Jejak Pegiat Literasi Pramoedya Ananta Toer didalam Penjarau
Pramoedya Ananta Toer lahir pada tahun 1925 di Blora, Jawa Tengah. Kisahnya sungguh tragis dan menginspirasi kalangan pegiat literasi. Selama hidupnya, beliau berada di penjara. Penjara menjadi saksi bisu dan sosok yang diteladani oleh masyarakat luas. Bukan waktu lama beliau hidup di penjara. Sejak zaman orde baru lama telah ditahan oleh kolonial selama kurun waktu 1 tahun lamanya. Selanjutnya, pada masa orde baru pulau Nusa-kambangan dan pulau buru menjadi jejak beliau tanpa adanya proses keadilan. Â
Keadilan yang seharusnya didapatkan kala itu nyatanya tidak beliau rasakan. Justru, hukuman kepadanya tidak ada toleransi. Ada sebuah kabar baik bahwa pada tanggal 21 Desember 1979, beliau mendapatkan remisi atau surat pembebasan secara hukum tidak bersalah terkait keterlibatan dalam G30S PKI. Akan tetapi, masih diberlakukan tahanan rumah, kota bahkan negara hingga tahun 1999. Beliau harus wajib lapor kepada kodim Jakarta Timur satu kali dalam seminggu selama kurun waktu 2 tahun.Â
Hasil karya yang beliau torehkan selama hidupnya berada di penjara. Salah satu karya yang beliau tulis ialah "Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak langkah, dan rumah kaca)". Pada kondisi yang mengenaskan dengan hidup di jeruji besi tidak menghalangi Pramoedya Ananta Toer untuk berhenti menulis. Beliau masih menyempatkan waktu untuk menulis setiap harinya selama berada di jeruji besi (penjara). Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional, tutur Pramoedya Ananta Toer. Selama menulis pernah dilarang hingga dibakar tulisan. Betapa sedihnya dan kecawa ketika tulisan anda tidak dihargai justru dibakar begitu saja. Hal ini terus terulang bukan satu kali melainkan berkali-kali karyanya di bakar oleh pihak petugas. Para petugas geram melihat nya karena tidak ingin melihat Pramoedya Ananta Toer menyelesaikan tulisannya hingga dibukukan.Â
Kerja keras dari hasil usahanya dan pantang menyerah untuk berkarya untuk bumi Pertiwi. Akhirnya membuahkan sebuah hasil yang menganggungkan dan sangat diapresiasi. Melalui konsisten nya menulis selama ini dan bagaimana kondisinya ia akan menulis. Dari hasil tangannya sendiri lebih dari 50 karya dan diterjemahkan dari berbagai bahasa. Bahasa yang berhasil beliau terjemahkan sejumlah 43 bahasa asing. Sungguh luar biasa dan sangat inspiratif jejak nya menjadi pegiat literasi pada zaman itu. Pada zaman itu belum adanya teknologi secanggih saat ini, sehingga hasil tulisannya berupa manual hasil pemikirannya. Setiap kata telah beliau susun sedemikian rupa sesuai ide yang ada dalam benaknya. Meskipun kalimat yang ditulis susah dimengerti bagi masyarakat awam tetapi melalui tulisannya pula terdapat hal-hal luar biasa mulai jejak dan pengalaman nya telah ditulis didalamnya.
Karena kiprahnya di gelanggang sastra dan kebudayaan, Pramoedya Ananta Toer mendapatkan penghargaan atas pencapaiannya secara internasional, antara lain; The Pen Freedom To Write Award pada tahun 1988, Ramon Magsaysay Awar pada tahun 1995, Fukuoka Culture Grand Price Jepang pada tahun 2000, dan Presiden Chile Senor Richardo Lagos Escobar. Pada puncak akhir hidupnya, Pramoedya Ananta Toer sebagai kandidat kuat sebagai salah satu wakil Indonesia namanya berkali-kali menjadi kandidat kuat pemenang "Nobel Sastra".
Jejak langkah Pramoedya Ananta Toer sebagai spirit dalam membumikan literasi di masa kini, dimana teknologi telah merajai semuanya. Keuletan dan ketekunan serta pantang menyerah beliau selama memberikan edukasi mengenai karya yang ditulis. Sebagai generasi saat ini, mari kita mencontoh jejak beliau meskipun tidak bisa semuanya tetapi sedikit semoga menjadi inspirasi dalam hidup Anda. Tantangan, rintangan dan hambatan yang dihadapi bagi pejuang literasi pasti ada, tinggal bagaimana caranya mengatasi semua itu dengan pemikiran bijak dan cerdas. Semoga kisah dari Pramoedya Ananta Toer mengantarkan para pemuda Indonesia menyukai literasi dan bisa bersaing dikancah internasional. Sedikit semoga ada manfaatnya.
Pramoedya Ananta Toer selain seorang pembangkang paling masyhur adalah juga Albert Comus-nya Indonesia. Kesamaan di segala tingkat, belum lagi kemampuannya mengkonfrontasikan berbagai masalah monumental dengan kenyataan kesehari-hadian yang paling sederhana...~The Dan Fransisco Chronicie~
Mojokerto, 6 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H