"Ketahuilah! Maimunah yang selalu memintamu untuk menebang pohon jambu itu hanya didorong rasa keiriannya. Iri karena pohon warisan kakekku itu selalu berbuah. Tak seperti pohon jambu yang sesudah ia tanam di halaman rumahnya selalu mati. Ia mendapatkan kutukan dari kakek. Barang siapa menebang pohon jambu dan memakan buahnya akan menemui petaka besar."
Benar apa yang dikatakan istriku. Sejam kemudian, Kyai Mahmud mengumumkan lewat load speaker surau, "Maimunah meninggal. Jenazahnya akan dikubur selepas dluhur." Tanpa rasa dendam, aku berangkat melayat. Turut mengantarkan jenazahnya ke makam.
Malam usai pemakaman Maimunah, tetangga kiri-kanan berdatangan di halaman rumahku. Berkerumun di seputar tonggak pohon jambu. Ketika aku tanya kenapa berdatangan di halaman rumahku, jawab mereka ringan, "Kami mendengar rintihan arwah Maimunah yang bersumber dari tonggak pohon jambu ini. Ia meminta tolong pada kami untuk membebaskannya."
-Sri Wintala Achmad-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H