Jagat media sosial dihebohkan oleh pemberitaan pengeroyokan yang dilakukan oleh sekelompok siswi SMA terhadap seorang siswi SMP berinisal AY (14) di Pontianak. Masyarakat ramai-ramai mengutuk pelaku dan mengkampanyekan taggar #JusticeForAudrey.Â
Masyarakat juga membuat petisi di Change.org agar kepolisian segera menghukum pelaku kekerasan dengan hukuman yang setimpal. Sejauh ini, petisi telah ditandatangani oleh lebih dari tiga juta orang.Â
Usut punya usut, penyebab pengeroyokan tersebut adalah persoalan sepele. Salah seorang pelaku merasa tersinggung akibat komentar korban di media sosial. Pelaku, yang merupakan mantan pacar dari kakak korban, bersama teman-temannya menjemput korban dan mengajaknya ke suatu tempat.Â
Seakan tak curiga, korban mengukuti dan akhirnya dikeroyok secara bersamaan. Dikabarkan pengeroyokan cukup sadis sehingga mengakibatkan korban mengami depresi berat, baik secara fisik maupun psikis.
Baik pelaku dan korban, masing-masing masih dibawah umur. Dalam kasus kekerasan yang dilakukan anak, biasanya yang menjadi sorotan adalah keluarga dan sekolah.Â
Hal tersebut sangat wajar mengingat dua lembaga tersebut paling berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Presiden Joko Widodo juga berkomentar mengnai kasus yang menimpa AY dan tak luput mengingatkan pentingnya pengawasan yang dilakukan oleh keluarga.Â
Dalam kajian Sosiologi, perilaku kekerasan yang dilakukan oleh anak adalah bagian dari perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang adalah dampak sosialisasi yang tidak sempurna. Mari sedikit kita lihat bagaimana perkembangan keluarga dan sekolah di zaman sekarang yang kemungkinan turut serta mengkondisikan terjadinya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak.
Karena perkembangan ekonomi dan kemajuan industri, fungsi keluarga telah mengalami banyak perubahan. Fungsi-fungsi utama keluarga yang dulu dilakukan oleh orang tua, kini mulai diambil alih oleh institusi di luar keluarga. Orang tua menitipkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan yakni sekolah untuk diberikan pengajaran tentang nilai, norma, dan kecerdasan.Â
Di perkotaan, karena tuntutan ekonomi, banyak orang tua yang bekerja dari pagi hingga sore hari bahkan malam hari sehingga intensitas dan durasi tatap muka dengan anak sangat sedikit. Akibatnya, anak kurang memiliki kedekatan dengan orang tua dan lebih nyaman berbagi cerita dan masalah dengan teman-temannya.Â
Karena orang tua sibuk bekerja, mereka juga tidak punya waktu banyak untuk memperhatikan pergaulan anak-anaknya. Sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa salah satu penyebab utama dari perilaku kenakalan remaja atau anak ialah karena kurang kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya.