Sungguh penampilan pecel seperti ini sangat mengganggu dan meresahkan penglihatan saya. Sayur ijo-nya yang cuma kacang panjang hanya sebagai syarat biar dianggap sebagai pecel.
Di lain waktu, saya dan seorang teman dari Jawa Timur pernah hunting pecel di sebuah mall di Jakarta Selatan. Ya, karena waktu itu lagi 'ngidam' pecel, jadilah kita melipir ke food court-nya di lantai paling atas.
Saat pecelnya keluar, kami kaget setengah mati. Tampilannya sangat barbar. Nasinya digiling rata mirip roti tortilla. Di atasnya dikasih sayur ala kadarnya dengan bumbu pecel yang rasanya hambar. Pedas enggak, asin enggak, plus ras gurihnya campur sama micin. Di atasnya dikasih topping telur dadar yang rasanya asin.
Jika dilihat seklilas tampilan pecel ini terlihat sedikit fancy. Ya, maklum. Pecel di dalam mall. Tapi pas dicicipi saya nyerah. Ini pecel "KTP" paling murtad yang pernah saya makan. Ngakunya pecel tapi tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana semestinya pecel. Satu porsi harganya sekitar 38ribu. RIP dompet untuk pecel 'murtad' ini.
Sejujurnya, banyak juga pecel yang menyalahi "kodrat" menurut saya. Tapi kadang, soal rasa masih autentik dan approved sama lidah saya. Di beberapa daerah seperti Solo, saya pernah nemu bubur pecel. Awalnya agak ragu karena saya hanya terbiasa makan pecel dengan nasi atau lontong. Tidak dengan bubur.
Pas nyoba sekali saya malah jadi ketagihan. Sungguh cita rasanya tidak jauh melenceng dari pakem pecel asli. Emang sih, rerata pecel di daerah Jawa itu tidak pernah salah rasa. Ya, maklum. Pecel sayur ini memang kampung halamannya berasal dari Jawa. Udah gitu, kondimennya juga lumayan mewah. Ada sayur koyor pedas dan dikasih topping taburan petai cina alias mlanding yang sekilas mirip edamame.
Beda rasa jika pecel sayur sudah hijrah ke ibu kota dan mengikuti pergaulan pecel di Jakarta. Banyak pecel sayur di ibu kota jadi salah pergaulan. Demi tampil cantik untuk feed media sosial, komposisi dan tampilan pecel ini disesuaikan dengan kaidah fotografi. Soal rasa. Wis, embuh! Nomor sekian.
Soal pecel sayur ini, salah satu teman saya yang asli Betawi dan sudah bertahun-tahun hijrah di Jawa Timur pernah ngasih pendapat. Jangan pernah memaksakan mazhab perpecelan duniawi ke penjualnya. Masing-masing penjual menganut mazhab dan keyakinnanya sendiri.
Iya sih, saya maklum kalau soal itu. Tapi mbok ya kalau punya mazhab pribadi jangan melenceng jauh-jauh dari syariat pecel aslinya. Utamakan cita rasa biar nggak dianggap pecel "KTP", "pecel murtad", atau "pecel mualaf" yang baru belajar soal cita rasa pecel.