//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/pada esuk uthuk-uthuk in the morning ia masak/Lepas fajar ia pun berangkar ke sawahnya kerja/Tapi peteng repet-repet in the evening molor di depan tevenya//.
//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/Ia gemar ketoprak, wayang purwa, tarian Jawa/Tapi filem manca tidak."Tak pernah rampung," kritiknya/Ia tak suka teka-teki seperti juga hidupnya//.
//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/Ia pun suka ziarah ke kubur. Nengok bumi leluhur/Kubur bumi lebih mulia ketimbang kubur laut dan api/Ia kirim bunga tanda kasihNya yang abadi//.
//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/Ia suka belanja di pasar Beringharjo di kota/Segala keperluar dapur. Sehabis musim tandur/Dan ia pun rajin menaikkkan beban hidupnya ke surga//.
//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/Ia suka berbagi suka-duka dengan para tetangga/Lha iya, ibu saya. Ia selalu butuh ini dan itu juga/Tapi kebutuhannya tak lebih besar dari Ibukota// -- 1993.
Catatan Akhir
Wanita merupakan makhluk Tuhan yang sangat misterius. Semakin dikenal, makhluk yang tercipta dari tulang rusuk Adam tersebut semakin tidak mudah dipahami. Karenanya sebagai penyair, Linus tidak mampu menguraikan secara definitif tentang wanita. Melalui puisi-puisinya, Linus hanya mampu melukiskan perihal wanita dengan berbagai latar belakang dan profesinya. Mengingat wanita serupa kaca prisma yang mampu mengurai satu warna ke dalam aneka warna. Hingga yang diungkapkan lewat mulutnya belum tentu buah pikiran atau perasaannya. Kalau mata diyakini jendela jiwa, barangkali substansi wanita dapat dilihat lewat sana.
Memahami persepsi Linus perihal substansi wanita memang tidak cukup hanya melalui tiga puisi sebagaimana saya kutip di atas. Namun dari ketiga puisi tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa penilaian terhadap substansi wanita tidak terletak pada sisi fisik, kelas, atau profesi; melainkan kepribadian yang memancar dari relung hatinya. Ini sepaham dengan ide Kartini terhadap perjuangan emansipasi wanita yang sesungguhnya lebih menekankan nilai kepribadian ketimbang penampilan fisik, kelas, atau profesi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H