Sabtu pagi yang cerah melangkah menuju sebuah keindahan milik Tuhan, perjalanan yang cukup memakan waktu lewat darat dan menyeberangi lautan demi memanjakan rasa penasaran, cukup beruntung dalam melakukan perjalanan ini karena bantuan seorang sahabat (Ubhe) yang menuntun kami untuk bertemu dengan Kepala Desa (Pak Rasyid) beberapa pulau di sekitar, hingga Pak Kepala Desalah yang memfasilitasi kami untuk menyeberang ke pulau yang diayominya itu.
[caption id="attachment_330358" align="aligncenter" width="300" caption="Menuju Perahu"]

Untuk menyeberang ke Pulau Cengkeh atau orang setempat menyebutnya Cangke (Bahasa Lokal Sulsel untuk Cengkeh) kami berangkat dari Kabupaten Pangkep di dermaga kayu Biring Kassi yang berdampingan dengan pelabuhan angkut material Semen Tonasa, perjalanan di bawah terik matahari yang seakan membakar kulit dan mendidihkan otak ini memakan waktu hampir 2 jam melewati kapal-kapal besar dan beberapa pulau.
[caption id="attachment_330065" align="aligncenter" width="300" caption="Dermaga Pulau Cengkeh/Cangke"]

Perjalanan kami tidak langsung ke Pulau Cengkeh karena harus transit dulu di pulau tetangganya Pulau Pala untuk menurunkan penumpang lainnya, dan 15 menit kemudian sampailah kami di Pulau Cengkeh panas terik yang membakar terbayarkan dengan pesona suasana yang eksotis yang begitu menawan air begitu jernih hingga cahaya matahari menembus terumbu karang, pulau kecil yang imut-imut ini dikelilingi oleh pasir putih.
[caption id="attachment_330069" align="aligncenter" width="300" caption="Sudut Lain Pulau Cengkeh/Cangke"]

Juru mudi kapal (Pak Ilyas) yang juga Staf Dusun di Pulau Pala yang ditempati transit tadi membawa kami ke penghuni Pulau Cengkeh/Cangke untuk bertemu dengan pasangan suami-istri penghuni tunggal pulau ini. Jadi di pulau ini hanya ada 1 kepala keluarga saja yang sudah cukup tua, yaitu Daeng (Dg) Abu dan istrinya Dg Mida. Sambutan hangat pun diberikan kepada kami, dipersilahkan duduk sambil bercerita dan menanyakan perihal kunjungan kami.
[caption id="attachment_330230" align="aligncenter" width="300" caption="Dg Abu Sedang Menyeka Keringat di Wajahnya dan Istrinya Dg Mida dengan Buku Tamunya"]

Seiring berjalannya waktu cerita-cerita kami makin akrab dengan suasana keakraban. Pak Ilyas yang masih kerabat dengan Dg Abu minta izin pamit untuk kembali ke pulaunya sehingga kami melanjutkan sendiri mendengar kisah kedua pasangan penghuni pulau ini. Banyak cerita dan curahan hatinya, bahkan keluh kesahnya.
[caption id="attachment_330510" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah Tua Dg Abu Tempat Bernaung dari Panas dan Hujan"]

[caption id="attachment_330233" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah Baru Dg Abu Bantuan dari Dompet Duafa"]

Dg Abu dan Dg Mida sudah menghuni Pulau Cengkeh sejak tahun 1972. Berarti sudah 42 tahun mereka menghuni pulau itu. Dg Abu yang punya keterbatasan fisik karena matanya buta bertahan hidup di pulau yang luasnya mungkin hanya seukuran ± lapangan sepak bola ini. Ia bercerita banyak, mulai perihal berawalnya ia menghuni pulau itu hingga menyebut beberapa bupati dan pejabat muspida, LSM, sampai beberapa media yang pernah datang mengunjunginya.
[caption id="attachment_330235" align="aligncenter" width="300" caption="Salah Satu Gazebo di Sudut Pulau Cengkeh/Cangke"]

Angin sejuk dan pemandangan yang indah yang ditawarkan pulau ini seakan membuat kami ingin terus larut karena suasana yang begitu tenang. Dg Abu yang bercerita dengan dialek Makassar yang kadang bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa Makassar mengatakan bahwa pulau ini baru banyak dikunjungi sejak tahun 2000-an hingga saat ini. Pulau ini bukan saja dikunjungi oleh manusia. Di bulan-bulan tertentu, pulaunya Dg Abu ini didatangi penyu untuk bertelur. Dg Abu mengatakan biasanya bulan Desember sampai bulan Januari banyak penyu yang datang untuk bertelur.
[caption id="attachment_330356" align="aligncenter" width="300" caption="Terumbu Karang Pulau Cengkeh/Cangke"]

Di bawah rumah Dg Abu dan istrinya kami bercerita banyak. Ia juga menceritakan bahwa rumah yang ditempatinya saat ini adalah bantuan dari Dompet Duafa sambil menunjuk rumah aslinya di sebelahnya yang juga masih ditempatinya yang katanya di mana ia capek di situlah ia terbaring. Di dinding rumahnya ada beberapa piagam penghargaan beserta foto-foto yang terpasang, baik dari pemerintah maupun dari NGO lainnya. Dg Abu dan istrinya bukannya tidak punya anak. Ia punya anak tunggal laki-laki dan tujuh cucu, bahkan sudah punya cicit tapi semunya tinggal di Pulau Pala. Dg Abu sering diajak oleh anak-cucunya tinggal bersama, tapi Dg Abu tidak mau karena sudah terlanjur cinta dengan Pulau Cengkeh/Cangke. Padahal, di pulau sebelah ada sampai 80 KK penghuninya, termasuk anak cucu Dg Abu. Kami juga menanyakan bagaimana dengan logistik bahan makan dan air karena di sini tidak ada air tawar. Dg Abu mengatakan ia disuplai oleh anak-cucunya. Bahkan bila dalam keadaan terdesak, Dg Abu menyalakan api sebagai tanda bahwa di sini logistik sudah menipis.
[caption id="attachment_330238" align="aligncenter" width="300" caption="Masih Ada Pengunjung Yang Kurang Sadar Tentang Kebersihan dan Membuang Sampah Sembarangan Padahal ada Tempat Sampah yg Tersedia"]

Dan tak terasa sudah sore kami sudah tak sabaran lagi untuk mengelilingi pulau, baik darat maupun dasar lautnya yang banyak terumbu karangnya. Dg Abu menyuruh kami untuk mengisi buku tamunya sambil berpesan jangan kotori pantai dan laut karena ia sudah cukup tua untuk membersihkannya. Dengan berbekal peralatan sederhana yang mendukung kacamata snorkeling, saya menyelami dasar laut yang menakjubkan tapi sayang banyak bulu babi yang bisa melukai kaki karena kebetulan tidak memakai sepatu katak.
[caption id="attachment_330690" align="aligncenter" width="300" caption="Sunshet & Sunrise"]

Puas berkeliling dan nyemplung, saatnya menunggu matahari kembali ke peraduannya untuk memotret matahari terbenam/sunshet, setelah Magrib pengunjung makin ramai karena ada lagi kapal yang datang dengan membawa puluhan orang yang ingin menikmati keindahan Pulau Cengkeh/Cangke. Wisatawan-wisatawan ini tidak saja wisatawan lokal, tapi dari mancanegara pun ada, bahkan ada bule-bule yang membawa keluarga besarnya termasuk yang tua maupun yang anak-anak.
Sambil ditemani cemilan kecil, kami duduk berdua di dermaga kayu bercerita mengenang masa lalu di Gombara, beratapkan langit yang penuh bintang bersanding dengan cahaya rumpon atau bagang di tengah lautan. Suara deru ombak yang beriak berkejaran, angin sepoi-sepoi mengibaskan tubuh membuat waktu tak terasa sudah pukul 10 malam dan saatnya tidur. Keesokan harinya setelah Shubuh, kami melanjutkan berkeliling pulau menghirup udara segar ditemani kicauan burung dan kokok ayam piaraan Dg Abu di pagi hari sambil menunggu matahari terbit/sunrise. Ketika matahari sudah mengintip yang juga tak kalah eksotisnya dengan sunset yang kemarin. Setengah jam kemudian kapalnya Pak Ilyas datang menjemput kami untuk kembali ke daratan yang tentunya pulang membawa kenangan yang cukup berharga, apalagi tentang arti sebuah pelajaran kehidupan cukup sederhana dari Dg Abu dan Dg Mida, tapi bagi kami itu luar biasa.
[caption id="attachment_330239" align="aligncenter" width="300" caption="Sunshet"]

Indonesia kita ini, itu menarik Kawan..
Acchi 02 : 56 PM
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI