Mohon tunggu...
Acep Purqon
Acep Purqon Mohon Tunggu... Dosen - Dosen ITB

Director of International Office , ITERA (Institut teknologi Sumatera) Chief of Data Science, ITERA (Institut teknologi Sumatera) Collaborative Professor, Kanazawa University, Japan Earth Physics and Complex Systems, Institute of Technology Bandung (ITB)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemiskinan Tidak Diciptakan Oleh Orang Miskin (Pengantar Ekonofisika dan Sosiofisika Part 1)

27 Juli 2020   11:21 Diperbarui: 27 Juli 2020   11:37 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalimat di atas adalah kalimat terkenal dari Pemenang Nobel Perdamaian 2006 yaitu Muhammad Yunus. Kalimat tersebut juga masih relevan dengan kondisi sekarang apalagi di era Covid-19 ini.

Ini juga sebetulnya terambil dan terinspirasi dari Al-Quran yaitu "dan Dia-lah yang memberikan kekayaan dan kecukupan" (QS. 53:48). Tuhan menciptakan pasangan-pasangan. Yang menarik adalah kebalikan dan pasangan dari Kaya itu ternyata bukan Miskin. Dari sini jelas bahwa Tuhan tidak pernah menciptakan kemiskinan. Terus siapa sebenarnya yang menciptakan kemiskinan?

Nah ini yang menarik sebagai sebagai sistem kompleks. Bahwa manusia diciptakan tuhan dengan kemampuan mengelola. Kemampuan mengelola itulah yang harus dimaksimalkan agar tidak terjadi kemiskinan. Bagaimana caranya? 

Aturan-aturannya sudah ada. Tapi menerapkan aturan tersebut tidak mudah, karena sistem terdiri dari banyak persamaan yang saling terhubung. Maka persoalan sekarang menjadi persamaan kompleks yang terkopel (Complex Systems). Lihat lagi tulisan saya di kompasiana sebelumnya pengantar sistem kompleks part 1. 

Saya coba tulis sebagai tulisan berseri dan ini sebagai pengantar Ekonofisika dan Sosiofisika Part 1 ini. Ekonofisika (econophysics) adalah kombinasi 2 disiplin ilmu yaitu Fisika dan Ekonomi, sementara Sosiofisika (sociophysics) adalah kombinasi dari 2 disiplin ilmu yaitu Sosial dan Fisika. Paper saya terkait Ekonofisika dan sosiofisika bisa didapat pada berbagai link. 

Kita membuat mengevaluasi sistem dengan big data dan coba mengoptimasi sistem tersebut. Ada banyak untuk mencari solusi maksimum global. Tapi tidak sedikit yang terjebak di solusi maksimum lokal.

Pemenang Nobel Ekonomi 2019 tahun lalu Abhijit Banerjee (MIT), Esther Duflo (MIT), Michael Kremer (Harvard University) karena kontribusinya "for their experimental approach to alleviating global poverty". Ya risetnya terkait berjuang melawan kemiskinan dalam sebuah eksperimen untuk menguji persamaannya. Salah satu objeknya pada kasus di Indonesia.

Banyak ide terkait penghapusan kemiskinan karena sulitnya menemukan titik objek yang tepat sehingga berimbas pada kebijakan yang tepat pada regulasi dan pengelolaan. Tentu semua pakar berlomba menemukan titik ini dan eksekusi dan dikawal secara tepat.

Salah satu ide yang menarik adalah dari pemenang nobel 2006 Yaitu Muhammad Yunus dengan slogannya A world of three Zeros. Yang juga dia tulis dalam buku dengan judul tersebut. Yaitu mulai membuat program secara sistematis dalam bidang ekonomi untuk 3 zero yaitu Zero Proverty (hilangkan Kemiskinan), zero unemployment (hilangkan pengangguran), dan zero net carbon emissions (hilangkan polusi udara).

Kalau kita perhatikan masih sejalan dengan isu dan  amanat PBB untuk seluruh negara di dunia yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan SDGs (Sustainable Development Goals) sebanyak 17 sektor.

Jika ini dilaksanakan maka harapan membuat zero kemiskinan bisa tercapai. Karena memang Tuhan tidak menciptakan kemiskinan. Sistem dan regulasi lokal-lah yang membuat sistem melenceng menjadi ke arah kemiskinan. Tombol dan saklar menghindar kemiskinan lah yang harus dipilih oleh kita bersama dengan mengatur entropi yang tepat untuk kasus negara masing-masing.

Bagi yang tertarik, silakan mulai belajar dari termodinamika. Di termodinamika bisa ditunjukkan dengan sederhana bahwa sistem akan menuju ke kesenjangan sosial yang dalam jika dibiarkan. Harus dilakukan berbagai injeksi (zakat dll) agar gap ini tidak terus-menerus terjadi. Segregasi sosial yang diakibatkan oleh transisi fasa ini bisa dikendalikan dan dikelola.

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun