Di hari yang lain, ketika saya berkesempatan berbincang dengan Erfan, salah satu sopir ambulance di RSD. dr. Soebandi Jember, dia bilang, "Kini jika saya harus mengantar pasien yang menderita cedera otak berat maupun ringan, yang dirujuk ke Surabaya, maka saya akan mengemudikan ambulance dengan pelan dan berhati-hati, setidaknya hingga sampai di kecamatan Rambipuji. Setelah melewati Rambipuji, baru saya bisa tancap gas."
Kiranya, salah satu akar masalahnya adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi oleh angkutan massal yang nyaman, serta dengan harga yang terjangkau.
Kini, setelah satu tahun Jember dikejutkan marka kejut, bagaimana kabar peninjauan ulang tentangnya? Apakah Kabid Lalin Dinas perhubungan Jember telah memiliki jalan keluar untuk kenyamanan pengguna jalan seperti Ibu-ibu hamil, perempuan yang sedang haid, dan pasien pengguna ambulance? Bagaimana pula perbandingan angka statistik lakalantas dulu dan sekarang? Saya kira, akan baik jika pihak terkait mampu memberi penjelasan sederhana kepada masyarakat Jember, sebab mereka memang berhak untuk mengerti.Â
Selamat Hari Perhubungan Nasional.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H