Mohon tunggu...
Achmad Fahad
Achmad Fahad Mohon Tunggu... Penulis - Seorang penulis lepas

menyukai dunia tulis-menulis dan membaca berbagai buku, terutama buku politik, psikologi, serta novel berbagai genre. Dan saat ini mulai aktif dalam menghasilkan karya tulis berupa opini artikel, beberapa cerpen yang telah dibukukan dalam bentuk antologi. Ke depan akan berusaha menghasilkan karya-kerya terbaik untuk menambah khasanah literasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keranda Terbang

4 Mei 2024   10:22 Diperbarui: 4 Mei 2024   10:27 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam pun tiba dengan selimut kegelapan disertai taburan bintang di langit. Ini adalah malam yang telah dinanti oleh Mulyono dan Saiful, karena malam ini kedua sahabat itu akan melakukan penelusuran untuk konten Youtube mereka. Tepat pada pukul 23.00 kedua sahabat itu berangkat dengan mengendarai motor menuju ke lokasi yang telah dipilih.

   Ketika telah sampai di lokasi penulusuran malam ini. Mulyono segera menyandarkan motornya di balik sebuah pohon besar yang ada di pinggir hutan. Malam semakin larut ditambah suasana begitu sunyi dan sepi. Waktu telah menunjukkan pukul 00.00 dan ini saatnya memulai penelusuran.

   "Saiful, kamu sudah siap beraksi malam ini?" tanya Mulyono.

   "Aku sangat siap Mul. Ayo kita mulai penelusuran malam ini," jawab Saiful.

   "Baiklah kalau begitu. Ayo kita berangkat sekarang," ujar Mulyono.

   Kedua sahabat itu mulai berjalan memasuki gelapnya hutan yang diapit oleh rimbunan pohon. Dengan perlahan, kedua sahabat itu merekam semua yang ada di dalam hutan menggunakan kamera telepon genggam. Kedua sahabat itu menikmati sensasi penelusuran dini hari di tengah hutan belantara. Pada mulanya semua berjalan seperti biasa, tidak ada penampakan sejauh ini yang tertangkap oleh kamera.

   Mulyono dan Saiful berjalan masuk lebih jauh ke dalam hutan. Di sini suasana mulai terasa mencekam, ditambah ada sensasi aneh yang sulit dijelaskan. Tanpa sengaja Mulyono melihat sebuah jalan setapak yang hampir tertutup oleh ilalang serta rerumputan.

   "Saiful, bagaimana kalau kita menyusuri jalan setapak ini?" tanya Mulyono.

   "Apa tidak berbahaya Mul? Jalan setapak ini terlihat begitu menyeramkan," jawab Saiful.

   "Kenapa kamu sekarang jadi penakut?" ujar Mulyono, "malam ini kita ingin memberi yang terbaik untuk para viewer setia kita."

   "Iya juga sih," jawab Saiful.

   "Ayo kita susuri jalan setapak ini dengan perlahan."

   Kedua sahabat itu kembali melanjutkan penelusuran dengan menyusuri jalan setapak yang terlihat menyeramkan dan angker. Semakin jauh mereka berjalan, semakin kuat pula rasa takut yang mereka rasakan. Jalan setapak ini akhirnya membawa kedua sahabat itu tiba di sebuah pemakaman tua.

   Kedua sahabat itu berhenti untuk melihat serta merekam pemandangan yang ada di hadapannya. Seketika bulu roma mulai meremang karena rasa takut, ditambah samar-samar terdengar suara orang sedang berjalan. Dan seprtinya suara itu sedang mengarah ke area pemakaman tua ini.

   "Mul, kau dengar suara itu, kan?" Suara Saiful terdengar pelan seolah sedang berbisik.

   "Iya, aku juga mendengarnya. Seperti suara orang sedang berjalan."

   "Menurutmu siapa orang yang berjalan di tempat seperti ini?"

   "Mana aku tahu Saiful."

   "Mul, ayo kita kembali saja. Aku takut terjadi sesuatu malam ini," pinta Saiful.

   "Tunggu sebentar. Aku masih penasaran dengan suara itu."

   "Firasatku mengatakan ini buruk Mul. Ayo kita kembali saja."

   Belum sempat Mulyono menjawab, tiba-tiba muncul sebuah keranda terbang di tepi area pemakaman tua.

   "Itu ... apa Mul, seperti keranda terbang?"

   "Ya ampun," kata Mulyono terkejut, "itu lampor dan siapapun yang tertangkap tidak akan pernah bisa kembali lagi." Kali ini suara Mulyono terdengar terbata-bata karena takut.

   "Ayo kita kabur dari sini Mul!"

   "Kau benar, sebelum keranda terbang itu menangkap dan membawa kita pergi."

   Mulyono dan Saiful segera berlari meninggalkan area pemakaman tua itu. Namun, keranda terbang itu mulai berjalan mengikuti Mulyono dan Saiful dari belakang.

~Tamat~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun