Perjalanan kehidupan tak seperti yang dua orang sahabat itu inginkan. Kadangkalanya Tuhan memberikan kejutan untuk manusia yang yakin akan kebaikan Tuhan. Hari itu di September, kami sama-sama meningglkan rumah. Kapper melanjutkan kuliah ke salah satu kota di Sumatera Barat dan aku merantau mencari kerja ke salah satu kota di Jawa Barat.
Setelah meninggalkan rumah---berpamitan dengan ayah-ibu, kami duduk di terminal menunggu bus yang sudah dipesan di hari sebelumnya. Aku baru menyadari bahwa sepatu sekolah yang kami kenakan untuk perjalanan merantau sudah robek. Sepatuku robek sebelah kiri, sepatu Kapper robek sebelah kanan. Dan kami baru menyadari kalau sepatu yang kami kenakan sama-sama robek. Kami tertawa lepas. Lepas itu aku buka sepatu kanan dan memberikannya ke Kapper. Aku minta Kapper memberikan sepatu sebelah kirinya. Mulanya Kapper menolak, tapi aku yakinkan ini untuk teraklhir kalinya aku meminta sebelum kita berpisah.
"Anggaplah ini sebuah kenang-kenangan dari seorang kakak dan seorang sahabat. Sebagai pengingat darimana kita beranjak dari mana kita memulai, darimana kita membangun mimpi."
"Kalau begitu, aku yang makai yang sebelah kiri, kau pakai sebelah kanan?"
"jangan, aku pergi bekerja kau pergi sekolah. Orang bekerja tak mengapa sepatu robek dan kau harus tetap lebih baik Kapper, turutilah permintaanku ini."
Kapper memelukku, air mata kami tumpah jua, esmosi kami meletup, gemuruhh di dada kian dahsyat, apa boleh buat ayah, kami mesti menangis walau air mata itu tak kau biarkan jatuh di wajah kami. Izinkan sekali ini kami menangis untuk sebuah harapan baru di hari nanti.
Kami berangkat ayah, kami pergi ibu, perjalanan ini tidak ada arti apa-apa tanpa doa dan restu kalian. Doakan kami menjadi anak yang berbakti di kemudian hari.
Tanah rantau, 2010- 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H