Mohon tunggu...
Achmad Azkiya
Achmad Azkiya Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Lepas

Suka tidak suka serius.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cakap Kentut "Jadilah Diri Sendiri"

13 April 2022   04:48 Diperbarui: 13 April 2022   04:49 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Jadilah diri sendiri', kalimat sakti ini yang setidaknya paling kerap singgah di telingaku, masuk ke dalam kepala, lantas terkirim ke akal pikiran, diolah, dipahami, direnungi. Sekurang-kurangnya kalimat itu bukan hanya mendarah daging di tubuhku saja, teman-temanku yang lain hampir juga suka memakai kalimat sakti itu. Diimani sungguh. Diaplikasikan penuh seluruh.


Aku sendiri bangga ketika menjadi diri sendiri, tidak menjadi orang lain. Namun semakin dekat ke sini semakin aku tak mengerti, sepertinya ada yang kurang pas dengan diriku.


Kalimat 'Jadilah diri sendiri' telah membuatku angkuh. Bayangkan, ketika aku disuruh ibuku menjemur baju misalnya, maka secara otomatis tubuhku menolak untuk disuruh, memberontak dalam diri, tidak mau, titik. Tanpa usah tawar-menawar, tukar tambah apalagi. Ini contoh sepele ke sekian ketika aku mengamalkan petuah 'Jadilah diri sendiri'.


Aku mencoba memahami kembali kalimat sakti itu. Menafsiri dengan lapang. Kurenungi benar-benar. Jangan-jangan kalimat itu salah? Tidak. Tidak usah memanggil salah benar dalam urusan ini.
Dan seketika aku mendapat ilham, "Bung, untuk orang dengan karakter dan watak sepertimu. Lebih tepat kamu menjadi orang lain, jangan jadi diri sendiri. Karena dengan menjadi orang lain manfaatmu lebih banyak dibanding menjadi diri sendiri."


Alhamdulillah, akhirnya sudah kutemukan jawabannya. Ternyata kalimat sakti 'Man Jadda Wajada ' itu sungguh buktinya. Jika jawaban tak ditemukan di alam sadar, maka alam separuh sadar siap menjadi penjawab.


Menjadi orang lain? Ah, mungkin maksudnya begini. Dengan karakter dan watak 'sak karepe dewe' yang kumiliki, mungkin baiknya aku menjadi orang lain, dengan meniru kebaikan yang dilakukan oleh orang lain itu.


Simpelnya begini, ketika temanku si A sedang menyapu-nyapu di kontrakan, yang otomatis di otakku akan terkirim sinyal bahwa ini perbuatan baik, maka segera lah aku harus menjadi temanku si A, ikutan menyapu-nyapu. Menjadi orang lain. Karena jika aku tetap memakai kalimat sakti 'Jadilah diri sendiri', maka aku akan tetap cuek, membiarkan temanku si A menyapu sendirian. Buat apa ditolong? Bodo amat. Membuat capek diri sendiri saja.


Maka, Teman. Aku pertegas kembali kalimatku. Tidak ada salah benar dalam sebuah kalimat. Kata-kata. Quotes. Menurutku sih tergantung bagaimana cara kita menerapkannya dengan baik. Bukan hanya dipakai berdasarkan ego. Dibuat membentengi alasan.


Yang menjadi diri sendiri baik. Yang menjadi orang lain juga tidak selalu tidak baik. Ah ya, kasihan tuh si A. Cepat bantuin menyapunya. Belajar menjadi orang lain.

Juga belajar mencintai pemilik jemari ini, kalaupun mau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun