Mohon tunggu...
Liza Fathia
Liza Fathia Mohon Tunggu... Dokter - Tentang Saya

Seorang pembelajar yang selalu haus akan ilmu pengetahuan https://liza-fathia.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kantor Bupati Aceh Besar, Istana Megah di Tengah Hutan

13 April 2014   22:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama beberapa bulan bertugas di RSUD Kota Jantho, ada satu bangunan yang selalu membuat mata ini tercengang saat bus yang saya tumpangi melewatinya. Bangunan itu terletak tepat di sebelah kiri dari persimpangan Jalan Transmigrasi. Ia terlihat begitu kontras karena menjadi satu-satunya bangunan di antara semak belukar itu. Ukurannya begitu besar dan arsitekturnya mengikuti gaya Eropa dan Timur Tengah yang sangat menarik sehingga memesona setiap mata yang memandang.

Sejak pertama datang ke Jantho, saya sudah terpikat dengan bangunan itu. Ternyata di tengah-tengah hutan, ada istana yang berdiri kokoh di sana. Tetapi itu bukanlah istana raja melainkan kantor bupati Aceh Besar yang baru. Selama ini, kantor bupati terletak di kompleks perkantoran yang tidak jauh dari bagunan megah yang hampir selesai pembangunannya. Direncanakan, sang bupati bersama stafnya akan berpindah ke kantor baru itu jika ibukota Aceh besar tidak jadi berpindah ke Kecamatan Kuta Malaka. Ya, pada tahun 2013 silam, Pemerintah Aceh telah mengeluarkan qanun tentang pemindahan ibukota kabupaten ini dan pada awal Maret silam tim penilai kelayakan pemindahan dari Kemedagri Jakarta bertandang ke kota ini.

Meski setiap hari saya melewati kantor bupati yang hampir selesai itu, tetapi belum sekalipun saya melihatnya dari dekat. Bus yang saya tumpangi hanya melintas di depannya tanpa pernah berhenti walau sejenak. Lagipula, tidak mungkin bus pegawai itu berhenti di sana karena kami semua tiba di rumah sakit tepat waktu. Perjalanan dari Banda Aceh ke Jantho memerlukan waktu satu jam yang sangat melelahkan karena harus melewati jalanan yang berliku dan hutan belantara. Segera tiba di RS dan menyiapkan diri untuk melayani pasien itu lebih baik dari pada berlama-lama di jalan. Namun, dalam hati saya selalu bertekad agar suatu hari nanti saya bisa melihat dari dekat gedung yang megah itu dan foto-foto di depannya.

Walhasil, ketika saya mendapat tugas jaga malam di IGD, saya tidak ingin menyia-siakan kesempatan untuk berfoto di depan gedung. Letak gedung bupati tersebut sekitar 500 meter dari rumah sakit, jadi saya cukup meminjam motor karyawan lain agar tiba di sana. Hanya saja, kalau saya ke sana di waktu siang, saya harus berhadapan dengan tukang bangunan yang jumlahnya puluhan. Mandor dan kontraktor kemungkinan besar juga berada di sana. Ini bisa menghambat misi yang telah lama saya susun. Konon, mandor di sana terlihat sedikit sangar dan kurang bersahabat. Belum lagi belajar dari pengalaman teman saya yang pernah mencoba memotret gedung Wali Nanggroe yang sedang dibangun beberapa waktu silam di kawasan Lampeuneuruet, Aceh Besar, ia pernah diminta untuk menghapus hasil bidikannya dengan paksa oleh petugas yang ada di sana.

Setelah mempertimbangkan beberapa kemungukinan yang akan terjadi, saya pun memutuskan untuk mengunjungi gedung kantor bupati di pagi hari. Ketika hari mulai terang, saya mengajak seorang teman ke sana. Bravo! Gedung itu terlihat sepi, hanya satu dua tukang yang melintas. Lalu saya meminta izin untuk mengambil foto. Mungkin karena melihat dua perempuan lugu yang datang pagi-pagi ke sana, si tukang lalu merasa kasihan dan langsung mengizinkan kami untuk foto-foto.

Baru beberapa foto saya jepret dengan kamera ponsel, tiba-tiba seorang laki-laki menegur tukang yang tadi memberikan izin bagi saya.

“Hei, kok kau izinkan foto-foto? Harusnya kan belum boleh karena belum siap?”

Mendengar ucapan bernada kasar itu, saya dan teman mulai was-was. Buru-buru kami berfoto di sana dan tidak lupa juga foto selfie. Kemudian saya segera menstarter motor dan kembali ke rumah sakit. di Di perjalanan pulang, saya sedikit merasa kecewa karena hanya foto bangunan secara keseluruhan yang terekam di kamera, saya tidak sempat menikmati arsitektur bangunan bergaya Eropa. Semoga saja nanti ketika gedung itu selesai dan terbuka untuk khalayak ramai, saya dapat mengabadikan keindahan bangunannya secara detail.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun