Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Terjun Bebas dari Puncak Tower

9 Maret 2018   08:18 Diperbarui: 9 Maret 2018   08:29 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasmin mengangguk.

Icha meninggalkan ruang tamu. Mengambilkan handuk dan satu stel pakaian ayahnya. Memberikannya pada Rasmin. Selagi mandi, pikiran Rasmin terus tercurah pada lukisan figur Rustamaji. Anaknya yang semula menjadi mata-mata Belanda, hingga Rustam menjadi kijang buruan. Mati suri di tengah hutan selama dua abad.

***

HABIS mandi dan mengenakan pakaian, Rasmin merasa terlahir kembali. Usai sarapan, Rasmin kembali duduk di ruang tamu. Memelototi lukisan figur Rustamaji. Tanpa sepengetahuan Icha yang tengah bermain dengan robot anjing herdernya di belakang rumah, Rasmin menanggalkan lukisan itu dari dinding. Pergi tanpa pamit.

Setiba di kota, Rasmin memanjat tower yang menjulang di samping pusat perbelanjaan. Sambil merobek-robek kanvas lukisan figur Rustamaji, Rasmin Berkata lantang pada orang-orang yang berkerumun di bawah, "Ketahuilah! Lukisan yang aku robek-robek ini, lukisan figur anakku yang semasa hidupnya menjadi mata-mata Belanda. Menjadi pengkhianat perjuangan. Jejak yang ditinggalkan harus dimusnahkan, agar tak kalian ikuti. Aku harus segera membawa sampah lukisan ini ke alam kematian. Menyerahkan pada Pangeran Dipanegara yang masih menungguku di depan pintu surga."

Orang-orang di kaki tower itu masih tengadah. Mencurahkan pandang pada Rasmin yang kemudian tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. Memejamkan mata rapat-rapat, saat Rasmin terjun bebas dari puncak tower sambil mendekap lukisan itu. Mengerumuni mayat Rasmin yang kepalanya hancur terbentur trotoar. Sehancur lukisan yang terlepas dari tangannya.

- Sri Wintala Achmad -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun