Mohon tunggu...
RZ Hakim
RZ Hakim Mohon Tunggu... lainnya -

Rakyat biasa yang senang menulis. Kini tinggal di Kalisat, kabupaten Jember.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jember Membaca, Seperti yang Dituturkan Etty Dharmiyatie

11 September 2015   22:33 Diperbarui: 12 September 2015   13:24 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya Etty Dharmiyatie. Perempuan kelahiran Jember, 27 Maret 1973 ini tampak bangga bisa mengabdikan diri di LPP RRI Jember. Suaminya, Didik Slamet Santoso, lelaki kelahiran 6 Mei 1960 juga tercatat sebagai karyawan RRI Jember. Etty dan Didik menikah pada 30 Juni 1997. Mereka dikaruniai dua buah hati, Dio dan Bintang.

"Mulanya aku masuk RRI Jember di Programa 2 pada bulan November 1994. Aku bisa diterima di sini gara-gara menyabet juara dua lomba menyiar HUT RRI. Pesaingnya cuma Prosalina, yang lain masih pakai gelombang AM. Waktu itu namanya masih IDOLA FM. Kini Programa 2 lebih dikenal dengan nama Pro 2 RRI Jember. Seiring berlalunya waktu, pada Januari 2009 aku masuk Pro 1 RRI Jember, tak lagi di Pro 2. Itu bertahan hingga hari ini."

Pasangan Etty Dharmiyatie dan Didik Slamet Santoso, mereka tinggal di kaki gunung Sadeng. Itu sebuah gunung kapur yang masuk desa Grenden kecamatan Puger, Jember. Menurut Etty, di sanalah ia dilahirkan. Hari-hari mereka lewati dengan membelah jalur Grenden hingga kantor RRI Jember, berjarak sekitar 47 kilometer. Jika dilakukan pergi-pulang, kita hanya tinggal mengalikan dua saja. Padahal mereka masih harus mengantarkan dua buah hatinya ke sekolah, belum urusan yang lain-lain. Di antara kesibukan itu, seorang Etty tak pernah lelah melahirkan ide-ide kreatif untuk korps yang ia cintai.

Lima hari yang lalu, tepatnya pada 6 September 2015, melalui Pro 1 RRI Jember, ia memberi fasilitas kepada para pencinta literasi di Jember untuk berkumpul dan menggagas sebuah acara. Mereka memberinya nama 'Jember Membaca.' Apa dan bagaimana acara ini?

Secara garis besar, teknis pelaksanaan 'Jember Membaca' sederhana saja. Mula-mula, peserta memilih bebas buku bacaan yang disediakan panitia. Mereka diberi waktu 30 menit untuk membaca dan mengisi form yang berisi beberapa pertanyaan seputar buku yang dibaca, serta menulis maksimal 3 paragraf tentang apa yang sudah dibaca. Tahap selanjutnya, juri akan memilih 10 peserta terbaik. Mereka kemudian dipersilahkan tampil mempresentasikan paragraf pendek tersebut.

Jember Membaca dilaksanakan pada 6 September 2015 bertempat di Auditorium R. Soemitro RRI Jember. Sengaja dipilih tanggal tersebut, dua hari sebelum Hari Aksara Internasional, dan lima hari sebelum Hari Radio Republik Indonesia.

Bersama Etty Dharmiyatie, saya memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai acara yang bergizi ini, Jember Membaca.

"Memang sejak lama kami merindukan langkah awal bersatunya taman baca di Jember. Kami merasa penting jika kaki literasi sudah melangkah. Baru satu langkah memang, tapi semoga menjadi pijakan untuk langkah berikutnya. Acara Jember Membaca gratis, untuk itu tidak disediakan konsumsi, hanya air mineral saja. Untuk kelancaran acara, kami dapat dukungan dana dari universitas Terbuka --UPBJJ UT Jember. Itu berupa cetak backdrop, banner, piagam, ucapan terima kasih, juri, dan lain-lain. Kebetulan di UT ada program D2 Perpustakaan, dan hari jadi kami berdekatan. Dies Natalis UT pada 4 September sedang Hari Bhakti RRI 11 september. Nyambung dech. Awalnya nama yang terdaftar hanya sekitar 50an orang saja. Lalu kami putuskan menerima jika ada yang mendaftar susulan, mengingat buku yang disediakan lumayan banyak. Kami juga dapat dukungan Perpustakaan Daerah berupa seorang juri dan satu bus keliling yang diparkir di halaman RRI Jember. Jadi ada 3 juri dalam acara Jember Membaca. Mereka adalah Ibu Suci dari Perpustakaan Daerah kabupaten Jember, Bapak Iman Suligi dari Kampoeng Batja, dan Mas Riyadi Ariyanto dari Komunitas Berbagi Happy."

Etty juga menuturkan tentang siapa saja pendukung acara Jember Membaca.

"Pendukung acara: TBM --Taman Baca Masyarakat-- Kampoeng Batja yang beralamat di JL. Nusa indah VI/7 Kreongan-Jember, kemudian Komunitas Berbagi Happy, Perumahan Pondok Gede Blok ED-12 Jember. Ada juga Moconesia, tempat berkumpulnya ada di Perumahan Demang Mulia Blok E-14 Kebonsari-Jember. USK --Untukmu si kecil-- asuhan Profesor Ayu Sutarto yang berlokasi di JL. Sumatera-Jember. Rumpun Aksara dari desa Panti kecamatan Panti-Jember, mereka juga terlibat aktif dalam acara ini. Setelah Rumpun Aksara ada TBM Kemuning desa Umbulrejo, dan Perpustakaan Daerah tentu saja."

Saya suka mendengar Etty menuturkan acara tersebut. Ia detail sekali dalam berkisah. Bahkan perihal pembawa acara hingga latar belakang keikutsertaan peserta tak luput dari perhatiannya.

"Semula MC kami siapkan duet anak-anak tapi mengingat kondisi yang ramai (Auditorium R. Sumitro RRI Jember penuh orang), MC anak-anaknya batal, diganti MC RRI yang ada di tempat. Kebetulan dari sisi kepanitiaan aku dapat dukungan dari arek-arek Pro 2 RRI Jember --Yusnizar, Gea, dan Teddy. Ada juga dukungan dari SMKN jurusan Broadcasting untuk dokumentasi. Itu murid-muridnya jeng Devi Fitrah. Aku ada di tempat sejak pagi jam 06.15 WIB. Kagetnya pada jam itu sudah ada yang mulai datang. Banyak juga peserta yang daftar nama 1 orang, eee begitu datang bawa 4-5 orang temannya. Sempat aku tanya beberapa orang diantara peserta. Apa yang membuat tertarik untuk ikut acara ini? Rata-rata jawabannya, 'Ingin ramai-ramai ikut membaca di RRI, karena baru kali ini ada kegiatan seperti ini.' Tentu saja panitia terkaget-kaget menerima warga Jember yang mencapai hampir 200 orang dari usia SD --termuda kelas 2 SD-- sampai dewasa. Peserta terjauh dari Glenmore, Banyuwangi."

Disebutkan juga oleh Etty tentang penyedia hadiah dalam acara Jember Membaca. Di antaranya dari keluarga besar Letkol Moch. Sroedji. Mereka mengirimkan Novel dan komik Sang Patriot. Lalu ada PT. Pos Indonesia, Gramedia, dan CMN.

Menurut Etty, setiap peserta dapat nomer dada. Ketika pulang, mereka membawa semacam sertifikat. Yang belum kebagian dijanjikan dalam bulan ini sudah bisa menerima sertifikat itu.

Apa harapan seorang Etty Dharmiyati setelah acara Jember Membaca berakhir dengan manis?

"Setelah Festival --aku lebih suka menyebut begitu-- Jember Membaca usai dan membuat terkejut banyak orang, lalu apa? Mungkin bagi lembaga akan dijadikan kegiatan rutin tiap tahun, pun bagi TBM Kampoeng Batja. Bagiku, data peserta yang ada ibarat harta karun karena setelah ini ingin aku wujudkan keinginan yang sesungguhnya, Reading Chalenge. Setiap sekolah yang berpartisipasi mengirim anak didiknya akan jadi tamu dalam beberapa acaraku. Ohya, lupa. Kenapa sekolah-sekolah tampak antusias mengirim utusan? Mungkin karena aku kirim sendiri surat undangannya. Aku dan suami keliling nggak kenal wayah, hihii. Biasanya kan RRI kirim undangan via pos."

Di penghujung perbincangan kami, saya sempat melemparkan pertanyaan sederhana untuknya. Ini tentu berhubungan dengan pemberitaan di media pada dua bulan yang lalu, ketika mereka kembali mengangkat isu buta aksara latin di Jember. Seperti yang ditulis di dinding Facebook Sokola Rimba. "Bahkan tahun 2010, Jember memiliki jumlah penduduk buta huruf terbanyak di Indonesia. Target pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini hingga tahun 2015. Namun ternyata masih ada yang tertinggal."

Mendengar pertanyaan itu, Etty tersenyum. Ia berhasil menjawabnya dengan baik.

"Mana yang harus didahulukan, budaya baca atau berantas buta aksara latin? Dua-duanya sama penting, harus berjalan satu program. Tapi yang sangat darurat dibutuhkan saat ini adalah membangkitkan rasa peduli. Yak opo pas carane? Memang sulit, tapi tidak mustahil. Dibutuhkan 'karet gelang' yang tidak berbau politik. Aku ingin itu. Soal tambal sulam, untuk saat ini tidak apa-apa membuat acara seperti itu. Daripada robek? Nurut aku, banyak media bisa dipakai untuk jadi 'karet gelang' pemersatu, termasuk media radio. Dari kacamataku, itu salah satu roda besar yang akan membuat perubahan."

Seperti itulah kisah tentang acara Jember Membaca yang telah dilaksanakan lima hari lalu, seperti yang dituturkan oleh Etty Dharmiyatie. Dengan senang hati saya mencatatnya. Kabar baik lainnya yang saya dengar dari pasangan Didik dan Etty, sejak bulan lalu mereka sekeluarga telah berpindah rumah. Jaraknya jauh lebih dekat dengan RRI Jember. Kini mereka tak lagi menempuh perjalanan jauh hanya untuk meletakkan cintanya kepada Radio Republik Indonesia.

Sekarang saya mengerti mengapa kedua buah hati mereka diberi nama Dio dan Bintang. Kiranya pasangan ini sedang mengukir doa terindah untuk pada Bintang Radio. Kepada keluarga hebat ini, serta kepada para pencinta radio di seluruh pelosok negeri, dengan segenap kerendahan hati saya ucapkan selamat merayakan Hari Radio Republik Indonesia.

Salam sekali di udara tetap di udara!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun