Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Batu Akik Bergambar Naga

3 Maret 2018   14:50 Diperbarui: 3 Maret 2018   15:57 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: deden08m.com

DESA Ngadiluwih geger, saat orang-orang mendengar Goprak menemukan batu akik bergambar naga sesudah bertapa di makam Nyi Gantiwarni tujuh malam tujuh hari. Orang-orang berdatangan di rumah Goprak. Menyaksikan batu akik yang diyakini dapat mendatangkan rezeki dari delapan penjuru.

Berita menggemparkan tentang penemuan batu akik bergambar naga oleh Goprak kian meluas sesudah beberapa televisi swasta nasional mewartakannya. Nama Goprak kian tersohor.

Terlebih ketika banyak orang menyebut batu akik itu dengan "batu goprak". Selain sebagai nama lelaki itu, goprak bermakna sebagai alat pengusir burung di sawah. Karenanya, mereka menganggap kalau batu akik itu juga dapat dijadikan alat tolak balak.

Karena tak lagi menggunakan akal sehatnya, orang-orang kaya yang rakus berdatangan ke rumah Goprak untuk membeli batu akik bergambar naga. Kebanyakan mereka menawar batu akik itu seharga 1 M. Beberapa orang menawar 2 M. Babah King dari Negeri Singa nekad manawar 3,5 M. Namun, mereka pulang bertangan hampa. Goprak tak ingin menjual batu akiknya.

"Sebaiknya kamu jual batu akik itu pada Babah King. Dengan 3.5 M, kita dapat punya rumah dan mobil mewah." Istri Goprak menyarankan. "Ingat, Kang! Beras, bumbu dapur, gula, teh, dan kopi sudah habis. Kompor gas sudah memerah apinya. Tagihan listrik sudah dua bulan menunggak. Beaya sekolah kedua anak kita sudah menanti."

"Santai saja!" Goprak menjawab dengan nada dingin. "Percayalah! Tak lama lagi, kita akan menjadi milyuner. Berkat batu akik ini, uang akan datang dengan sendirinya. Tanpa aku harus bekerja keras di proyek. Bersabarlah!"

"Bersabar?" Istri Goprak membanting asbak kosong. "Bersabar sampai kiamat tiba? Sudahlah, Kang! Kalau kamu tak mendapatkan uang minggu ini, lebih baik kita cerai! Aku sudah tak kuat hidup bersama seorang pemimpi besar yang malas bekerja."

"Cerai?" Gobrak tertawa ngakak. "Baik. Sesudah mendapatkan uang yang akan muncul dari dasar bumi seperti mata air dan menumpah deras serupa hujan dari langit, aku akan membawamu ke KUA. Aku akan menceraikanmu."

Mendengar jawaban Goprak yang tak masuk akal, istrinya hanya terdiam dengan wajah masam. Tak ada kata yang perlu diucapkan. Tak ada tindakan yang perlu dilakukan, selain memasuki kamar. Mengemasi seluruh pakaian. Pulang  tanpa sepeser uang ke rumah orang tuannya. Beserta kedua anaknya yang perutnya mulai akrab dengan rasa lapar.

Kepergian istri dan kedua anaknya tak merubah pendirian Goprak untuk tidak menjual batu akiknya. Tak merubah niatnya untuk tidak bekerja di proyek, sebagaimana dilakukan sebelum mendapat batu akik itu. Dalam hati, Goprak masih yakin kalau uang akan segera datang bagai bah di musim ke sembilan.

***    

BULAN demi bulan, Goprak menunggu datangnya keajaiban dari batu akik bergambar naga yang diyakininya dapat mendatangkan rezeki berlimpah. Namun sekian lama ditunggu, rezeki itu tak kunjung tiba. Hingga, pendiriannya mulai goyah. Goprak bermaksud menjual batu akiknya pada Babah King.

Sesudah mendapatkan uang pinjaman dari bank dengan jaminan sertivikat tanah, Goprak ingin terbang ke Negeri Singa. Menjual batu akiknya pada Babah King. Jam tujuh pagi, pesawat yang ditumpanginya lepas landas dari bandara. Menuju Negeri Singa. Negeri kecil yang tingkat kemakmurannya sepuluh kali lipat dengan negerinya sendiri.

Mengacu alamat pada kartu nama, Goprak yang keluar dari bandara di Negeri Singa itu bergegas menuju rumah Babah King dengan taksi. Sesampai di depan pintu pagar besi yang mengelilingi rumah mewah berlantai tiga, Goprak ditemui seorang lelaki muda bermata sipit.

"Anda siapa?" Lelaki muda itu menatap Goprak penuh selidik. "Tampaknya Tuan datang dari jauh?"

"Benar,"  jawab Goprak santun. "Perkenalkan. Namaku Goprak."

"Apa maksud kedatangan Tuan Goprak di rumahku?"

"Ingin menjual batu akik bergambar naga pada Babah King."

"Ayah telah meninggal dua hari lalu. Terkena serangan jantung."

Wajah Goprak pucat. Tanpa mengucap salam, Goprak kembali ke bandara dengan taksi. Sepanjang perjalanan, tak ada yang dipikirkan. Selain harapannya untuk mendapatkan uang 3,5 M telah pupus. Dalam diam, Goprak mengutuk Nyi Gantiwarni. Leluhur Ngadiluwih yang memberikan bisikan kalau batu akik miliknya akan mendatangkan rezeki berlimpah.

***

JAM tujuh malam, pesawat yang ditumpangi Goprak landing di bandara terbesar di negerinya. Dengan langkah gontai, Goprak meninggalkan bandara. Selagi menunggu angkot di trotoar jalan, seorang lelaki menyambar ranselnya yang berisi perbekalan dan batu akik bergambar naga. Teriakannya sia-sia. Lelaki itu telah kabur dengan motornya.

Goprak yang terduduk lunglai di trotoar jalan itu melihat langit tak berbintang tampak akan runtuh. Menimbun tubuh dan harapannya. Harapan untuk menjadi seorang milyuner. Harapan untuk memiliki rumah dan mobil mewah, sebagaimana yang diimpikannya semenjak kecil.

Kiranya Tuhan masih bermurah hati pada Goprak. Manakala kakinya sudah tak mampu lagi berjalan, mobil butut mertuanya melintas di depannya. Goprak dibawa ke rumah mertuanya itu. Sesampai tujuan, Goprak diusir istrinya. Dengan hati serasa disayat-sayat ribuan silet, Goprak pulang ke rumah.

Malam itu, Goprak serasa menjadi mayat hidup. Seluruh anggota tubuhnya masih bisa digerakkan, namun semangat hidupnya benar-benar padam. Terlebih saat kehilangan tanah warisan mendiang ayahnya, karena tak mampu mengembalikan hutangnya pada bank. 

Sehari sesudah tanahnya disita bank, Goprak meninggalkan rumah. Menjalani hidup sebagai orang gila. Hidup yang tak pernah direncanakan sebelumnya. Sementara, orang-orang yang mengenal dan melihatnya di jalan selalu berkata dalam hati, "Goprak telah terbebas dari penderitaannya!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun