Saron dibuat dari besi, kayu, karet, dan paku dengan bentuk seperti lesung kecil. Kata saron berasal dari sero (keras). Berdasarkan maknanya, saron mengajarkan kepada manusia agar senantiasa lantang dalam menyuarakan kebenaran.
Gender yang merupakan salah satu insrumen gamalen tersebut berasal dari kata gendera (bendera). Selain itu, gender pula menyimbolkan suatu permulaan kehidupan. Karenanya, gender selalu ditabuh sebagai pembuka suatu gending.
Rebab merupakan salah satu alat instrumen gamelan yang dibunyikan terlebih dahulu ketika gender tidak ada. Adapun makna filosofisnya agar manusia di dalam melakukan sesuatu memiliki tujuan atau keinginan yang jelas. Tentu saja tindakan tersebut tidak menyimpang dari kebenaran dan kebajikan.
Gambang yang merupakan salah satu macam instrumen gamelan tersebut berasal dari kata gamblang (jelas) atau imbang (seimbang). Berdasarkan asal katanya, maka gambang mengandung makna filosofis agar manusia senantiasa jelas apa yang akan dilakukan serta menyeimbangkan antara kebutuhan lahir dan batin.
Suling merupakan salah satu macam intrumen gamelan yang terbuat dari bambu. Suling berasal dari kata eling (ingat). Artinya, manusia hendaklah tidak meninggalkan kewajiban dan selalu ingat kepada Tuhan yang telah menciptakannya.
Siter yang merupakjan salah satu macam instrumen gamalen tersebut berasal dari kata ngeterke (mengantarkan). Artinya, manusia harus mampu mengantarkan atau membimbing orang lain pada suatu tujuan (perbuatan) yang baik.
Gong merupakan salah satu macam  instrumen gamelan yang bila ditabuh menimbulkan suara yang mantab. Karena selalu ditabuh di akhir gending, maka gong mengandung makna filosofis agar manusia selalu mengakhiri hidupnya dengan sempurna.
Bunyi Gamelan
Selain terdapat pada macam instrumen gamelan, makna filosofis terdapat dalam bunyi gamelan. Di mana disebutkan di muka bahwa bunyi dari berbagai macam instrumen gamelan ketika dipukul adalah neng, nung, ning, nang, dan nong.
Bunyi neng pada gamelan memiliki makna meneng (diam) secara ragawi. Karenanya, neng identik dengan sembah raga yang dilakukan ketika melakukan meditasi, samadi, atau bersembahyang kepada Tuhan Sang Pencipta Semesta Raya.
Bunyi ningpada gamelan memiliki pengertian ening (tenang) atau wening (jernih) secara batiniah. Kata ning ini mengacu pada sembah rasa, di mana ketika seseorang bersembahyang bukan sekadar diam secara ragawi, namun harus  tenang dan jernih batiniahnya.