Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Potret Wanita versi Sosok di Balik "Pengakuan Pariyem"

26 Februari 2018   01:47 Diperbarui: 26 Februari 2018   02:41 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/pada esuk uthuk-uthuk in the morning ia masak/Lepas fajar ia pun berangkar ke sawahnya kerja/Tapi peteng repet-repet in the evening molor di depan tevenya//.

//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/Ia gemar ketoprak, wayang purwa, tarian Jawa/Tapi filem manca tidak."Tak pernah rampung," kritiknya/Ia tak suka teka-teki seperti juga hidupnya//.

//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/Ia pun suka ziarah ke kubur. Nengok bumi leluhur/Kubur bumi lebih mulia ketimbang kubur laut dan api/Ia kirim bunga tanda kasihNya yang abadi//.

//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/Ia suka belanja di pasar Beringharjo di kota/Segala keperluar dapur. Sehabis musim tandur/Dan ia pun rajin menaikkkan beban hidupnya ke surga//.

//Ibu saya, seperti ibu-ibu lain di dusun Jawa/Ia suka berbagi suka-duka dengan para tetangga/Lha iya, ibu saya. Ia selalu butuh ini dan itu juga/Tapi kebutuhannya tak lebih besar dari Ibukota// -- 1993.

Catatan Akhir

Wanita merupakan makhluk Tuhan yang sangat misterius. Semakin dikenal, makhluk yang tercipta dari tulang rusuk Adam tersebut semakin tidak mudah dipahami. Karenanya sebagai penyair, Linus tidak mampu menguraikan secara definitif tentang wanita. Melalui puisi-puisinya, Linus hanya mampu melukiskan perihal wanita dengan berbagai latar belakang dan profesinya. Mengingat wanita serupa kaca prisma yang mampu mengurai satu warna ke dalam aneka warna. Hingga yang diungkapkan lewat mulutnya belum tentu buah pikiran atau perasaannya. Kalau mata diyakini jendela jiwa, barangkali substansi wanita dapat dilihat lewat sana.

Memahami persepsi Linus perihal substansi wanita memang tidak cukup hanya melalui tiga puisi sebagaimana saya kutip di atas. Namun dari ketiga puisi tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa penilaian terhadap substansi wanita tidak terletak pada sisi fisik, kelas, atau profesi; melainkan kepribadian yang memancar dari relung hatinya. Ini sepaham dengan ide Kartini terhadap perjuangan emansipasi wanita yang sesungguhnya lebih menekankan nilai kepribadian ketimbang penampilan fisik, kelas, atau profesi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun