Mohon tunggu...
Achmad Rafi
Achmad Rafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa PWK²³ Universitas Negeri Jember

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Utang Luar Negeri Indonesia (Studi Kasus: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Sekitar USD 6 Miliar)

4 Juni 2024   20:35 Diperbarui: 4 Juni 2024   21:27 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian besar pembiayaan proyek ini berasal dari pinjaman luar negeri. China Development Bank menyediakan sekitar 75% dari total pembiayaan, sementara sisanya berasal dari konsorsium perusahaan Indonesia dan China. Pinjaman ini diberikan dengan bunga rendah dan jangka waktu yang panjang, yang membuatnya menarik bagi Indonesia.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan salah satu contoh konkret dampak hutang luar negeri terhadap proyek infrastruktur besar di Indonesia. Dengan total investasi sekitar USD 6 miliar, proyek ini telah menarik perhatian luas karena berbagai dampaknya, baik positif maupun negatif. Di sisi positif, proyek ini diharapkan dapat meningkatkan konektivitas antara Jakarta dan Bandung dengan mengurangi waktu tempuh dari sekitar 3 jam menjadi hanya 45 menit.  Hal ini tidak hanya  menghemat waktu  penumpang tetapi juga meningkatkan efisiensi pengangkutan barang dan jasa  antara kedua kota.  Selain itu, perluasan infrastruktur ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sepanjang koridor transportasi, menarik investasi, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong pembangunan ekonomi lokal di wilayah yang bersinggungan dengan kereta api berkecepatan tinggi.

Kerjasama dengan pihak asing dalam proyek ini juga membawa transfer teknologi dan keahlian dari luar negeri ke Indonesia, yang dapat meningkatkan kapasitas dan kompetensi teknis dalam negeri dalam bidang pembangunan infrastruktur dan teknologi perkeretaapian. Namun, proyek ini juga memiliki dampak negatif. Sebagian besar pembiayaan proyek berasal dari pinjaman luar negeri, terutama dari China Development Bank yang menyediakan sekitar 75% dari total pembiayaan. Meskipun pinjaman ini diberikan dengan bunga rendah dan jangka waktu yang panjang, tetap saja menambah beban hutang bagi Indonesia. Jika proyek tidak berjalan sesuai rencana, ada risiko bahwa pendapatan yang dihasilkan tidak cukup untuk membayar hutang tersebut.

Selain itu, mengingat sebagian besar hutang adalah dalam mata uang asing, fluktuasi nilai tukar dapat meningkatkan beban pembayaran hutang. Jika nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS atau yuan China, jumlah yang harus dibayar dalam rupiah akan meningkat, sehingga menambah beban fiskal. Proyek ini juga menghadapi isu sosial dan lingkungan, seperti pembebasan lahan yang menyebabkan beberapa protes sosial dari masyarakat yang terkena dampaknya. Isu-isu seperti penggantian yang adil, relokasi penduduk, dan dampak lingkungan menjadi tantangan yang harus dihadapi. Penanganan yang tidak tepat terhadap isu-isu ini dapat menimbulkan ketidakpuasan dan konflik sosial. Ketergantungan yang tinggi terhadap dana asing juga dapat menjadikan Indonesia rentan terhadap perubahan kondisi perekonomian global. Jika terjadi krisis ekonomi atau perubahan politik di negara pemberi pinjaman, Indonesia mungkin akan kesulitan  mengelola utangnya dan melanjutkan proyeknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun