Keinginan untuk bergabung dengan NATO pada akhirnya dapat terealisasi pada masa kepemimpinan Presiden Volodymyr Zelenskyy. Awal mula pembicaraan mengenai bergabungnya Ukraina dalam aliansi NATO terjadi pada tahun 2008 di Bucharest.Â
Pada pertemuan puncak NATO tersebut, pemerintahan Amerika Serikat dibawah kepemimpinan George W. Bush mengajak seluruh anggota aliansi mengumumkan bahwa Ukraina maupun Georgia akan menjadi bagian dari NATO. pernyataan tersebut ditanggapi oleh Rusia dengan kemarahan yang didasarkan atas ancaman terhadap keamanan negerinya.Â
Kemarahan tersebut mencapai puncaknya tahun 2017 pada saat Presiden Trump menjual senjata pertahanan ke Ukraina sekaligus menandai diterimanya Ukraina menjadi anggota NATO secara de facto. Puncaknya, Rusia pada akhirnya memobilisasi pasukannya menuju perbatasan sebagai sebuah peringatan agar tidak macam-macam dengan peringatan yang telah disampaikan sebelumnya.Â
Namun, pada saat Amerika Serikat dibawah pimpinan Joe Biden dan telah terjadi pembicaraan mengenai keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO yang dibahas bersama Zelenskyy, pada akhirnya peringatan yang disampaikan oleh Rusia tidak dihiraukan dan akhirnya pada tanggal 24 Februari 2022 Rusia memulai invasinya terhadap wilayah Ukraina.
Atas invasi tersebut, banyak pihak yang menyalahkan tindakan yang telah diambil oleh Rusia. Banyak negara-negara yang memberlakukan sanksi kepada Rusia, terutama sanksi ekonomi. Namun, apabila di telaah lebih lanjut, apakah penyebab terjadinya invasi tersebut sepenuhnya kesalahan dari pihak Rusia? Apakah hanya Rusia saja yang bertanggung jawab atas invasi yang telah dilakukannya terhadap Ukraina?
Sebagai seorang pemimpin nomor satu di Rusia dan yang memerintahkan melakukan Invasi terhadap Ukraina, tidak diragukan lagi bahwa Vladimir Putin bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Namun pada kenyataannya, justru pihak barat khususnya Amerika Serikat pada prinsipnya bertanggung jawab atas terjadinya konflik tersebut.Â
Konflik yang diawali pada tahun 2008, kemudian berkembang tahun 2014 dan mencapai puncaknya pada tahun 2022 membawa Ukraina menuju kehancuran. Mengapa Amerika bertanggung jawab? Menurut pendapat saya, hal ini disebabkan karena Amerika Serikat dalam badan NATO yang mendorong permusuhan antara Rusia dan Ukraina.Â
NATO yang memiliki prinsip sebagai sebuah aliansi defensif justru melanggar prinsipnya tersebut dengan melakukan ekspansi ke wilayah Eropa Timur yang berbatasan langsung dengan Rusia. Langkah NATO tersebut pada akhirnya memicu kemarahan Rusia dan menjadi salah satu ancaman terbesar yang dihadapi oleh Rusia.Â
pendapat ini disesuaikan dengan pendapat seorang profesor Ilmu Politik John J. Mearsheimer yang berkebangsaan Amerika Serikat. Dikutip dari The Economist, Mearsheimer berpendapat bahwa apabila Amerika tidak bertindak lebih jauh dengan memancing kemarahan Rusia maka konflik tersebut tidak akan pernah terjadi .Â
Hal ini selaras dengan pendapat dari pakar-pakar kebijakan Amerika Serikat serta pendapat dari Menteri pertahanan Amerika Serikat pada saat pertemuan KTT Bucharest yang mengungkapkan bahwa mengajak Ukraina dan Georgia bergabung dengan NATO adalah suatu kesalahan besar yang telah melampaui batas. Bahkan Kanselir Jerman, Angela Merkel serta presiden Prancis Nicolas Sarkozy menentang menghadirkan Ukraina menjadi keanggotaan NATO.
Kesimpulannya, konflik yang terjadi antara Rusia maupun Ukraina tidak sepenuhnya salah Rusia. justru konflik ini terjadi karena ambisi dari Amerika Serikat dibawah NATO untuk menjadikan Ukraina menjadi bagian dari NATO. konflik ini hampir sama seperti konflik Kuba antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Penempatan misil milik Uni Soviet di Kuba menjadi ancaman serius bagi Amerika Serikat pada saat itu. Menurut saya, konflik ini dapat dihentikan apabila Amerika berkomitmen untuk tidak menjadikan Ukraina menjadi bagian dari NATO dan mempertegas komitmen tersebut dengan perjanjian antar beberapa pihak yang terlibat, baik Ukraina, Amerika Serikat, NATO maupun Rusia.