Mohon tunggu...
Lutfi Ramdani
Lutfi Ramdani Mohon Tunggu... Administrasi - Learner

Pembelajar Sepanjang Hayat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesona Barat, Konstruksi Cantik, dan Filsafat Estetika

3 April 2019   15:00 Diperbarui: 3 April 2019   15:15 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu cantik? apakah cantik berarti berkulit putih, berhidung mancung, bertubuh tinggi dan ramping? mendefinisikan kecantikan erat kaitannya dengan budaya yang hidup dan dominan di tengah masyarakat. 

Cantik adalah sesuatu yang relatif artinya ia selalu berubah mengikuti zaman. Dalam kajian poskolonial, tampilan fisik adalah salah satu senjata masyarakat Barat untuk menegaskan keunggulan mereka atas masyarakat non Barat. Penilaian atas penampilan fisik adalah sisa dari ideologi rasisme. 

Orang Belanda yang berkulit putih, berhidung mancung, dan bertubuh ramping dianggap lebih bagus dibanding orang Hindia yang berkulit coklat, berhidung agak pesek, dan berbadan pendek/ gemuk. Dari situ tumbuh perasaan rendah diri dihadapan orang Barat. Dari situ muncul standar bahwa menjadi cantik adalah menjadi seperti Barat.

Apakah hal tersebut berhenti setelah kolonialisme berakhir? nyatanya tidak. Konsep kecantikan ala Barat masih bertahan dalam sistem sosial masyarakat kita hingga hari ini. Hal itu dipertegas oleh industri hiburan, banyak artis perempuan papan atas yang memiliki darah Eropa atau Barat dan lebih laku di pasaran. 

Sebut saja Chelsea Islan, Pevita Pearce, Luna Maya, Kimberly Ryder, Asmirandah, Cinta Laura, Irish Bella, dll. Artis artis tersebut akhirnya menjadi standar kecantikan yang diikuti oleh perempuan Indonesia dan juga menjadi idola bagi laki laki. Artis artis itu juga menjadi bintang iklan berbagai produk kecantikan yang dijual ke masyarakat.

Dalam filsafat, kecantikan masuk dalam pembahasan filsafat estetika yang mempertanyakan hakikat keindahan. Kecantikan setidaknya memiliki dua dimensi, dimensi dalam atau inner beauty dan dimensi luar atau outer beauty. Dimensi dalam meliputi sifat, karakter, kecerdasan, kemandirian, kemampuan, dll. Dimensi luar meliputi kebersihan, kerapian, keseserasian, dan sebagainya. 

Namun hari ini, secara tak sadar sering kali kita, laki-laki atau perempuan, lebih berfokus pada outer beauty versi Barat. Kita mungkin tidak mengakui itu secara langsung, tapi secara tak langsung hal tersebut tergambar pada sosok artis idola pilihan kita, sosok pasangan yang menjadi selera kita dan bentuk penampilan yang kita usahakan sehari hari.

Apa dampak dari hal tersebut? Kajian poskolonial menyebutnya sebagai cara Barat dalam mempertahankan keunggulan budayanya dihadapan masyarakat non Barat. Dampaknya adalah masyarakat non Barat akan selalu merasa rendah diri, terdominasi, kehilangan budaya dan jadi diri. 

Masyarakat non Barat menjadi sibuk dalam mengikuti dan meniru sistem nilai yang dimiliki Barat. Ironisnya, hal tersebut tidak akan pernah berhasil karena Barat tetaplah Barat, ia adalah "Pesona" yang tak bisa dicapai masyarakat non Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun