Jika kita melihat dinamika sosial, perkembangan politik khusunya jika membahas tentang kemajuan demokrasi yang berdampak pada perkembangan berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, maka bisa dibilang perkembangan yang terjadi sangatlah lambat, bahkan di beberapa sektor kehidupan terbilang mengalami kemunduran.
Secara garis besar, setidaknya, ada beberapa masalah yang menjadi penyebab terbesar bagaimana berbagai masalah di Indonesia tetap ada sampai sekarang.i Diantaranya adalah tentang persebaran berbagai sektor kehidupan masyarakat yang tidak merata dan penegakan hukum yang dirasa tidak adil.
Persebaran berbagai sektor kehidupan yang tidak merata yakni seperti kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Ini masih belum membahas secara detail atau rinci ketiga bidang tadi. Jika tiga bidang tadi dibahas atau didalami lebih dalam, maka kita akan banyak menemukan berbagai masalah-masalah yang secara riil perlu berbagai penanganan dan solusi yang secara struktural bisa mengatasi masalah tersebut.
Yang kedua, yakni penegakan hukum yang belum adil. Penegakan hukum yang bersifat runcing ke bawah dan tumpul ke atas adalah salah satu masalahnya. Berbagai kasus-kasus pelanggaran hukum besar yang melibatkan banyak pejabat publik dan berakhir dengan hukuman ringan atau tak setimpal dengan perbuatannya seakan sudah menjadi berita yang seringkali terdengar. Sementara, masyarakat di kelas bawah mendapatkan hukuman yang seakan tak seimbang atau adil dengan kadar pelanggaran atau kerusakan yang ditimbulkan jika dibandingkan pelanggaran yang dilakukan oleh para pejabat publik.
Berbagai masalah ini memunculkan berbagai ide-ide sekaligus kesadaran beberapa kelompok orang tentang bagaimana cara mengatasi atau solusi dari semua masalah diatas. Sebagian orang merasa bahwa, keadaan Indonesia yang sekarang sudah semakin memburuk hingga bahkan sebagian dari mereka merasa jenuh dengan ketidakadilan dan dan keadaan negeri ini. Dan salah satu efeknya adalah melahirkan sifat individualisme struktural dalam masyarakat yang semakin lama makin merasa 'terbiasa' kemudian menimbulkan sikap 'bodo amat' atau tak peduli dengan ketidakadilan, keburukan, pelanggaran hukum dan keadaan sulit yang sekitarnya terjadi.
Maka ,salah satu ide yang muncul dalam mengatasi ini adalah tentang 'kediktatoran' yang 'baik' yang dirasa diperlukan untuk hadir di negeri ini.
Pada umunya orang akan mempunyai persepsi negatif dan pesimis ketika mendengar istilah 'kediktatoran''. Maka di sinilah, ada kata tambahan "yang baik" untuk melengkapi makna dari kata sebelumnya, yakni 'kediktatoran''.
Lalu bagaimana dan seperti apa "kediktatoran yang baik" yang dimaksudkan?
Jika kita melihat negara tetangga kita, Singapura, dengan segala kemajuannnya, maka pernahkah kita bertanya siapa orang atau pemimpin yang berhasil menciptakan Singapura yang bisa sejauh ini sampai sekarang? Maka jawabannya adalah dengan melihat sejarahnya.
Lee Kuan Yew, Perdana Menteri Singapura, sekaligus orang yang dianggap sebagai Founding Father negara itu. Jika kita mempelajari dan memerhatikan sepak terjang Lee dalam masa pemerintahannya sebagai perdana Menteri Singapura sejak tahun 1959 -1990, maka kita bisa melihat dia sebagai sosok seorang diktator. Tapi, berbeda dengan kebanyakan diktator-diktator lain yang memberikan kesan negatif, maka kediktatoran Lee semasa dia memimpin Singapura memberikan kesan yang 'berbeda' bagi banyak orang terutama pengamat politik.
Pasalnya, walaupun memang gaya memimpin dia yang memang sangat mirip dengan sebuah kediktatoran, tapi bagaimanapun juga, 'hasil' kediktatorannya lah yang berhasil membawa Singapura menjadi negara negara yang kita kenal sekarang.