Ted Cruz maupun Marco Rubio sebelas-duabelas dengan Trump, sama-sama mengangkat isu-isu mengenai perbatasan, imigrasi, maupun meningkatnya radikalisme atas nama agama. Namun, dalam berbagai pernyataan yang dikeluarkan saat kampanye ataupun debat, semua yang mereka utarakan memang sama dengan visi-misi Trump namun dalam bahasa yang diperhalus agar tidak mengundang kontroversi. Secara umum, pandangan mereka dalam politik luar negeri bisa dibilang kurang lebih sama namun agak "membumi" daripada Trump.
PARTAI DEMOKRAT
[caption caption="Bernie Sanders dan Hillary Clinton dalam salah satu acara debat capres Partai Demokrat. (E! Online)"]
Hanya ada dua kandidat presiden dari Partai Demokrat, dan dua-duanya merupakan figur senior: Hillary Clinton dan Bernie Sanders. Secara umum, kebijakan luar negeri AS di bawah Partai Demokrat cenderung “bermain aman”, fokus pada isu perdamaian di seluruh kawasan, menghindari keterlibatan langsung dalam setiap konflik bersenjata, serta lebih berkonsentrasi pada isu-isu dalam negeri. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan luar negeri Barack Obama dalam masalah Suriah yang lebih mengedepankan anjuran untuk negosiasi semua pihak yang bertikai daripada terang-terangan mengirim pasukan (walaupun keterlibatan AS secara incognito/tidak langsung telah banyak diketahui).
Hillary Clinton merupakan figur berpengalaman Partai Demokrat, pernah menjabat sebagai senator New York selama beberapa tahun dan menjadi menteri luar negeri AS pada empat tahun pertama Barack Obama menjabat sebagai presiden. Dalam berbagai pidato kampanye, Hillary lebih berfokus pada kemitraan ekonomi AS dengan negara-negara lain agar bisa membangun perekonomian dunia yang lebih baik. Selain itu, saat menjabat sebagai menteri luar negeri, Hillary sempat mengeluarkan kebijakan Pivot to Asia di mana AS lebih berfokus pada negara-negara Asia dalam segala hal mulai dari perdagangan, keamanan, hingga militer. Para pengamat juga beranggapan kebijakan yang sama juga akan dilakukan jika terpilih.
Namun bulan lalu, Jeffrey Sachs, seorang profesor ekonomi dan pemikir politik terkemuka asal AS mengatakan bahwa Hillary justru akan menciptakan Perang Dingin baru. Sachs berargumen bahwa saat menjabat sebagai menlu, Hillary banyak menempatkan AS dalam posisi mendukung setiap perang. Selain itu, Hillary juga dikatakan mendukung setiap operasi intelijen dan militer di seluruh dunia. Ini bisa dilihat dari keterlibatan AS dalam konflik di Libya dulu dan Suriah pada masa sebelum perang saudara.
Hal yang menarik dicatat adalah donatur kampanye terbesar Hillary pada kampanye kandidat capres Demokrat berasal dari berbagai kontraktor senjata AS. Tentu saja ini menjadi indikasi besar haluan kebijakan luar negeri AS yang berubah menjadi militeris. Dan hal ini ditakutkan akan berujung kepada konflik yang lebih “dingin” dengan Rusia yang kini juga cenderung militeris.
Bernie Sanders, senator asal Vermont, negara bagian Virginia, bisa dibilang cukup eksentrik (dalam artian positif) jika dilihat dari berbagai pernyataannya baik di kampanye maupun debat. Banyak yang mengatakan Sanders kurang berpengalaman untuk masalah kebijakan luar negeri, karena Sanders lebih berfokus pada isu-isu dalam negeri yang dianggapnya lebih penting serta menekankan pentingnya pembangunan ekonomi dengan cara kerja sama antarnegara. Tapi dalam kampanye di South Carolina akhir Februari lalu, Sanders mengatakan bahwa krisis yang terjadi di Irak dan Suriah saat ini merupakan masalah yang ditimbulkan oleh mantan presiden George W. Bush saat Invasi Irak 2003. Bisa ditebak jika terpilih sebagai presiden AS, Bernie Sanders akan lebih memprioritaskan perdamaian di seluruh kawasan, menghindarkan AS dari campur tangan ke dalam konflik, serta lebih berfokus pada pengeratan kemitraan strategis antarnegara.
Ini semua hanyalah perkiraan, namun sangat penting bagi kita untuk tahu ke mana berbagai kemungkinan arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Dan kita sebagai negera berkembang tentu saja akan ikut terpapar kebijakan luar negeri tersebut, entah dalam bentuk apapun itu nantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H