Isu lingkungan atau ekologi menjadi isu yang sering menjadi perhatian dalam dunia modern. Karena ekologi berkaitan erat dengan kehidupan manusia itu sendiri dan tak bisa dilepaskan begitu saja. Sepanjang sejarah manusia, interaksi manusia dengan alam adalah sesuatu yang niscaya dan pasti. Manusia banyak mengambil manfaat dari alam yang kemudian dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka dalam berbagai bentuk.
Dalam perkembangannya, pada awal mula peradaban manusia mulai terbentuk, manusia mengambil manfaat dari alam sebagai sebuah sumber daya bagi kebutuhan mereka dengan terukur dan masih dalam batas aman. Karena mereka sadar, bagaimanapun juga, bahwa dalam interaksi dan pengelolaan sumber daya alam bagi kebutuhan tidak boleh berlebihan dan sembarangan. Harus ada batas-batas, norma dan hukum-hukum tertentu yang harus manusia taati agar alam itu sendiri dapat tetap terjaga dan tidak mengalami kerusakan.
Tapi tak dapat dipungkiri, semakin zaman berkembang, pemanfaatan SDA oleh manusia mulai menimbulkan banyak masalah lingkungan, sehingga terjadi banyak kerusakan pada alam. Â
Semakin masifnya kerusakan pada alam dimulai ketika revolusi industri yang terjadi di Eropa. Kebutuhan akan sumber daya alam sebagai akibat dari munculnya revolusi industri membuat manusia melakukan eksploitasi yang berlebihan dan berjalan tanpa memikirkan efek negatif yang berupa kerusakan pada alam.
Hal itu juga tidak terlepas dari bagaimana modernisme berkembang menjadi sebuah faham yang menjelaskan bahwa keberadaan alam bagi kehidupan manusia adalah sebagai alat pemuas kebutuhan manusia dan dapat dieksploitasi secara bebas demi kepentingan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, modernisme memandang alam adalah sebuah objek sehingga apapun eksploitasi yang dilakukan manusia asalkan demi kepentingan bagi manusia itu bisa dibenarkan.
Kapitalisme juga memiliki efek besar terhadap bagaimana sikap manusia modern dalam memandang alam dengan cara eksploitasi. Karena kapitalisme memandang bahwa keuntungan sebesar-besarnya bagi manusia dengan modal sekecil-kecilnya, maka eksploitasi terhadap alam adalah salah satu langkahnya. Subjektifitas kapitalisme dan modernisem dalam memandang alam adalah objek semata yang bisa di ekploitasi secara semena-mena tanpa memikirkan kontinuitas atau keberlanjutan akan kelestarian alam itu sendiri adalah salah satu hal yang coba dikritik oleh Post-Modernisme.
Post-Modernisme muncul sebagai kritik atas berbagai pandangan modernisme yang dipandang memiliki bayak polemik dan kontra dan berefek pada berbagai bidang kehidupan, termasuk tentang masalah ekologi.Â
Post-Modernisme memandang bahwa Modernisme telah membawa sebuah dampak ekologi secara negatif yang secara masif mempengaruhi kelestarian alam. Post-Modernisme mengkritik bagaimana Modernisme memandang bahwa manusia adalah subjek dan alam sebagai objek dalam artian sesuatu yang dapat diambil dan dimanfaatkan sesuai keinginan dan semena-mena oleh subjek.Â
Justru Post-Modernisme menawarkan sebuah solusi bagi masalah diatas. Post-Modernisme berpendapat bahwa seharusnya manusia memandang alam sebagai subjek juga sebagaimana manusia memandang diri mereka sendiri. Maka disini, Post-Modernisme ingin mengatakan bahwa kita harusnya memperlakukan alam sebagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri dengan baik.Â
Sebenarnya, Islam melalui ajarannya juga menjelaskan konsep seperti demikian. Lebih tepatnya, dalam Al Qur'an surah Al- Isra' ayat 44 (yang artinya) :
"Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun."
Ayat diatas menjelaskan bahwa segala sesuatu baik di langit maupun di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah. Itu berarti alam juga adalah makhluk Tuhan yang juga memiliki suatu "kehidupan" tersendiri walaupun kita tidak bisa memahaminya. Jadi, mereka juga "hidup" dalam artian khusus dan punya hak yang sama untuk diperlakukan sebgai sesama makhluk Tuhan.
Tuhan memang menyediakan alam sebagai pemenuh kebutuhan manusia. Tapi tentu saja Tuhan ingin manusia memanfaatkan alam dengan tetap menjaga dan memanfaatkannya dengan baik dalam batas-batas tertentu. Begitulah pesan tersirat yang bisa kita ambil dari ayat ini.
Lebih lanjut, Allah Berfirman dalam Al Quran Surah Fussilat ayat 43 (yang artinya) :
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa (Al-Qur’an) itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?"
Allah berfirman bahwa diri manusia dan segala penjuru yang ada dalam realitas dunia adalah tanda-tanda Kebesaran Tuhan dan Kebenaran Al Qur'an. Ini juga berarti bahwa alam yang ada disekitar kita termasuk dalam tanda-tanda Kebesaran-Nya. Maka pemanfaatan alam dengan tetap menjaganya adalah sebuah kewajiban bagi manusia sebagai amanah dari Tuhan.
Singkatnya, ajaran Islam membimbing manusia agar memandang alam sebagai subjek sebagaimana diri mereka sendiri. Maka belajar untuk menumbuhkan kesadaran tentang eksistensi alam juga sebagai makhluk Tuhan bisa mencegah kita berbuat kerusakan pada alam.Â
Dan tentu saja, itu semua bisa dimulai dari kita sendiri. Dan untuk menyebarkannya dalam skala luas, tentu perlu berbagai elemen masyarakat, pihak-pihak yang terkait dan berwajib termasuk pemerintah di dalamnya dalam mensosialisasikan ataupun mendidik betapa pentingnya menjaga alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H