DENGAN mengingat manfaatnya di dalam kehidupan manusia, puisi selayaknya disosialisasikan baik oleh penyair, seniman, maupun lembaga-lembaga terkait. Sunggupun diakui bahwa puisi tidak akan mampu mengubah dunia lebih beradab. Dan, hasil dari sosialisasi puisi tersebut dimungkinkan nol besar.
Tetapi dari sekian pertunjukan puisi yang lebih mendapatkan perhatian publik adalah musikalisasi puisi. Karena jenis pertunjukan puisi tersebut memasukkan anasir musik, lagu, dan puisi. Unsur-unsur tersebut mustahil didengar atau disaksikan dalam poetry readingatau deklamasi yang cenderung mengandalkan kemampuan acting, vokal, dan acapkali mendapatkan sentuhan ilustrasi musik.
Tetapi kalau mengamati musikalisasi puisi karya Ebiet G Ade, Leo Christi, Ully Sigar Rusady, Rita Ruby Hartland, Kantata Takwa, Bimbo, Kelompok Kampungan, Kelompok Sabu, dll cenderung menampilkan puisi sebagai lirik lagu. Selain itu, jenis musiknya pun digarap oleh komponis secara variatif. Selain, penggarapan musikalisasi puisi sama sekali tidak ada pakem.
Dari sini memunculkan kesan bahwsa musikalisasi puisi sangat demokratis di dalam menentukan jenis musik yang dipergunakan sebagai media pengiring.Â
Tetapi yang perlu dipertimbangkan apakah jenis musik yang sudah ditentukan tersebut selaras dengan roh, napas, nuansa, dan makna puisi baik secara tersurat maupun tersirat. Sebab apabila musik pengiring tidak selaras (sinkron) dengan puisi, maka tidak akan sampailah makna puisi tersebut kepada publik.
Dengan demikian tidak ada salahnya kalau pencipta atau komponis musikalisasi puisi melibatkan penyair di dalam proses penciptaan. Hal ini dimaksudkan agar pencipta atau komponis musikalisasi puisi tidak salah di dalam menafsirkan makna puisi tersebut. Â
-Sri Wintala Achmad-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H