Perubahan yang sangat jauh, sebagaimana dengan kisah Marwah Daud Ibrahim yang terhipnotis oleh Dimas Kanjeng sehingga kehilangan logika dan kejeniusannya, nampaknya BW pun mengalami hal serupa, yang sepertinya terpapar virus yang secara berjamaah menjangkiti kubu Prabowo-Sandi dan para pendukungnya, yang secara kebetulan dianalogikan sebagai makhluk tak lazim, beraktivitas di malam hari dan tidur di siang hari, dengan posisi tak lazim pula, menggantung dengan posisi kaki di atas, sementara otak dan kepalanya di bawah. Kelelawar, kalong atau kampret dan sejenisnya.
Keyakinan sesat adanya pemilu curang telah melibas nalar dan logika akademik seorang BW. Padahal jelas-jelas Hakim MK mengatakan kalau situng KPU hanya sebagai pemantau perhitungan. Sistem perhitungan manual berjenjang yang menjadi patokan. Dan itu yang seharusnya dibuktikan adanya kecurangan oleh pihak 02 bukan malah berkutat pada situng KPU.
Mempercayai omongan Bambang soal kecurangan TSM sama seperti mempercayai Marwah Daud kalau Dimas Kanjeng bisa menggandakan uang. Pada akhirnya kebrobrokan Dimas Kanjeng terungkap dan orang-orang akan terus mempertanyakan kredibilitas seorang Marwah Daud. Hilang sudah marwahnya, lulusan LN, pejabat negara tak ada wibawanya kalau sudah mempercayai pembohong. Sama juga dengan BW yang akan dikenang sampai sisa hidupnya dengan pembela tuduhan palsu adanya kecurangan pemilu.
Dari awal sidang saja banyak saksi-saksi dagelan yang dibawa BPN. Saksi yang ditanya Hakim A jawabannya Z, saksi terancam tapi ancaman jauh sebelum persidangan. Saksi yang terancam dengan banyaknya mobil terparkir di depan rumah. Saksi yang berstatus narapidana dengan ijin yang tak sesuai. Saksi yang katanya menemukan surat suara dibuang di juwangi tapi setelah diperiksa ternyata surat suara baru yang belum terpakai. Saksi ahli IT tapi bidangnya perkapalan dan tak mengetahui perolehan suara nasional. Saksi 'wow' Hairul Anas yang gagal paham masalah briefing latihan TKN. Dan masih banyak saksi-saksi ambigu lainnya.
Lalu dengan saksi-saksi melempem dan ambigu, plus bukti-bukti dokumen yang tak memadai, sekarang BW jadi melempar kesalahan ke Hakim MK? Apa bukan semakin ngawur itu namanya?
Tanpa bermaksud mendahului dan menggiring opini kiranya publik sudah bisa membaca ke arah mana hakim MK akan memutuskan. Kita tunggu saja yang dipercepat pada 27 Juni mendatang, di ujung sengketa pilpres ini saat keputusan akhir diumumkan oleh MK.
Salam...
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H