Mohon tunggu...
RM TPA II
RM TPA II Mohon Tunggu... Eks, Mahasiswa -

S1 Pendidikan Matematika Unsyiah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Dilema] PTN Favorit antara Gengsi, Nepotisme, dan Ilmu

31 Mei 2016   14:07 Diperbarui: 31 Mei 2016   14:32 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SBMPTN adalah salah satu bentuk ujian masuk bagi para calon mahasiswa atau mahasiswi baru yang ingin melanjutakan jenjang pendidikan mereka. Setiap diberlangsungkannya SBMPTN pasti yang termainset dipikiran para calon mahasiswa atau mahasiswi baru ini adalah mereka harus bisa untuk masuk di salah satu PTN yang menjadi favorit dikalangan para calon mahasiswa atau mahasiswi baru.

Seperti dilansir oleh Okezone.com, Sebanyak 42.663 orang peserta Ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dari seluruh Indonesia menempatkan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) sebagai salah satu pilihan mereka. Sementara 14.720 orang di antaranya memilih Unsyiah sebagai pilihan pertamanya.

Kepala Humas SBMPTN Unsyiah Ilham Maulana mengatakan, jumlah peminat ke kampus tersebut lebih banyak dibandingkan jumlah peserta yang mengikuti ujian di Unsyiah tahun ini. Hal itu dikarenakan banyaknya peserta dari luar Banda Aceh yang juga memilih Unsyiah.

“Sebanyak 14.493 orang lulusan SMA, SMK, dan MA hari ini mengikuti ujian SBMPTN di panitia lokal Unsyiah Banda Aceh. Sebanyak 4.894 orang di antara peserta memilih kelompok Sains dan Teknologi (Saintek), dan 3.826 orang memilih Sosial dan Humaniora (Soshum), sementara 5.773 orang sisanya adalah pemilih kelompok campuran,” ungkapnya, Selasa (31/5/2016).

Selain di Banda Aceh, ujian SBMPTN juga dilaksanakan di Sub-Panitia Lokal Meulaboh, Aceh Barat, dengan jumlah peserta sebanyak 1.186 orang. (sumber 42.663 Ribu Peserta Ujian SBMPTN 2016 Pilih Universitas Syiah Kuala).

Bila melihat tingginya minta para calon peserta terhadap PTN yang difavoritkan ini menjadi salah satu prioritas dalam mengikuti ujian masuk sebagai calon mahasiswa baru di setiap daerah mana pun yang memiliki PTN favoritnya.

PTN Favorit, antara Gengsi dan Ilmu

Melihat animo masyarakat yang setiap tahun kala diadakannya ujian masuk penerimaan calon mahasiswa atau mahasiswi baru maupun siswa baru, pilihan orang tua dan para calon peserta yang berkeinginan untuk masuk pada lembaga penyelenggara pendidikan yang favorit di mata masyarakat.

Bila melihat animo masyarakat ada beberapa kemungkinan yang tersirat dari keinginan para orang tua dan calon peserta itu sendiri dimana kemungkinan yang pertama adalah bisa berupa dimana orang tua para peserta itu "termotivasi" adanya rasa gengsi baik itu di kalangan masyarakat, kerabat maupun kolega kerja yang berlomba-lomba untuk masuk PTN favorit di daerahnya.

Bagi para orang tua calon peserta memiliki rasa gengsi kala anaknya mengikuti ujian masuk ke PTN favorit, dimana orang tua ada rasa kebanggaan tersendiri bila anaknya mampu mencapai kelulusan dan masuk ke salah satu PTN favorit di daerahnya tersebut. Orang tua para peserta berharap dengan kelulusan anaknya itu bisa membuat keluarga bangga akan keberhasilan anaknya tersebut.

Kemungkinan yang kedua adalah PTN favorit tersebut menawarkan taraf ilmu yang lebih berkualitas dari PTN lainnya. PTN favorit yang di huni oleh segenap tenaga pengajar yang berkompeten di bidangnya maupun dari segi sarana dan prasarana penunjang keberhasilan si anak pada saat menuntut ilmu di PTN tersebut.

Taraf ilmu yang berkualitas bila kita melihat dari kacamata yang luas sebenarnya bukan hanya berasal dari PTN favorit saja, namun ilmu yang berkualitas itu lahir dari para tenaga pengajar yang profesional dalam menjalankan bidangnya dan bagaimana niat para calon mahasiswa ini dalam menuntut ilmu baik di PTN yang favorit maupun yang non favorit.

Praktek Nepotisme Merajelala

Dengan tingkat animo masyarakat yang sangat tinggi untuk kelulusan anaknya pada PTN favorit tersebut, tidak menutup kemungkinan akan membuka "pintu" pada praktek-praktek Nepotisme.

Praktek-paraktek Nepotisme pada ujian masuk ini bukanlah "barang baru" yang terjadi di Indonesia, para calon peserta maupun para orang tua calon peserta ini yang termotivasi untuk masuk pada PTN favorit ini akan melakukan segala cara agar mencapai kelulusan.

Hal itu memicu maraknya praktek-praktek Nepotisme  yang terjadi misalnya menggunakan jasa joki pada saat ujian masuk dan ada pula para "pejabat" atau "orang penting" yang menggunakan kekuasaan jabatan yang dimiliki itu untuk meloloskan anaknya tersebut. Tak jarang juga ada yang memberikan sejumlah uang atau tindakan suap yang bertujuan untuk meloloskan anaknya. Salah satu contohnya adalah Demi Pacar, Gadis Cantik Rela Jadi Joki SBMPTN dan banyak kasus lainnya yang terekspos di masyarakat.

Ubah Niat dan Ikut Ujian secara Sportif

Bila niat para calon mahasiswa ini sama dengan para orang tua calon peserta hanya berlandaskan rasa gengsi saja, maka tak akan ada guna bila calon mahasiswa yang lulus tersebut. Niat awal sangatlah menentukan langkah dalam meretas jalan masa depan, sehingga bila hanya bermodalkan niat gengsi tersebut kepada teman sejawat atau kepada masyarakat bahwa dirinya telah lulus di PTN favorit maka ilmu yang didapatnya tidakkan mencapai taraf keberkahan.

Ubahlah niat awal yang salah itu, sehingga niat yang awalnya hanya untuk ke"gengsi"an semata menjadi niat benar-benar mengikuti ujian tersebut untuk memperoleh kelulusan yang maksimal, ketika kelulusan secara sportif itu di banggkan maka itu sah-sah saja.

Seharusnya peran orang tua dalam memotivasi anak untuk lebih giat belajar dalam menempuh ujian masuk itu sendiri adalah berperan sangat besar. Orang tua yang baik tidak akan membenarkan anaknya untuk melakukan kecurangan-kecurangan yang mengakibatkan salah satunya adalah pembodohan terhadap anaknya sendiri.

Orang tua juga berperan dalam meminimalisir terhadap keberlangsungan praktek-praktek Nepotisme itu dari menghilangkan rasa "gengsi" itu. Mengubah rasa "gengsi" dengan mensupport anak tersebut untuk lebih rajin belajar dan bersikap jujur pada saat mengikuti ujian.

Kebanggaan yang diperoleh dengan sikap sportif dan kejujuran akan terasa lebih beda dengan sebuah kebanggan dengan cara yang diperoleh dari kecurangan. Kebanggaan yang diperoleh dari sikap jujur akan membuat si anak lebih giat belajar kala si anak telah lulus dan melalui perkuliahan tersebut.

Sedangkan bagi anak yang memperoleh dari kecurangan maka dia akan makin malas belajar karena menganggap nilai-nilai tersebut bisa diperoleh dari bantuan orang tua nya maupun mencontek saat ujian.

Ketika seorang anak menuntut ilmu dengan proses yang tidak benar maka ilmu yang ada padanya itu tidak akan bermanfaat sama sekali. Sehingga lulusan dari proses tersebut akan merusak bangsa bukan malah membangun bangsa ini.

Jangan salahkan bila nanti akan kembali terdengar kabar " Dokter melakukan kesalahan ketika melaksanakan sebuah operasi", "seorang guru memukul atau mencabuli siswanya" , " Koruptor makin merajalela".

Semua itu adalah hasil-hasil dari proses awal yang tidak benar, bukan terjadi sedemikian kebetulan saja. Sehingga membuat negara ini, makin hancur dan tidak pernah mengarah ke negara maju.

***

Tulisan ini hanya mengangkat tentang yang terjadi di kehidupan sehari-hari.

Semoga bisa menjadi inspirasi dan membuka mata hati kita semua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun