Mohon tunggu...
Achi Hartoyo
Achi Hartoyo Mohon Tunggu... Editor - https://achihartoyo.com/

https://achihartoyo.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Setumpuk Cinta JNE untuk Denyut Nadi UMKM Tulungagung

3 Januari 2022   19:00 Diperbarui: 3 Januari 2022   19:09 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teh Tubruk Mbah Djie, teh lokal yang dipasarkan secara daring/dokpri

tasiun Tulungagung tepat pukul 02.15 dini hari, akan menjadi tempat pemberhentian saya menuju Tulungagung, salah satu kota di Jawa Timur tersebut. Selama lima hari saya akan mengenal lebih dekat dengan kota kecil ini yang memiliki julukan "Kota Marmer" ini.

Apakah perjalanan kali ini saya akan menemukan banyak keajaiban?

Pastinya demikian. Banyak pertanyaan di kepala saya tentang budaya, sejarah, dan denyut nadi ekonominya. Perjalanan singkat penuh makna ini saya rekam melalui kata-kata. Saya berenam dengan teman-teman dari Jakarta, memutuskan cepat-cepat naik kereta api meninggalkan kebisingan kota untuk "pulang" dan rehat sejenak di Tulungagung.

***

Hari kedua  di Tulungagung, saya berkesempatan untuk mengunjungi Pasar Ngemplak. Pasar gede yang menjadi pusat jujukan warga Tulungagung ini memang lumayan besar. Baik dari skala ukuran bangunan, maupun jumlah pengunjung yang berlalu-lalang di sana. Semua kebutuhan sehari-hari tersedia lengkap. Mulai dari sayur mayur, sandangan (pakaian), sembako, hingga printilan alat rumah tangga semua ada.

Senang sekali rasanya bisa belanja di pasar tradisional seperti ini. Satu hal yang saya rindukan setelah hijrah ke ibu kota. Maklum, selama puluhan tahun tinggal di Jakarta, boleh dibilang baru satu atau dua kali saya menginjakkan kaki dan belanja di pasar tradisional.

Bukan tanpa sebab saya malas ke pasar tradisional di Jakarta. Selain macet dan menghabiskan waktu, saya ini nggak jago tawar menawar. Saya lebih suka belanja barang yang harganya sudah ada. Nggak perlu adu otot untuk menawar barang yang selisih seribu rupiah. Solusi yang paling praktis, ya, belanja daring.

Lain cerita kalau berkunjung ke pasar tradisional di daerah. Saya suka mblusuk ke pasar tradisional sekadar bernostalgia saat masa kecil tinggal di Ngawi. Melihat denyut nadi ekonomi rakyat berputar langsung di depan mata. Merasakan kembali bagaimana almarhum simbah saya dulu berjualan di pasar sebagai pelaku UMKM.

Maklum, rumah saya dulu berada persis di depan pasar besar. Almarhum Bapak saya juga pelaku UMKM yang memproduksi segala jenis kue dan roti. Andai Bapak masih ada, mungkin saya akan disuruh melanjutkan usaha keluarga ini.

Ekonomi tetap Berputar dari Pasar Tradisional

Pasar Ngemplak, salah satu pasar tradisional terbesar di Tulungagung/dokpri
Pasar Ngemplak, salah satu pasar tradisional terbesar di Tulungagung/dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun