SEMASA pemerintahan Hayam Wuruk dan Wijayarajasa, hubungan antara Majapahit Barat dan Majapahit Timur masih diwarnai rasa segan. Hal ini dikarenakan Wijayarajasa masih merupakan mertua Hayam Wuruk. Sepeninggal Wijayarajasa (1398), tahta kekuasaan Majapahit Timur diduduki Bhre Wirabhumi. Sementara sepeninggal Hayam Wuruk (1389), tahta kekuasaan Majapahit Barat diduduki Wikramawardhana.
Ketika Indudewi meninggal dunia, Bhre Wirabhumi mengangkat Nagarawardhani sebagai Bhre Lasem yang bergelar Bhre Lasem Sang Halemu. Sementara Wikramawardhana pula mengangkat Kusumawardhani sebagai Bhre Lasem bergelar Bhre Lasem Sang Ahayu. Dari sinilah kemudian timbul Perang Paregreg antara Wikramawardhana (Majapahit Barat) dan Bhre Wirabhumi (Majapahit Timur).
Pada tahun 1406, pasukan Majapahit Barat yang dipimpin Bhre Tumapel (putra Wikramawardhana) menyerbu kubu Bhre Wirabhumi. Dari penyerbuan Bhre Tumapel mengakibatkan pihak Bhre Wirabhumi menderita kekalahan. Bhre Wirabhumi melarikan diri dengan menggunakan perahu pada malam hari. Sesudah tertangkap, Bhre Wirabhumi dibunuh dengan dipenggal kepalanya oleh Raden Gajah (Bhra Narapati) yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya. Oleh Raden Gajah, kepala Bhre Wirabhumi diserahkan pada Wikramawardhana. Jenazah Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung dengan nama Girisa Pura.
Paska Perang Paregreg, Wikramawardhana memboyong Bhre Dhaha yang merupakan putri Bhre Wirabhumi untuk dijadikan istri (menggantikan Kusumawardhani yang meninggal pada tahun 1440). Dari perkawinan itu lahirlah Sri Suhita yang kelak naik tahta pada tahun 1427. Semasa menjabat sebagai raja, Sri Suhita membalas dendam pada Raden Gajah yang telah membunuh Bhre Wirabhumi kakeknya melalui hukuman pancung pada tahun 1433.
Dalam Serat Kanda, Perang Paregreg itu diindentikkan dengan perang antara kubu Ratu Kencanawungu dari Kerajaan Majapahit dan kubu Urubisma (Menak Jingga) dari Kadipaten Blambangan. Karena tidak mampu menaklukkan Urubisma yang sakti mandraguna itu, Ratu Kencana Wungu mengutus Raden Damarwulan untuk menumpas pemberontakan Adipati Blambangan itu. Sesudah dapat memenggal kepala Menak Jingga dengan sebilah pedang, Raden Damarwulan diangkat sebagai suami Ratu Kencana Wungu dan sebagai raja Majapahit. Kelak dari perkawinan mereka akan melahirkan Prabu Brawijaya.
Paska kekalahan Bhre Wirabhumi dalam Perang Paregreg, Majapahit Timur kembali bersatu dengan Majapahit Barat di bawah kekuasaan Wikramawardhana. Akan tetapi semasa pemerintahan Wikramawardhana, banyak daerah bawahan Majapahit yang melepaskan diri. Pada tahun 1405, Kalimantan Barat direbut Kerajaan Cina. Kerajaan Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar perdagangan kemudian berdaulat dan merdeka dari Majapahit. Demikian pula, Brunei yang terletak di sebelah utara Pulau Kalimantan itu turut melepaskan diri.
Selain memanggung kerugian atas terlepasnya beberapa daerah kekuasaan Majapahit, Wikramawardhana pula berhutang ganti rugi pada Dinasti Ming (Penguasa Cina). Sebagaimana disebutkan di atas, pihak Cina mengetahui kalau di Jawa ada 2 yakni Majapahit Barat dan Majapahit Timur. Karenanya Laksamana Ceng Ho segera dikirim sebagai duta besar untuk mengunjungi kedua kerajaan itu. Pada saat kematian Bhre Wirabhumi, rombongan Ceng Ho sedang berada di Majapahit Timur. Sebanyak 170 orang Cina itu ikut menjadi korban dalam peristiwa Perang Paregreg.
Atas insiden tersebut, Wikramawardhana didenda ganti rugi oleh Dinasti Ming sebanyak 60.000 tahil. Sampai tahun 1408, Wikramawardhana baru dapat mengangsur sebanyak 10.000 tahil. Karena kasihan pada Wikramawardhana, Kaisar Yung Lo membebaskan denda itu. Peristiwa ini dicatat Ma Huan (sekretaris Ceng Ho) dalam bukunya yang bertajuk Ying-Ya-Sheng-Lan.
Duapuluh tahun sejak berakhirnya Perang Paregreg (1426), Majapahit dilanda bencana kelaparan. Sebagaimana Perang Paregreg, bencana kelaparan pun telah menelan korban nyawa rakyat Majapahit. Terdapat dugaan, bahwa bencana kelaparan itu yang menyebabkan Kaisar Yung Lo untuk membebaskan hutang Wikramawardhana pada Dinasti Ming.
Akibat bencana kelaparan yang melanda Majapahit itu tidak hanya membawa korban rakyat kecil, namun pula anggota keluarga istana. Mereka yang turut menjadi korban dari bencana itu, antara lain: Bhre Tumapel, Bhre Lasem, dan Bhre Wengker. Bhre Tumapel yang meninggal pada tahun 1427 itu dicandikan di Lokerep dengan nama Asmarasaba.
Pada tahun 1427, Wikramawardhana atau Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama tutup usia. Sejak kemangkatan Wikramawardhana yang arwahnya dicandikan di Bauyalangu dengan nama Wisesapura, maka tahta kekuasaan Majapahit kemudian dikuasai putrinya yakni Sri Suhita. Raja Majapahit ke-6 atau raja wanita Majapahit ke-2 sesudah Tribhuwana Wijayatunggadewi.