Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kiat Cerdas Menulis Esai Sastra dan Memublikasikannya

16 Maret 2018   09:53 Diperbarui: 18 Maret 2018   10:00 9476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://2.bp.blogspot.com/

ESAI merupakan salah satu jenis artikel. Sunggupun merupakan salah satu jenis artikel, namun esai memiliki perbedaan dengan opini. Perbedaannya: esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas berdasarkan sudut pandang penulis atau tulisan yang berisikan gagasan seseorang tentang sastra, seni, dan budaya. Sementara, opini adalah karya tulis yang digunakan untuk menyampaikan gagasan penulis dengan cara lebih bebas. Bahasa yang digunakan dapat bersifat humoris, reflektik, kontemplatif, dan analisis ilmiah.

Sedikit disinggung di muka, bahwa selain berisikan gagasan seseorang tentang seni dan budaya, esai pula berisikan tentang sastra. Dengan demikian, terdapat sebutan esai sastra yang membahas tentang pandangan sastrawan perihal kehidupan sastra.

Bagi yang sudah profesional, menulis esai sastra adalah mudah. Namun bagi calon penulis, aktivitas kreatif tersebut dirasa sulit untuk dilaksanakan. Maka calon pernulis esai sastra harus mempelajari langkah-langkahnya. Berikut, saya berikan kiat penulisan esai sastra dan contoh-contohnya. Melalui bab ini, saya juga akan memberikan kiat agar karya esai sastra Anda dapat dipublikasikan di media masa baik daerah maupun nasional.

Kiat Menulis Esai Sastra

Terdapat beberapa langkah untuk dapat menulis esai sastra yang baik dan benar serta berpeluang untuk dapat dimuat di koran, tabloid, jurnal, atau majalah. Untuk mengetahui langkah-langkah di dalam menulis esai sastra, simak uraiannya di bawah ini:

  1. Penulisan esai sastra bisa menggunakan sistem deduksi (dari umum ke khusus) atau induksi (dari khusus ke umum).
  2. Tema dalam esai sastra harus aktual, menarik, dan penting untuk dibahas. Untuk mengukur aktualisasi suatu tema dapat dilihat dari isu-isu sastra yang sedang berlangsung.
  3. Menulis esai sastra seperti tengah melakukan diskusi sastra di forum-forum. Pengertian lain, tulislah esai sastra seperti Anda tengah melakukan bantahan terhadap suatu masalah dan memberikan solusi atas masalah tersebut.
  4. Di dalam menulis esai sastra jangan bertele-tele dan diulang-ulang.
  5. Di dalam menulis esai sastra, gunakan bahasa yang baik dan benar, serta mudah dipahami pembaca.
  6. Tulislah judul esai sastra yang menarik.
  7. Paragraf pertama hendaklah dibuat semenarik mungkin hingga merangsang pembaca untuk terus membaca esai sastra Anda.
  8. Pada paragraf terakhir hendaklah berupa kesimpulan yang dapat merangsang pembaca untuk berpikir dan merenungkan isi esai sastra Anda.

Contoh Esai Sastra

Berikut adalah contoh-contoh yang dapat Anda jadikan rujukan di dalam memulai menulis karya esai sastra:

TEMU SASTRA JAWA BUKAN HIBURAN SESAAT

Oleh: Sri Wintala Achmad

SEBAGIAN pemerhati Sastra Jawa mengatakan, bahwa Sastra Jawa sudah senasib kakek jompo yang berdiri dengan topangan tongkat rapuh di tepi lubang kubur. Sementara sebagian pemerhati lainnya memberikan persepsi tanpa basa-basi, "Sastra Jawa sudah mengalami sakaratul maut. Sebentar lagi mati."

Persepsi buruk perihal nasib kehidupan Sastra Jawa di muka sekiranya yang dijadikan pijakan atas penyelenggaraan Temu Sastra Jawa -- 'Sastra Jawa Madhangi Jagad' di Yogyakarta (Hotel Grand Surya), Jumat-Kamis, 4-6 Desember 2015. Salah satu event yang cukup mewah (kalau tidak mau disebut megah) dengan melibatkan sejumlah sastrawan Jawa, pemerhati Sastra Jawa, dan instansi terkait dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Membebaskan Nasib Buruk Sastra Jawa

Kalau memperhatikan tema penyelenggaraan Temu Sastra Jawa yang diselengarakan oleh Dinas Kebudayaan Yogyakarta (DKY) tersebut, kiranya event ini bertujuan agar Sastra Jawa dapat memberi penerang dunia (madhangi jagad). Bukan hanya dunia lahir, namun juga dunia batin yang menghampar di dalam jiwa manusia. Dengan demikian, Sastra Jawa diobsesikan sebagai salah satu media di dalam membangun dunia batin (kepribadian) manusia Jawa yang mengalami abrasi akibat pengaruh budaya modern (baca: budaya Barat).

Tujuan Sastra Jawa dapat menjadi penerang dunia sungguh luhur, namun betapa susah untuk dijangkau. Karena diibaratkan, tujuan tersebut serupa hendak menjadikan Sastra Jawa sebagai jembatan bianglala untuk meraih bintang kejora paling agung yang memancar keemasan di lapisan langit terpuncak. Tujuan yang tidak lebih sebagai mimpi indah setiap tengah malam, dan tidak pernah terwujud manakala kembali terjaga pagi hari.

Pendapat di atas perlu dikemukan, mengingat kehidupan Sastra Jawa sudah senasib anak burung yang kehilangan induknya. Kalau tidak segera mendapatkan pertolongan, anak burung itu akan tewas. Tentu saja, menolong anak burung itu bukan sekadar memberi hiburan sesaat hingga terdiam dari cericitnya yang sangat berisik dan memelas. Melainkan mengasuh dengan penuh kasih-sayang, menyuapi dengan sabar dan tulus, serta memberikan ruang kepak yang selapang-lapangnya. Bukan justru memenjarakannya, ketika anak burung itu tumbuh dewasa di dalam sangkar gading yang sempit.

Membebaskan Sastra Jawa dari nasib buruknya serupa memberikan pertolongan pada anak burung yang kehilangan induknya. Artinya, beberapa lembaga baik swasta maupun pemerintah yang menghendaki tetap berlangsungnya kehidupan Sastra Jawa hingga mengalami pertumbuhkembangan seyogyanya bukan sekadar mengadakan event pertemuan, dan terlebih pelatihan (workshop) penulisan, atau lomba cipta (baca) karya Sastra Jawa yang hanya bersifat hiburan sesaat. Tetapi upaya tersebut harus disertai dengan langkah pendampingan supaya para sastrawan Jawa tetap setia menggubah karya-karnya (geguritan, cerkak, cerbung, atau novel) yang memenuhi standar kualitatif.  

Langkah pendampingan terhadap sastrawan Jawa bukan sekadar berhenti sampai di situ. Langkah pendampingan selanjutnya, dimana lembaga swasta atau pemerintah harus memberikan santunan dana kepada setiap sastrawan potensial untuk menerbitkan karya-karyanya. Bukan sekadar mendorong para sastrawan supaya tetap setia mempublikasikan karya-karya di beberapa Kalawarti Basa Jawa yang kuantitasnya mulai bisa dihitung dengan jari satu tangan.

Langkah pendampingan terhadap para sastrawan Jawa yang dilakukan oleh lembaga swasta atau pemerintah harus dibarengi dengan pembinaan dalam bidang penulisan serta peningkatan minat baca terhadap karya Sastra Jawa di lingkup sekolah. Mengapa demikian? Karena buku-buku yang memuat karya Sastra Jawa yang diterbitkan oleh lembaga swasta atau pemerintah (bisa bekerja sama dengan penerbit profesional) seyogyanya didistribusikan ke sekolah-sekolah sebagai penunjang pelajaran Bahasa dan Sastra Jawa bagi seluruh anak didik. Bila upaya ini terealisasikan, maka Sastra Jawa yang ditujukan sebagai penerang dunia atau membangun kepribadian manusia sejak usia dini tersebut akan terwujud.

Apabila karya Sastra Jawa sudah diminati oleh generasi penerus yang dimulai dari lingkup sekolah, maka akan terbentuklah masyarakat pembaca setia. Karenanya tidak pelak lagi, kehidupan Sastra Jawa akan mengalami suatu pertumbuhkembangan yang signifikan di masa mendatang. Banyak sastrawan berbakat akan dilahirkan. Kalawarti Basa Jawa yang memuat karya-karya Sastra Jawa akan mengalami suatu peningkatan jumlah dan oplah, karena meningkatnya kuantitas pembaca (pelanggan). Tidak hanya di lingkup sekolah, namun pula di ruang-ruang publik yang lebih luas.  

Pesan yang Layak Diperhatikan

Terakhir ditandaskan, hendaklah event Temu Sastra Jawa yang diselenggarakan oleh DKY tersebut dijadikan sebagai garis start di dalam menyelamatkan, melestarikan, serta menumbuhkembangkan Sastra Jawa yang prospeknya dapat meningkatkan kualitas kreatif bagi para sastrawan serta sekaligus mampu membangun kepribadian generasi Jawa.

Sehingga amatlah naif, apabila event Temu Sastra Jawa tersebut sekadar dimaknai secara dangkal yakni sebagai ajang kangen-kangenan antar sastrawan yang datang dari berbagai daerah, adu pintar berolah gagasan antar pemerhati (ahli) Sastra Jawa, atau pesta pora yang menghabiskan banyak dana tanpa memberikan gema. Tanpa membuahkan hasil yang benar-benar nyata.

Esai Sastra yang Layak Dipublikasikan

Barangkali tidak dibayangkan oleh penulis esai (esais) sastra, bahwa setiap media massa nasional selalu menerima naskah esai sastra dengan jumlah puluhan setiap harinya. Karena untuk dapat dimuat, karya esai sastra harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh setiap media massa.

Lantas esai sastra yang bagaimana yang layak dimuat media massa? Menurut hemat saya bahwa esai sastra yang dapat dimuat di media massa harus memenuhi persyaratan. Selain karya esai sastra telah memenuhi persyaratan penulisan sebagaimana telah sedikit disinggung di muka, terdapat persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh esai sastra sebagai berikut:

  1. Naskah esai sastra yang dikirim ke media massa tertentu tidak melampaui dari 5.000 karakter atau tidak lebih dari 4 halaman A-4 spasi ganda. Namun, terdapat media massa yang membatasi naskah yang dikirim 8.000 karakter atau tidak lebih dari 6 halaman A-4 spasi ganda. Apabila esai sastra sengaja menulis karyanya melampaui ketentuan di muka, maka jangan berharap karya tersebut dimuat, sekalipun baik dan menarik bagi pembaca.
  2. Penulisan esai sastra hendaklah menggunakan jenis font Times New Roman ukuran 12. Di samping itu, penulisan esai sastra harus rapi, telah sempurna disunting, serta terbebas dari salah cetak aksara dan tanda baca. Apabila penulisan esai sastra masih acak-acakan, jangan diharap naskah tersebut bakal dimuat. Mengingat banyak redaktur tidak punya banyak waktu untuk membenahi esai sastra yang penulisannya masih awut-awutan.
  3. Hendaklah esai sastra yang dikirim tidak berupa naskah baik ditulis dengan mesin tik manual maupun di-print-out. Sekalipun menarik bagi pembaca, namun naskah tersebut tidak akan dimuatnya. Mengingat redaktur tidak punya banyak waktu untuk mengetik ulang naskah terebut. Sebaiknya, naskah yang di-save dengan format 'rich text format' dikirim ke alamat email redaktur dengan cara meng-attachment terlebih dahulu. Jangan sesekali mengemail naskah ke badan email! Karena, hal ini akan menyebabkan struktur penulisan naskah akan mengalami perubahan atau rusak.
  4. Selagi karya esai sastra yang Anda kirimkan ke media massa belum dimuat, jangan putus asa untuk terus mengirimkannya. Kirimkan esai sastra Anda seminggu sekali, hingga redaktur mengenal nama dan karya Anda. Sesudah mengetahui kualitas karya-karya Anda, maka redaktur pasti memuatnya.
  5. Sesudah esai sastra kiriman lama berhasil dimuat di media massa tertentu, jangan cepat-cepat mengirim esai sastra yang baru. Kirimkan esai sastra yang baru sesudah 2-3 bulan pemuatan esai sastra kiriman lama. Karena dalam waktu 2-3 tersebut, redaktur akan memuat karya esai sastra dari penulis lain yang sedang mengantri. [Sri Wintala Achmad]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun