuan menyucikan raga. Tradisi yang dilakukan pada sore hari sebelum malam punggahan (malam tarawih pertama) biasanya dilakukan secara beramai-ramai oleh umat Islam baik di sumber, sendang, sungai, maupun tempuran sungai berair jernih.

https://jateng.antaranews.com
https://jateng.antaranews.com
Dalam melakukan tradisi padusan, terdapat suatu aturan tidak tertulis. Di mana kaum lelaki dan perempuan yang melakukan padusan harus mandi keramas. Mereka yang mandi di ruang terbuka tidak diperkenankan telanjang. Kaum lelaki harus mengenakan celana pendek. Kaum perempuan harus mengenakan jarit (kain) yang menutup aurat dari mata kaki hingga atas payudara. Sementara perempuan yang tengah menstruasi tidak diperkenankan melakukan padusan. Mengingat ia tidak diwajibkan untuk berpuasa.

Seusai melakukan padusan, umat Islam akan merasa memiliki tekad yang bulat untuk melakukan ibadah puasa selama sebulan. Fakta ini menunjukkan bahwa padusan menjadi kunci pembuka pintu gerbang sebelum memasuki ibadah puasa yang tidak lepas dari rintangan dan godaan.

https://www.antarafoto.com
https://www.antarafoto.com
Selain tradisi padusan, masyarakat Jawa pula melaksanakan tradisi punggahan  pada malam tarawih pertama. Dalam tradisi punggahan, umat Islam berdoa bersama di bawah pimpinan seorang kiai. Sesudah berdoa, mereka menyantap nasi gurih (nasi uduk) berlauk ingkung yang melambangkan niat suci untuk berpuasa selama sebulan penuh.

Nyekar

SEBAGIAN masyarakat Jawa melakukan tradisi nyekar kepada leluhur yang telah meninggal sehari atau dua hari sebelum datangnya bulan Ramadhan. Tradisi ini bertujuan untuk mendoakan para leluhur yang meninggal agar mendapat ampunan dari Allah. Mengingat mereka yakin bahwa pada bulan ramadhan, Allah akan membuka pintu ampunan kepada seluruh umatnya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

http://islamidia.com
http://islamidia.com
Selain tradisi nyekar, masyarakat Jawa pula memiliki tradisi membersihkan rumah. Hal ini dimaksudkan agar rumah memberikan suasana bersih dan nyaman bagi seluruh penghuninya yang akan melaksanakan ibadah puasa.

Tradisi lain yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa yakni meminta maaf baik kepada anggota keluarga, tetangga, maupun kerabat. Hal ini ditujukan agar mereka tidak menanggung kesalahan pada pihak lain yang akan menjadi kotoran selama berpuasa.

Catatan Akhir

Desa mawa cara negara mawa tata. Demikian peribahasa Jawa yang mengandung makna bahwa setiap desa dan negara memiliki tata cara berbeda. Karenanya apa yang penulis uraikan di muka sekadar menggambarkan tentang pelaksanaan tradisi Jawa sebelum datangnya bulan Ramadhan. Suatu tradisi khas umat Islam di lingkup kehidupan masyarakat Jawa yang masih peduli dengan budaya leluhurnya.

Memang diakui bahwa tradisi padusan, punggahan, dan nyekar mulai ditinggalkan oleh sebagian masyarakat Jawa dikarenakan alasan tertentu. Sungguhpun tradisi tersebut sekadar dimaknai sebagai simbol dan tidak merefleksikan praktik persekutuan mereka dengan syetan. Akan tetapi, persoalan ini tidak perlu dipertentangkan. Biarkan tradisi tersebut berlangsung dengan nut jaman kelakone. Mengalir seirama waktu dan zamannya. [Sri Wintala Achmad, pemerhati tradisi dan budaya Jawa] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun