Mohon tunggu...
Achmad Abdul Arifin
Achmad Abdul Arifin Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Institut Agama Islam Az Zaytun Indonesia

Cerdas, Bijaksana dan Inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Financial

Tangan Dingin dalam Menghadapi Krisis

30 Maret 2020   05:40 Diperbarui: 30 Maret 2020   13:23 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai pada hari ini (30/03) bencana luar biasa yang menimpa dunia, yakni pandemi virus covid19 masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Itu mengakibatkan penurunan pada sektor-sektor strategis salah satunya perekonomian.

Tak terkecuali Indonesia. Negeri dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah ini juga pasti terkena imbasnya. Bahkan akhir-akhir ini nilai rupiah anjlok ke nilai 17.000/ 1$ AS. Keadaan yang tak jauh beda dengan beberapa krisis yang sudah kita lalui dahulu.

Jika keadaan seperti itu, berarti harga-harga akan mengalami kenaikan dan daya beli masyarakat aman turun drastis. Akibatnya perusahaan-perusahaan banyak yang bangkrut. Perlu tangan dingin untuk menghadapi masalah besar seperti ini. Bagaimana caranya? Mari kita bahas satu per satu.

Indonesia pernah mengalami krisis moneter pada akhir kekuasaan bung Karno sekitar tahun 1960an. Tak main-main inflasi pada saat itu bisa mencapai 600%. Apalagi ada kebijakan sanering uang, yakni penghilangan 1 angka nol dalam nominal uang. Imbasnya banyak perusahaan yang kelimpungan karena tidak bisa membayar hutang. Tapi ada salah satu pengusaha yang bisa lolos dari keterpurukan itu. Mochtar Riyadi namanya.

Beliau merupakan pendiri Lippo Group. Pada masa krisis itu beliau berkecimpung di dunia perbankan. Tidak cuma satu bank, tapi 4 bank dibawah kendalinya. Dengan tangan dinginnya, beliau dapat melewati badai krisis itu dengan menggabungkan 3 bank miliknya. Dengan persetujuan para pemegang saham tentunya.

Tapi untuk membuat para pemegang saham untuk setuju itu tidak mudah. Butuh teknik negosiasi tingkat tinggi. Dan dari 4 bank tersebut, ada 1 bank yang tidak berhasil diyakinkan oleh Mochtar Riyadi untuk menggabungkan diri.

Walaupun sempat merugi besar, tapi seiring berjalannya waktu kondisi ekonomi dan politik nasional semakin stabil.

Tahun 1998, sekali lagi Indonesia mengalami hal yang sama. Dan orang yang mempunyai tangan dingin kali ini adalah pengusaha media terbesar di Indonesia, Harry Tano Soedibjo.

Pada masa krisis tersebut hampir semua orang menjual asset-nya. Mulai dari saham, obligasi sampai properti. Karena tidak mau rugi lebih besar lagi nantinya. Sebagai seorang pengusaha di bidang investasi, tentu bung Hary juga merugi besar.

Tapi beliau melihat peluang berlian dalam masa krisis ini. Keputusan visioner nya adalah, beliau membeli gedung-gedung dan properti yang strategis dan harganya sedang anjlok luar biasa. Memang tahun-tahun awal setelah krisis itu, tidak ada benefit yang signifikan diterima olehnya. Tapi coba lihat sekarang, media cetak sampai media televisi telah dikuasainya.

Sampai pada kesimpulan bahwa, dalam masa krisis seperti ini kita jangan panik dan khawatir. Amati apa saja yang dilakukan oleh para cendekiawan usaha dalam bertindak. Pelajari orang-orang sukses yang lahir karena masa krisis. Yakinlah, badai pasti berlalu.

#dirumahaja #dirumahajatilawah

Salam literasi,

Achmad Abdul Arifin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun