Rasmin mengangguk.
Icha meninggalkan ruang tamu. Mengambilkan handuk dan satu stel pakaian ayahnya. Memberikannya pada Rasmin. Selagi mandi, pikiran Rasmin terus tercurah pada lukisan figur Rustamaji. Anaknya yang semula menjadi mata-mata Belanda, hingga Rustam menjadi kijang buruan. Mati suri di tengah hutan selama dua abad.
***
HABIS mandi dan mengenakan pakaian, Rasmin merasa terlahir kembali. Usai sarapan, Rasmin kembali duduk di ruang tamu. Memelototi lukisan figur Rustamaji. Tanpa sepengetahuan Icha yang tengah bermain dengan robot anjing herdernya di belakang rumah, Rasmin menanggalkan lukisan itu dari dinding. Pergi tanpa pamit.
Setiba di kota, Rasmin memanjat tower yang menjulang di samping pusat perbelanjaan. Sambil merobek-robek kanvas lukisan figur Rustamaji, Rasmin Berkata lantang pada orang-orang yang berkerumun di bawah, "Ketahuilah! Lukisan yang aku robek-robek ini, lukisan figur anakku yang semasa hidupnya menjadi mata-mata Belanda. Menjadi pengkhianat perjuangan. Jejak yang ditinggalkan harus dimusnahkan, agar tak kalian ikuti. Aku harus segera membawa sampah lukisan ini ke alam kematian. Menyerahkan pada Pangeran Dipanegara yang masih menungguku di depan pintu surga."
Orang-orang di kaki tower itu masih tengadah. Mencurahkan pandang pada Rasmin yang kemudian tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. Memejamkan mata rapat-rapat, saat Rasmin terjun bebas dari puncak tower sambil mendekap lukisan itu. Mengerumuni mayat Rasmin yang kepalanya hancur terbentur trotoar. Sehancur lukisan yang terlepas dari tangannya.
- Sri Wintala Achmad -