Wayang purwa merupakan salah satu produk seni tradisi yang sampai sekarang masih digelar di depan publik. Ini layak disyukuri. Mengingat banyak seni tradisi, semisal: emprak, dadung awuk, srandul, wayang beber, wayang tengul, dan masih banyak lain mengalami 'mati suri'.
Masih menggairahkannya pergelaran wayang purwa dikarenakan selalu mengalami inovasi pada berbagai unsur yang meliputi: bentuk wayang; alur cerita; kombinasi gagrak Yogyakarta dan Surakarta; sabetan; penampilan dua atau tiga dalang dalam satu, dua, atau tiga kelir; pelibatan artis (penyanyi dan pelawak) dalam adegan limbukan atau gara-gara; pencahayaan; dan musik pengiring.
Menyoal pendapat banyak orang yang menyoal inovasi di dalam pertunjukan wayang purwa selalu mengundang kontroversi -- pro dan kontra. Pihak yang pro mengatakan, "Inovasi sangat diperlukan. Agar seni wayang purwa senantiasa hidup nut jaman kelakone (mengikuti zaman). Pihak yang kontra mengklaim, "Inovasi merusak pakem. Suatu aturan baku yang diadiluhungkan di dalam pergelaran wayang purwa."
Dalam hal ini, saya tidak bermaksud membenarkan atau menyalahkan pernyataan dari pihak yang pro atau yang kontra terhadap inovasi di dalam pertunjukan wayang purwa, melainkan sekadar menunjukkan bahwa inovasi tersebut sebenarnya telah dimulai oleh Ingkang Suwargi Ki Suparman (Sleman) dan Ingkang Suwargi Ki Hadi Sugito (Kulon Progo).
Sementara Ki Hadi Sugito, dalang kondang karena kecanggihannya dalam antawacana dan sense of humor-nya tersebut pula melakukan inovasi. Di mana unsur komedial yang dimaksudkan guna menjaga suasana segar sepanjang pertunjukan (baik lakon carangan maupun babad) tersebut tidak hanya melalui tokoh-tokoh punakawan atau emban, Durna, Sarja Kusuma, Durmagati, Citraksi, Sengkuni, Dursasana, Burisrawa, Pragota, Udawa, Antasena, Wisanggeni, Yamadipati, atau Narada; melainkan melalui tokoh-tokoh ksatria dan raja berkarakter halus, seperti: Setyaki, Pancawala, Kresna, Puntadewa, Baladewa dan lain-lain.
Inovasi yang terkesan gila-gilaan di dalam pertunjukan wayang purwa dilakukan oleh Ki Enthus Susmono. Karena selain inovasi yang sebagaimana Manteb lakukan, Ki Enthus Susmono yang terkadang dibantu para wiyaga selalu memertontonkan sikap 'kejam' kepada tokoh-tokoh berkarakter jahat, seperti: melempar, memukuli, mencabik-cabik, dan mencacah-cacahnya di atas kotak engan senjata tajam. Hal yang terkesan sensasional, di mana Ki Enthus Susmono sering menampilkan tokoh raksasa setinggi 3 meter di hadapan para penonton.
Dari uraian di muka dapat ditangkap bahwa inovasi di dalam pertunjukan wayang purwa mulai disentuh oleh Ki Suparman dan Ki Hadi Sugito (dua dalang segenerasi Ingkang Suwargi Ki Timbul Hadi Pratyitno dan Ingkang Suwargi Ki Sugi Cermo Sardjono). Sekalipun hasil inovasi keduanya belum setotal yang dilakukan oleh Ki Manteb Sudarsono dan Ki Enthus Susmono.
Sekalipun demikian, kritik dari pihak yang kontra terhadap inovasi pertunjukan wayang purwa seyogianya tidak dituduh sebagai bentuk keirihatian pasar. Pengertian lain, kritik tersebut musti dimaknai sebagai kendali agar pertunjukan wayang purwa bukan sekadar obyek tontonan, namun sebagai media tuntunan yang memiliki tatanan.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H