Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Roh Dumadi yang Menjelma Burung Kematian

8 Maret 2018   18:53 Diperbarui: 8 Maret 2018   19:03 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: burungue.blogspot.co.id

"Pertanyaan yang mana?"

"Kenapa Nenek tampak sangat sedih? Apa karena tak dapat melihat helikopter-helikopter itu?"

Sangli mengangguk.

"Nenek bohong!"

Sangli menggeleng.

"Jangan mengelak, Nek!" Badrul mengerling kedua mata Sangli yang berusaha keras untuk menyembunyikan duka hatinya. "Aku tahu kenapa Nenek bersedih hati. Bukankah Nenek sedang memikirkan ayah yang akan dieksekusi mati di Pulau Kematian? Jangan bersedih, Nek! Ayah akan mengurangi sedikit dari setimbun dosanya. Karena satu nyawa Ayah belum cukup untuk menggantikan ribuan nyawa korban pengeboman yang tak berdosa itu."

Sangli terhibur dengan perkataan Badrul. Maka sejak hari itu, Sangli tak lagi memikirkan nasib Dumadi yang akan dieksekusi mati di Pulau Kematian. Sangli berusaha keras untuk merelakan kematian Dumadi. Dengan merelakannya, Sangli berharap agar mendiang Dibya segera menemukan jalannya ke surga.

Hari-hari melintas tak terkendali. Sangli meyakini kalau Dumadi yang dibawa salah satu dari ketiga helikopter menuju Pulau Kematian sebulan silam itu telah dieksekusi mati. Sangli semakin yakin, ketika tetangga kiri-kanannya yang rajin menonton televisi itu menceritakan kalau Dumadi telah dieksekusi bersama para pesakitan lainnya. Mendengar cerita itu, Sangli berusaha membendung air matanya. Namun berkat kematian Dumadi, Sangli yang kemudian mendapatkan bisikan gaib lewat mimpinya itu sedikit terhibur. Mendiang Dibya telah menemukan jalan ke surga.

Kebahagian Sangli tak berlangsung lama. Sebagai ibu yang telah melahirkan Dumadi, Sangli sangat tersinggung ketika mayat Dumadi tak diperbolehkan orang-orang untuk dikuburkan di Desa Brebek. Karenanya, Sangli yang terpaksa mengikuti saran Badrul itu segera menguburkan mayat anaknya ke sepetak ladang warisan Dibya di tepian desa.

 Selepas pemakaman Dumadi, Sangli kembali menghadapi masalah. Mayat Dumadi yang telah dikubur itu kembali menjadi teroris. Roh halusnya menjelma seekor burung hantu bermata api  yang memasuki setiap rumah penduduk. Burung kematian yang mengintai nyawa orang-orang  tengah tertidur pulas di tengah malam . Karena tak tahan dengan sebutan "Ibu Teroris" dari tetangga kiri-kanannya, Sangli meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan Badrul. Tak pernah kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun