Mohon tunggu...
Aca
Aca Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenian Topeng di Nusa Tenggara Barat

21 Mei 2023   06:00 Diperbarui: 21 Mei 2023   06:08 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topeng memiliki arti harfiah sebagai penutup wajah atau kedok. Secara umum, istilah ini sering dikutip dalam konteks politik untuk menggambarkan kepura-puraan dan manipulasi yang dilakukan oleh para politisi yang menyembunyikan niat sebenarnya di balik penampilan mereka. Namun, di Lombok, Nusa Tenggara Barat, topeng memiliki konotasi yang berbeda. Di sini, topeng terkait dengan seni ekspresi yang mengandung pesan moral dan nilai estetika. Topeng digunakan dalam seni teater tradisional seperti Cupak-Gerantang, Teater Amaq Abir, dan Teater Amaq Darmi. Dalam dua teater terakhir, ceritanya mengkritik perilaku para tuan tanah terhadap para petani penggarap, menggambarkan isu sosial yang relevan.

Topeng Lombok seringkali melibatkan interaksi sosial antara masyarakat lokal dengan masyarakat etnis Bali di Lombok. Banyak orang Bali yang menetap di Lombok sejak masa pemerintahan Raja Karangasem Singosari pada tahun 1692-1839. Kontak sosial dan budaya ini kemungkinan juga terkait dengan sejarah masuknya Islam di Lombok, terindikasi dari nama-nama pemain dalam teater tradisional tersebut yang memiliki nama seperti Ida (tuan tanah), Idayu (putri Ida), Jroayan, dan Tuan Guru (pemuka agama Islam di Lombok).

Topeng tradisional ini memiliki beragam karakter, mulai dari karakter angkara (tamak, rakus) seperti topeng Cupak, hingga karakter yang kuat, bijak, humanis, dan kharismatik seperti topeng Amaq Abir dan Amaq Darmi. Kemungkinan nama-nama ini sesuai dengan arti kata yang terkait, misalnya Abir yang bermakna akbar (besar) atau Darmi yang bermakna kebenaran. Terdapat juga sosok humanis yang terlihat pada wajah Amaq Tempenges (pembantu Ida dalam teater topeng Amaq Abir), yang kemungkinan nama tersebut mengandung arti tepeng (jujur) dan inges (ganteng).

Meskipun tidak diketahui secara pasti kapan seni topeng atau teater topeng lahir di Lombok, buku "Seni Topeng di Lombok" yang diterbitkan oleh Museum Negeri NTB pada tahun 1995/1996 memperkirakan bahwa seni topeng sudah dikenal oleh suku Sasak sejak abad VIII-IX. Hal ini dapat dikaitkan dengan kejayaan agama Buddha di Indonesia (seperti Candi Borobudur) dan adanya pengaruh Buddha (seperti situs Pendua di Kecamatan Gangga, Lombok Barat), di mana sebagian penduduknya masih memeluk agama Buddha hingga saat ini.

Di tengah perkembangan pariwisata di Lombok, seni topeng juga semakin mendapatkan perhatian. Para seniman menciptakan topeng-topeng kreasi yang diminati di pasaran, terutama sebagai hiasan interior. Karakter wajah topeng kontemporer ini memiliki bentuk yang lebih oval dan ekspresi yang menggambarkan kesulitan. Mungkin ekspresi topeng tersebut mencerminkan kemiskinan yang dialami oleh penduduk pedesaan, mengingat banyak seniman topeng berasal dari wilayah selatan Pulau Lombok yang sering menghadapi kesulitan hidup akibat kondisi alam yang kering dan tandus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun