Mohon tunggu...
Achmad Abdul Arifin
Achmad Abdul Arifin Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Institut Agama Islam Az Zaytun Indonesia

Cerdas, Bijaksana dan Inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menelisik Kebijakan Jokowi terkait Pandemi

23 April 2020   10:57 Diperbarui: 23 April 2020   10:54 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: narasi.tv

Kritik, ya, kata yang cukup membuat telinga para pemangku kepentingan kemerah-merahan. Apalagi terlontar di saat kungkungan virus mematikan seperti saat ini. Yang mana efeknya tidak hanya mengenai kesehatan semata, melainkan berimbas ke sektor-sektor lain. Seperti pariwisata, perindustrian, transportasi, dan lain-lain yang ada sangkut pautnya dengan perekonomian lokal maupun internasional.

Pemerintah-pun tak bisa tinggal diam untuk mengatasi situasi yang begitu pelik ini. Berbagai langkah kebijakan telah diambil dalam rangka menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara supay tidak terlalu bergoyang hebat yang mengakibatkan collapse sebagai konsekuensi terburuknya. Seperti halnya melakukan kampanye secara masif kepada masyarakat untuk tinggal di rumah sampai situasi agak membaik, sering mencuci tangan, dan hindari kerumunan. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sampai kabar terkini tentang pelarangan mudik lebaran tahun ini.

Namun tuaian kritik terhadap berbagai kebijakan tersebut tak ada henti-hentinya. "tidak ada satupun kebijakan yang bisa memuaskan semua kalangan, karena adanya perbedaan sudut pandang", kata Presiden Jokowi ketika di wawancarai oleh Najwa Shihab di Istana Negara baru-baru ini. "apalagi situasi kali ini berbeda, pilihan kebijakan biasanya antara baik dan buruk. Tapi sekarang kita harus memilih kebijakan antara yang buruk dengan yang buruk." Lanjut beliau.

Cukup menarik untuk kita bahas mengenai berbagai kebijakan yang sampai ini sudah diterapkan oleh pemerintah. Mungkin kita bisa beropini sedikit tentang kebijakan-kebijakan tersebut, walaupun sebagian besar opini ini berasal dari para ahli sih hehe..

1. Himbauan Pencegahan Penyebaran Virus Corona

Kebijakan satu ini mungkin yang paling bisa didukung oleh semua kalangan. Bahkan dengan kemajuan teknologi sekarang ini informasi mengenai himbauan tersebut dapat mudah disebarkan. Terkait dengan seperti menghindari kerumunan, rajin cuci tangan, dan diminta untuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah untuk sementara waktu.

Namun setelah beberapa pekan berlalu, muncul permasalahan baru. Ternyata ketahanan ekonomi mayoritas keluarga di Indonesia belum siap untuk ini. Apalagi mereka yang mata pencahariannya mengharuskan untuk keluar rumah. Seperti ojek online, sopir angkutan, pedagang kaki lima, dan sebagainya.

Muncullah berbagai kritik. Ada kritikan yang hanya sekedar nyinyir, ada juga yang memberikan kontribusi solusi untu mengatasinya. Diantaranya adalah pemberlakuan Bantuan Langsung Tunai, Program Keluarga Harapan (PKH), dan Universal Basic Income sebagai kompensasi dan tanggung jawab pemerintah terhadap keberlangsungan hidup rakyatnya.

Dari berbagai solusi tersebut yang paling banyak mendapat dukungan, termasuk saya hehe ialah Universal Basic Income. Dimana 10% dari Produk Domestik Bruto Indonesia dalam setahun dibagaikan kepada 40% warga yang berstatus sosial terbawah. Kalau kurang paham silahkan pelajari sendiri hehe. Solusi ini mungkin yang paling cocok digunakan di masa pandemi ini.

2. Pembatasan Sosial Berskala Besar

Ya, sesuai namanya, kegiatan sosial sehari-hari masyarakat dibatasi secara ketat. Bahkan diawasi oleh pihak kemanan secara langsung. Pertama kali PSBB diterapkan pada 10 April lalu di Jakarta. Poin-poin pembatasannya antara lain melarang adanya kerumunan lebih dari lima orang, pemberhentian kegiatan perkantoran kecuali di 8 sektor, penggunaan transportasi umum dengan maksimal diisi 50% dari daya tampung penumpang, dan seterusnya.

Mungkin secara kasat mata kebijakan ini bisa cukup efektif mencegah penyebaran virus covid19 ini. Namun kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan sesuatu yang belum maksimal. "Pasar masih ramai, terminal di Jakarta Utara masih juga ramai. Saya kira PSBB perlu di evaluasi", kata Presiden Jokowi mengenai kebijakan PSBB yang ada di daerah.

Memang diperlukan kedisiplinan dan kesadaran yang tinggi oleh masyarakat untuk melaksanakan kebijakan yang satu ini. Dan perlu adanya ketegasan secara hukum oleh pemerintah. Kalau tidak, lalu apa bedanya PSBB dengan himbauan yang sudah dilakukan sebelumnya?

3. Pelarangan Mudik Lebaran

Kebijakan terbaru dari pemerintah telah dilontarkan oleh bapak presiden beberapa waktu lalu. Mudik, kebiasaan masyarakat perantau di Indonesia. Untuk merayakan hari raya kemenangan bersama keluarga di kampung halaman. Mudik adalah faktor paling sakral dalam penyebaran covid19. Betapa tidak, kata pak Jokowi mobilitas pemudik setiap tahun berjumlah jutaan. Ini yang harus kita hindari saat ini untuk kebaikan bersama.

Tapi mengapa larangan mudik ini baru dikeluarkan sementara menurut data kemenhub sudah ada 900ribuan perantau yang mudik ke kampung halamannya sampai saat ini. "Itu bukan mudik, tapi pulang kampung" kata Jokowi sambil terkekeh. Lalu apa bedanya mudik dengan pulang kampung? Ya, bedanya Cuma waktu pelaksanaannya saja haha.

Mungkin kebijakan ini terkesan terlambat mengingat jumlah mobilitas sudah terlanjur tinggi. Dan kebijakan ini hanya akan bernilai bullshit ketika tidak ada kebijakan-kebijakan lanjutan lainnya, seperti pemberhentian jadwal transportasi seperti kereta dan pesawat bahkan bus bahkan kalau bisa jalan tol ditutup sementara secara keseluruhan. Itu namanya lockdown dong.. hehe iya

Yakin, kalau hanya sekedar himbauan seperti itu efeknya akan sangat kecil. Mengingat pola tingkah laku orang Indonesia yang terkesan bandel dan tidak taat aturan. Harus ada punishment yang membuat warga menaati dengan baik kebijakan-kebijakan terkait pencegahan penyebaran virus covid19 ini.

Pada akhirnya, negara yang mengaku negara hukum ini sudah kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap instrumen hukum yang ada. Pasti kalaupun diterapkan akan dipolitisir oleh para biadab cukong-cukong pengeruk kekayaan rakyat yang mudah dibodohi.

Salam literasi,

Achmad Abdul Arifin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun