Mohon tunggu...
RZ Hakim
RZ Hakim Mohon Tunggu... lainnya -

Rakyat biasa yang senang menulis. Kini tinggal di Kalisat, kabupaten Jember.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menatap Sampah di Bulan Berkunjung Jember

17 Juni 2012   02:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:53 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul di atas adalah plesetan dari pagelaran BBJ atau Bulan Berkunjung ke Jember tahun 2012. Saya tahu, setiap kali BBJ digelar selalu menyisakan pro dan kontra di kalangan masyarakat Jember sendiri. Di kesempatan kali ini, saya mencoba berhati hati dan menuliskan seputar BBJ dari sudut yang lain. Apa yang anda tahu tentang Bulan Berkunjung ke Jember? BBJ adalah sebuah program yang digagas oleh penyelenggara daerah di bawah pimpinan Bupati MZA Djalal, untuk menarik minat wisatawan (domestik maupun manca). Acara ini dimulai sejak tahun 2007. Beberapa cara dilakukan untuk mempopulerkan BBJ. Diantaranya adalah melalui promosi media dan menginformasikannya melalui kedutaan besar (Kedubes) di Jakarta. Meskipun menghabiskan anggaran yang besar, cara ini tergolong berhasil. Terbukti pada 2009 yang lalu, Pemerintah Negara Suriname (melalui Kedubesnya) memberikan support dan berencana mengirimkan wakilnya (audiens dari Suriname) setiap kali BBJ digelar. Acara ini semakin berkibar dan berhasil mencuri perhatian dunia ketika menggaet JFC (Jember Fashion Carnaval) dan menjadikannya sebagai rangkaian BBJ. Sesuai paparan singkat di atas, saya berharap para sahabat kompasianer bisa menggambarkan betapa bombastisnya pagelaran Bulan Berkunjung ke Jember. Tujuannya jelas, untuk menunjukkan pada dunia luar perihal potensi yang ada di kota kecil Jember. Diharapkan dari poin-poin potensi tersebut, nantinya akan ditindaklanjuti dengan membanjirnya investor. Keramaian berpotensi mengundang datangnya sampah Sangat jelas, dimana ada keramaian di situ ada potensi hadirnya sampah. Entah sampah yang dihasilkan dari pembungkus makanan ringan atau sampah botol air mineral. Itu rumus sederhana. Kita mudah menemukannya di pagelaran besar atau di tempat-tempat pariwisata. Di negeri ini, antara sampah dan pariwisata seakan sulit dipisahkan. Kabar baiknya, itu tidak berlaku di semua tempat pariwisata. Jadi kita masih punya tempat pariwisata yang bisa dijadikan percontohan. Entah itu mencontoh cara penanganan sampahnya, aturannya, atau mental kolektif (kearifan lokal) masyarakatnya. Oke, kembali ke BBJ. Ini adalah acara kolosal. Kemungkinan adanya sampah juga besar. Bagaimana cara untuk mengantisipasinya? Apa kita percayakan saja pada Dinas Kebersihan? Idealnya begitu, karena ini adalah program Pemerintah daerah. Bisa juga dengan cara pihak Pemda mendelegasikan EO di masing-masing acara untuk meminimalisir sampah. Atau dengan menggunakan standart internasional dalam masalah penanggulangan sampah, seperti petugas kebersihan yang selalu siap /standby. Tapi belajar dari BBJ sebelumnya, pengelolaan sampah butuh perhatian dari perhatian dari semuanya. Teristimewa dari orang-orang yang terlibat aktif di dalamnya, mulai dari pelaku BBJ hingga penonton. Kearifan lokal masyarakat Jember dalam menanggulangi sampah Jember adalah daerah yang plural. Dilihat dari sisi kulinernya saja, hampir semua makanan khas daerah lain ada di Jember. Yang ingin saya sampaikan, kota kecil Jember itu adalah daerah yang terbuka terhadap keberagaman. Banyaknya pendatang di Jember tidak menyebabkan matinya sifat gotong royong. Justru sebaliknya, terlihat saling bahu membahu dan saling memajukan, meski dengan cara yang berbeda beda. Sifat kolektif ini nampak manakala ada kegiatan kerja bakti atau kegiatan semacamnya. Dalam menanggulangi sampah (skala kecil) pun begitu. Kearifan yang lain.. Di kompasiana, saya pernah menulis sebuah artikel berjudul : Jember, Kota Yang Dibangun Dari Botol Kosong. Itu adalah tulisan sederhana yang mencoba menyegarkan ingatan bahwa di Jember pernah ada gerakan pengumpulan limbah botol kosong yang dikoordinir oleh penyelenggara daerah (saat Pak Djarwo menjadi Bupati Jember, akhir tahun 50-an hingga awal tahun 60-an). Pengumpulan botol kosong bertujuan untuk dijual dan hasilnya digunakan untuk memajukan dunia pendidikan. Jembatan Mastrib (yang menghubungkan Universitas Jember dengan dunia luar) adalah hasil dari dana botol kosong. Begitu juga dengan pembangunan awal Universitas Jember sendiri. Kearifan yang nampak dari JFC.. Kearifan tersebut masih bisa kita temui hari ini melalui Jember Fashion Carnaval atau lebih dikenal dengan JFC. JFC mengusung konsep re-desain barang-barang bekas (yang sudah tidak difungsikan) untuk dijadikan kreasi unik dalam bentuk fashion. Hebatnya lagi, gagasan JFC berangkat dari ke-indie-an. Ini yang saya salut. Pesan Dalam Botol Bersamaan dengan diadakannya BBJ tahun ini, ada acara menarik yang digagas oleh para pencinta alam (dan kawan-kawan seni) di Jember. Acara tersebut sengaja mengadopsi kearifan lokal yang pernah menguat tapi lama-lama terkikis. Tidak lain adalah pengumpulan botol kosong untuk pendidikan. Acara yang bertajuk "Pesan Dalam Botol" ini berangkat dari gagasan sederhana. Yaitu mengumpulkan botol kosong secara kolektif untuk kemudian dijual dan hasilnya akan dikirimkan ke beberapa sekolah di Aceh. Bukan hanya botol, bantuan berupa buku bacaan / panduan untuk konsumsi adek-adek SD juga ditampung. Mengenai distribusi / pengiriman berupa buku dan uang, bekerja sama dengan program Blogger Hibah Sejuta Buku yang juga diprakarsai oleh seorang kompasianer bernama Mbak Anazkia. Penggalangan botol kosong ini dimulai sejak 5 Juni hingga 5 Juli 2012. Kemudian ditutup dengan acara musik amal pada 7 Juli 2012, sekaligus pembacaan hasil penjualan botol. Tadinya mereka berencana untuk melakukan kegiatan memulung bersama (di setiap acara BBJ). Tapi setelah dipikirkan kembali, rencana tersebut urung dilakukan. Alasannya sederhana, karena seakan mengambil hak para pemulung. Lalu konsep ini dilanjutkan dengan cara yang berbeda. Hanya menerima sampah berupa botol bekas yang disetorkan atau dijemput. Harapannya selain penggalangan dana, juga untuk mengurangi sampah botol kosong di kota Jember, setidaknya selama acara BBJ berlangsung. Ini kabar baik bagi warga Jember yang tempat tinggalnya dekat dengan (atau dilalui) acara BBJ. Anda bisa mengumpulkan botol bekas air mineral (ini sampah yang paling sering terlihat) dan disumbangkan pada acara "Pesan Dalam Botol." Lumayan kan, kebersihannya dapat amalnya juga dapat, hehe.. Teristimewa bagi masyarakat Jember yang ingin menyumbangkan botol kosong, bisa dikirimkan di sekretariat pencinta alam terdekat di kota Jember. Wilayah Jember Selatan bisa menghubungi Pencinta Alam WACHANA Balung, CP 082330521802 atas nama Mas Lozz Akbar. Posko sentral "Pesan Dalam Botol" berada di Jalan Slamet Riyadi 135 Patrang - Jember, dengan CP 085230535333 atas nama Masbro | Tamasya Band. Dengan adanya acara "Pesan Dalam Botol" setidaknya membantu memperbanyak jumlah tong sampah di kota yang sedang punya gawe Bulan Berkunjung ke Jember ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun