Mohon tunggu...
academiclegal
academiclegal Mohon Tunggu... Lainnya - ORGANISASI

AcademicLegal hadir sebagai platform edukasi hukum yang bertujuan memberikan wawasan mendalam seputar hukum di Indonesia. Dengan pendekatan akademis yang mudah dipahami, kami berkomitmen untuk membahas berbagai isu hukum, mulai dari hukum pidana, perdata, hingga hukum ekonomi syariah dan teknologi. Melalui artikel-artikel yang informatif dan berbasis riset, AcademicLegal tidak hanya ingin meningkatkan literasi hukum masyarakat, tetapi juga menjadi ruang diskusi untuk mendorong kesadaran akan hak dan kewajiban hukum setiap individu. Mari bersama memahami hukum untuk menciptakan masyarakat yang adil, cerdas, dan berintegritas.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Teori Labeling dan Self-Fulfilling Propechy Faktor Utama Penyebab Residivisme?

13 Januari 2025   15:57 Diperbarui: 22 Januari 2025   12:07 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 DWI SEKAR ARUM

UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

       Residivisme atau Residivis merupakan tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang yang sebelumnya telah mendapatkan hukuman pidana berdasarkan keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Pengulangan tindak pidana ini terjadi ketika individu telah menyelesaikan masa hukuman dan kembali ke masyarakat, kembali melakukan tindak pidana untuk kedua kalinya. Menurut Hukumonline, Residivis adalah seseorang yang kembali melakukan kejahatan yang sama atau yang dianggap sejenis oleh undang- undang dalam waktu lima tahun sesuai dengan ketentuan dalam Buku ke-II BAB XXXI Pasal 486, 487, dan 488 KUHP. 

Pemberatan pidana terhadap residivis mengacu pada ketentuan tersebut, di mana ancaman pidana maksimal ditambah sepertiga dari hukuman yang dijatuhkan. Pemberatan ini berlaku jika memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti mengulangi kejahatan yang sama atau sejenis, terdapat putusan hakim antara kejahatan yang satu dan yang lain, hukuman yang dijatuhkan adalah penjara (bukan kurungan atau denda), dan dilakukan dalam waktu tidak lebih dari lima tahun setelah menjalani hukuman sebelumnya.

        Menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada Februari 2020, terdapat 18,12% residivis dari total 268.001 tahanan dan narapidana. Di antara narapidana, sebanyak 204.185 di antaranya merupakan residivis. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa residivisme bisa terjadi? 

        Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab pengulangan tindak pidana (residivisme). Faktor-faktor ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat meliputi: 

1. Krisis Indentitas

        Disebabkan oleh stigma dalam masyarakat Masyarakat seringkali memberi label negatif kepada mantan narapidana, seperti "Penjahat" atau "Kriminal" meskipun mereka telah menjalani masa hukuman dan seharusnya diberikan kesempatan untuk memulai hidup baru. Proses pemberian label ini sesuai dengan Teori Labeling yang dikemukakan oleh Edwin M Lemert, yang menyatakan bahwa label negatif yang diterima individu dapat menyebabkan mereka berperilaku menyimpang. 

Label ini tidak hanya memengaruhi bagaimana orang lain memandang individu tersebut, tetapi juga bagaimana individu itu memandang dirinya sendiri. Ketika masyarakat terus-menerus menandai mereka dengan label tersebut, individu yang terstigma cenderung merasa bahwa mereka tidak dapat diterima kembali oleh masyarakat atau tidak bisa mengubah persepsi orang lain. Akibatnya, mereka mungkin merasa tidak punya pilihan lain selain kembali ke perilaku kriminal sebagai cara untuk menghadapi diskriminasi sosial yang terus-menerus mereka alami. 

       Proses ini berhubungan erat dengan konsep self-fulfilling prophecy dalam psikologi sosial, yaitu ketika ekspektasi atau keyakinan negatif yang diterima individu dari lingkungan sekitar menjadi kenyataan. Robert K. Merton, seorang sosiolog yang memperkenalkan konsep self-fulfilling prophecy (SFP) pada tahun 1948 menjelaskan bahwa konsep ini merujuk pada situasi di mana keyakinan atau anggapan yang tidak benar dapat mempengaruhi tindakan seseorang, sehingga keyakinan tersebut pada akhirnya menjadi kenyataan. 

Ekspektasi buruk masyarakat terhadap mantan narapidana seperti asumsi bahwa mereka pasti akan kembali berbuat kejahatan seringkali mempengaruhi mantan narapidana untuk bertindak sesuai dengan harapan 3 tersebut. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa terisolasi, kehilangan harga diri, dan akhirnya mendorong mereka untuk melakukan kejahatan lagi karena mereka merasa tidak ada harapan untuk perubahan dan mereka merasa dilabeli sebagai "kriminal" seumur hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun