Sekarang ini, siapa yang tidak mengenal penulis hebat bernama pena Tere Liye? Karya-karyanya renyah dan inspiratif. Saya bahkan pernah menuliskan referensi sederhana untuk salah satu novelnya yang berjudul Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Ya, bisa dibilang saya (dan istri saya) adalah penggemar karya Tere Liye. Terdorong dari rasa hormat dan salut pada semangat berkaryanya itulah, akhirnya saya bergabung di jejaring sosial facebook milik Mas Tere Liye. Perihal Status Page Facebook Tere Liye Pada 30 Juni 2012, ada sebuah status yang menarik dari Tere Liye. Begini bunyinya : Kalau kalian bisa facebook-an, twitter-an, maka tidak masuk akal kalian mengaku miskin. Nah, kalau tetap ngotot masuk golongan orang2 miskin, sana kerja, gunakan waktunya utk hal2 yg produktif. Aneh sekali, sudah ngaku miskin, tapi sibuk internetan doang. Status tersebut sukses membuat saya merenung. Ada apa dengan Tere Liye? Apakah dia terlalu tergesa gesa menyimpulkan keresahan atas apa yang terjadi di sekitar? Ya, bisa jadi Mas Tere terlalu tergesa. Itu dapat saya lihat dari update status setelahnya (yang tidak terpaut jauh, baik waktu maupun kata-kata).
Sebenarnya, tidak ada bedanya antara predikat kaya dan miskin. Semua orang berhak atas penggunaan fasilitas teknologi, selama itu tidak merugikan orang (atau pihak) lain. Apa bedanya antara orang tidak miskin yang mengaku miskin dengan orang tidak kaya yang mengaku kaya? Itulah awal dari keresahan saya hingga akhirnya mencoba mencurahkannya di sini. Dengan
catatan, saya tidak sedang berseberangan dengan Tere Liye. Hanya sekedar ingin mengungkapkan sudut pandang (dalam contoh kasus) yang sedikit berbeda saja, tanpa mengurangi rasa hormat saya pada semangat berkaryanya.
Contoh kasus Saya jadi teringat Budi dan Iip, dua bersaudara yang pekerja keras dan mengedepankan jujur. Dua orang yang berusaha keras menghindari kata miskin ini hanya memiliki ruang hiburan yang terbatas. Salah satunya ya sesekali bergumul di jejaring sosial. Bagi mereka, menyisihkan beberapa rupiah untuk duduk di bangku warnet adalah tamasya yang terjangkau.
Budi dan Iip
Budi dan Iip adalah duo pengamen yang aktif di komunitas Oi Jember dan juga KPJ, Kelompok Penyanyi Jalanan. Ketika mereka berjejaring sosial ria, mereka memanfaatkannya untuk saling menyapa kawan dan saling menanyakan kabar. Kadang juga diselingi dengan kegiatan sosial kolektif mereka. Seperti saat ini, melalui jejaring sosial facebook, Budi sedang memasarkan tabloid Oi (tablOi) pada kawan-kawannya. Sedangkan Iip, dia sedang mengajak kawan-kawannya untuk bakti sosial mengumpulkan barang bekas dan buku-buku bacaan untuk konsumsi adek-adek SD. Budi dan Iip, mereka tidak ngotot masuk ke dalam golongan orang miskin dan berusaha keras melawannya, tapi masih belum membuahkan hasil. Apa ya kira-kira pendapat mereka tentang status di atas?
Penutup Saya tahu, tujuan Mas Darwis Tere Liye menuliskan itu adalah sebagai media pengingat untuk kita semua, terutama bagi kawan-kawan muda. Mengingatkan bahwa jejaring sosial itu candu, jika ada di tangan orang yang tak bisa menjinakkannya. Tapi entah kenapa, saya kok masih kurang
sreg dengan status yang Mas Tere Liye tuliskan. Terlepas dari itu, saya salut dengan produktifitas Tere Liye dalam berkarya, dan ketidaklelahannya untuk saling mengingatkan. Doa saya untuk Tere Liye, semoga selamanya berdansa dengan karya. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Catatan Selengkapnya