Begini Aturan Perhitungan THR bagi Karyawan
Tunjangan Hari Raya (THR)
Saat ini, aturan tunjangan hari raya mengacu pada Permenaker 6/2016. Sementara aturan dalam bentuk undang-undang seperti UU Ketenagakerjaan maupun Perppu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang pada 21 Maret 2023 tidak mengatur secara spesifik mengenai THR karyawan.
Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau dikenal dengan THR adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.
Yang dimaksud dengan pendapatan non-upah adalah penerimaan pekerja/buruh dari pengusaha dalam bentuk uang untuk pemenuhan keagamaan, memotivasi peningkatan produktivitas, atau peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Artinya, THR haruslah diberikan dalam bentuk uang rupiah.
Adapun yang dimaksud dengan hari raya keagamaan adalah hari raya Idul Fitri bagi yang beragama Islam, Natal untuk yang beragama Kristen Katolik dan Kristen Protestan, Nyepi bagi pekerja beragama Hindu, Waisak untuk yang beragama Budha dan Imlek bagi yang beragama Konghucu.
Kapan THR dibayarkan kepada pekerja atau karyawan? Perlu diketahui bahwa THR bersifat wajib dan harus dibayarkan oleh pengusaha paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Pembayaran THR dilakukan 1 kali dalam 1 tahun sesuai dengan hari raya keagamaan masing-masing pekerja, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan pengusaha dan pekerja yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Karyawan yang Berhak Mendapatkan THR
Karyawan yang berhak mendapatkan THR adalah karyawan atau pekerja yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih, dengan perhitungan proporsional.
Pekerja yang bisa memperoleh THR adalah pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu ("PKWTT") atau karyawan tetap maupun pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu ("PKWT") atau karyawan kontrak.
Bagi pekerja yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWTT dan mengalami pemutusan hubungan kerja ("PHK") terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan, berhak atas THR. Hal ini berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadinya PHK. Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi pekerja dengan PKWT yang berakhir sebelum hari raya keagamaan.
Selanjutnya, kriteria lain pekerja yang berhak atas THR adalah pekerja yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, berhak atas THR pada perusahaan yang baru, jika dari perusahaan yang lama pekerja yang bersangkutan belum mendapatkan THR.
Cara Menghitung Besaran THR
Perhitungan THR karyawan secara rinci dapat Anda lihat di dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Permenaker 6/2016 yang rinciannya sebagai berikut:
a.Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah;
b.Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:Â
 Masa kerja
________ x 1 bulan upah
      12
Â
Adapun upah 1 bulan yang dimaksud itu terdiri atas komponen:
a.upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
b.upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Contoh Perhitungan THR
Sebagai contoh, gaji Anda per bulan adalah Rp5.000.000,00 maka besar THR yang Anda terima dengan masa kerja 1,3 tahun adalah sebesar satu bulan upah, yakni Rp.5.000.000,00.
Sementara, jika masa kerja Anda misalnya 5 bulan, maka perhitungan THR nya:
5
__ x Rp. 5.000.000,00 = Rp. 2.083.333,33
12
Â
Sanksi Bagi Pengusaha yang Terlambat atau Tidak Membayar THR
Pengusaha yang terlambat membayar THR karyawan dikenai denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar yaitu 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja/buruh.
Pengusaha yang tidak membayar THR kepada pekerja/buruh juga dikenai sanksi administratif berupa:
a.teguran tertulis;
b.pembatasan kegiatan usaha;
c.penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
d.pembekuan kegiatan usaha.
Langkah yang dapat dilakukan
Kami kurang memahami apa yang Anda maksud dengan THR yang didapat tidak sesuai dengan perhitungan Anda. Kami beranggapan bahwa hak Anda tidak terpenuhi karena adanya perbedaan penafsiran terkait perhitungan THR. Ini berarti telah terjadi perselisihan hak antara Anda dengan pengusaha.
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
THR merupakan hak Anda sebagai pekerja. Jadi, apabila terjadi perselisihan mengenai hal ini dan penyelesaian secara kekeluargaan (bipartit) antara Anda dan pengusaha tidak berhasil dilakukan, cara yang dapat ditempuh adalah dengan melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Jika mediasi masih gagal, Anda bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagaimana yang diatur dalam UU PPHI.
Demikian tentang perhitungan THR karyawan, semoga bermanfaat.
Â
Dasar Hukum:
1.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
3.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang pada 21 Maret 2023;
4.Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;
5.Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H