Mohon tunggu...
Achmad Adzimil Burhan
Achmad Adzimil Burhan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri, Pelajar, Penulis

Seorang santri dan pelajar. Penghafal Al Qur'an. Suka menulis berbagai topik termasuk self improvement, pendidikan, filsafat, psikologi, dan lain-lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencari Filosofi Pendidikan di Indonesia

9 Juni 2024   12:50 Diperbarui: 9 Juni 2024   13:04 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kalau pendidikan dikatakan sebagai salah satu indikator utama kemajuan suatu bangsa atau negara, maka pasti semua orang pasti setuju. Tapi, jika kita mendengar pernyataan bahwa ada atau tidaknya filosofi suatu negara juga menentukan kemajuan suatu bangsa, maka belum tentu semua orang paham ataupun setuju. Maka, di artikel inilah kita akan membahasnya.

Filosofi pendidikan suatu bangsa akan menentukan kemana 'arah' pendidikan bangsa tersebut bergerak sekaligus menetukan maju atau tidaknya pendidikannya. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya filosofi pendidikan, mulai dari sejarah, letak geografis, demografi, ideologi bahkan politik atau ekonomi bangsa tersebut.

Pada perkembangannya, filosofi ini akan ditemukan dan terus berkembang seiring perkembangan zaman. Lambat laun, akan ditemukan suatu filosofi yang tepat sesuai kondisi bangsa itu. Faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya juga sangat banyak memberikan pengaruh.

Banyak bangsa yang telah menemukan filosofi atau filsafat pendidikannya, misalnya Amereika. Karena demografi Amerika yang terbentuk dari para pendatang dari berbagai bangsa, maka seiring waktu berjalan terbentuklah 2 arus atau aliran filsafat pendidikan Amerika. Yaitu Transcendetalisme yang menekankan pada sisi kebudayaan dan Pragmatisme yang berusaha membentuk Amerika yang lebih dinamis dan 'hidup'.  

Memang kedua aliran filsafat pendidikan tersebut sekilas tampak berlainan arah. Namun, dalam garis besarnya, yang mungkin bisa banyak orang tangkap dalam filosofi pendidikan di Amerika adalah tentang Kebebasan. Kebebasan dalam ikut serta, berkontribusi dan berlomba-lomba dalam memajukan visi-visi nasional yang dimiliki negara itu. 

Hal ini juga sedikit banyak dipengaruhi oleh iderologi ekonomi mereka yang populer kita kenal dengan istilah Kapitalisme. Karena Kapitalisme itu sendiri juga menekankan Konsep Pasar Bebas yang pertama kali dikenalkan oleh Adam Smith, seorang Ekonnom yang berjuluk sebagai "Bapak Ekonomi Modern". 

Jika dilihat dari sisi konseptualnya, memang filosofi semacam ini cocok untuk konndisi atau lingkungan di negara itu. Terlebih untuk struktur demografi, fenomena sosial, dan unsur kemasyarakatan serta kebudayaan yang mereka miliki. Namun, cocok di Amerika bukan berarti cocok juga jika diterapkan di Indonesia. Karena pastinya, setiap negara atau bangsa punya kondisi yang berbeda-beda dalam hal ini.

Maka saatnya kita mencari filosofi pendidikan di Indonesia dalam artikel ini.

PANCASILA & TIGA SEMBOYAN KI HADJAR DEWANTARA

Pertama ada Pancasila yang bisa dijadikan sebagai penuntun filosofi Pendidikan Indonesia.

Pancasila sendiri sebagai ideologi dalam arti global, sebenarnya sudah 'menyebutkan' dalam arti global atau mewakili tentang bagaimana 'arah' pendidikan ini yang akan bisa menjadi sebab dalam terbentuknya filosofi pendidikan di Indonesia. Sila ke-5 dengan jelas mengatakan bahwa ini adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam kehidupan sosial, tanpa bisa dipungkiri bahwa pendidikan adalah satu hal mutlak yang diberikan negara kepada rakyatnya, sekaligus sebagai penerapan Pancasila sila ke - 5. Karena itu, Dalam hal ini, negara wajib memberikan keadilan dalam hal pendidikan pada seluruh rakyatnya. Salah satu penerapan keadilan disini adalah seperti pemerataan pendidikan bagi rakyat dan mengelola sistem yang bisa menunjang kesuksesan tujuan-tujuan pendidikan itu sendiri agar dapat terwujud. 

Dari banyak pengimplikasiannya di lapangan, salah satu hal yang masih kurang diperhatikan adalah pemerataan pendidikan bagi wilayah-wilayah pelosok yang jauh dari pusat-pusat pemerintahan. Kurangnya fasilitas, tenaga pengajar, upah pengajar, akses dan masih banyak lagi . Ditambah dengan fakta bahwa banyak aspek dalam banyak hal bagi kehidupan warga negara masih terlalu Jawa-Sentris atau terlalu berpusat di Pulau Jawa. Hal-hal demikian yang memang harus segera dibenahi untuk mencapai maksud dari keadilan itu sendiri. 

Lalu yang kedua, ada 3 semboyan yang dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantoro dalam masalah ini.

Tiga semboyan itu berbunyi :

  • Ing ngarsa sung tulodo: Di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik.
  • Ing madya mangun karsa: Di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan inisiatif atau semangat.
  • Tut wuri handayani: Dari belakang, seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.

Disini mungkin kita bisa menangkap satu kata kuncinya, yaitu GURU. Guru sebagai pendidik harus memahami 3 konsep yang dicetuskan oleh Ki Hadjar ini. Tiga konsep ini menerangkan tiga posisi guru dalam berinteraksi dengan para murid sekaligus dapat menentukan dan menjalankan tugas dirinya sebagai pendidik sesuai 'posisinya' dalam mengajar.

Di depan para murid, guru harus bisa menjadi teladan. Ada sebuah nasehat yang berbunyi, "Nasehat paling baik adalah dengan memberi teladan." Dalam konteks semacam ini, maka seorang guru harus mampu memahami posisinya sebagai seseorang yang akan dilihat oleh para muridnya sebagai role model bagi mereka. 

Teladan yang baik akan membuat mereka mengikuti apa yang sudah dicontohkan oeelh gurunya, entah dalam bentuk perkataan, perbuatan ataupun pemikiran yang ditularkan oleh sang guru dengan menjadi seorang teladan di depan murid-muridnya.

Lalu, konsep yang kedua, menjelaskan bahwa guru juga harus mampu memberikan inspirasi dan semangat bagi para muridnya ketika berada di tengah-tengah mereka. Inspirasi dan semangat yang ditularkan akan mampu membawa efek yang baik bagi perkembangan pemebelajran dan proses belajar para muridnya. Dan masih ada kaitannya dengan konsep yang pertama, guru sebagai teladan yang mampu memberikan inspirasi dan semangat bagi para muridnya akan mampu untuk mengembangkan setiap potensi yang ada pada anak didiknya. Interaksi dalam pembelajaran yang dimana isnpirasi dan semangat yang ditularkan oleh gurunya akan membuat para murid tergerak untuk terus maju dalam proses pembelajaran mereka sehingga bisa mencapai target-target yang ingin dicapai.

Terakhir, guru juga perlu memberikan dorongan bagi anak didiknya. Ini bisa kita maknai sebagi metafora dari konsep bahwa generasi yang akan datang harus 'lebih baik' dari generasi sebelumnya. Dorongan ini bisa dalam berbagai bentuk dan rupa. Guru juga perlu mampu memahami bagaimana kendala-kendala mereka sekaligus memberikan aarahan. 

Dengan memakai pengibaratan dari konsep ketiga ini, dorongan dan arahan ini ibarat langkah terakhir yang harus digenapi oleh guru setelah mampu memberika teladan dan menularkan inspirasi dan semangat bagi para muridnya. Maka konsep ketiga ini, berfungsi untuk 'daya tambahan' dan penunjuk arah bagi perjalan belajar para peserta didik untuk ke depannya.

KESIMPULAN

Filosofi Pendidikan suatu negara juga menjadi salah satu barometer kesuksesan pendidikan di suatu negara. Setiap negara atau bangsa punya filosofi pendidikannya masing-masing dan banyak faktir yang bisa mempengaruhinya. Sementara, hingga kini filosofi pendidikan di Indonesia dirasa masih tak tentu arah. Padahal ada dua hal yang bisa menjadi semacam penuntut bagi kemana arah filosofi pendidikan di Indonesia itu dibawa. Yakni Pancasila, lebih tepatnya sila kelima dan Tiga Konsep Pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara. Penerapan dua hal itu dalam implikasi berjalannya sistem pendidikan di Indonesia bisa memberikan arahan bagi filosofi pendidikan di Indonesia. 

Dikarenakan, Pancasila adalah dasar ideologi yang dianut di Indonesia, yang dimana dalam sila kelima, disebutkan bahawa keadilan sosial harus diterapkan bagi seluruh rakyat Indonesia. Korelasinya dalam evaluasi bagi sistem pendidikan di Indoensia adalah soal pemerataan pendidikannya. Karena, hingga kni, hal ini yang dirasa masih kurang maksimal.

Dan tiga semboyan yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara ini, dirasa juga sangat pas dengan masyarakat, kebudayaan dan fenomena sosial yang ada di Indonesia. Dimana, ketiga semboyan yang diusung oleh beliau lebih menekankan guru sebagai pendidik untuk dapat menempatkan dan melakukan tugas sebagai pendidik sesuai posisi mereka bagi para murid atau peserta didik.

Sekian pembahasannya. Terima kasih sudah berkunjung dan membaca. Sampai jumpa di artikel selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun